Pemprov tak Punya Planning Baik

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 03 Jun 2020 21:22 WIB

Pemprov tak Punya Planning Baik

i

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya –  Anggaran penanggulangan pandemi Covid 19 di Jatim mencapai Rp2,348 Triliun. Anggaran yang diambilkan dari pengurangan belanja APBD Jatim 2020 itu rencananya digunakan untuk  keperluan Promotif dan Prefentif sebesar Rp110,17 Miliar. Kuratif untuk penyembuhan dan pengadaan kebutuhan medis Rp825,31 Miliar. Kemudian Social Safety Net atau Jaring Pengaman sosial (JPS) kepada masyarakat sebesar Rp 995,04 miliar. Lalu, alokasi untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 454,26 Miliar.

Namun sayangnya, Anggota Fraksi PAN DPRD Jatim Azis Muhammad menilai rincian penggunaan dana Covid 2,348 Triliun belum jelas disalurkan untuk apa dan siapa saja.

Baca Juga: 217 Pos Kesehatan Tersebar di 35 Kabupaten/Kota Jatim Selama Musim Mudik Lebaran

Sorotan tajam terhadap pemakaian anggaran Covid ini juga digaungkan Koordinator Studi Ilmu Komunikasi UPNV Jawa Timur, Drs. Yuli Candrasari. Menurutnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak memiliki skema yang tepat sebagai antisipasi dalam kasus Corona Virus Disease.

"Sebenarnya karena Pemprov Jatim tidak memiliki sebuah planning atau skema yang baik untuk langkah-langkah antisipatif dalam memutus penyebaran virus," ungkapnya kepada Tim Surabaya Pagi, Kamis .

Ia menilai bahwa kebijakan yang dibuat kurang didasari pada data dan kondisi masyarakat, serta tidak terlibatnya media lokal dalam penyampaian informasi terhadap dana promotif dan preventif tersebut.

"Saya melihat  setiap kebijakan yang dibuat dalam penanganan penyebaran virus ini kurang didasari pada data dan kondisi masyarakat.  Bagiamana langkah-langkah yang harus diambil dan disampaikan pada masyarakat, kemudian bagaimana  merancang pesan yang bisa diterima  dengan baik oleh masyarakat,  dan media apa yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut  tidak ter planning dengan baik," jelasnya.

Hal ini berakibat dengan munculnya inisiatif masyarakat untuk mencari informasi secara mandiri yang menurut mereka baik dan benar.

"Akibatnya masyarakat mencari sendiri informasi dari media sosial yang  menurut mereka benar dan baik. Padahal belum tentu  karena Covid-19 ini adalah hal yang baru yang tentu saja masyarakat perlu diedukasi yang baik sehingga tidak terlalu cemas berlebihan atau terlalu meremehkan" ujarnya.

Ia juga menilai Pemprov Jatim kebingungan sedang dalam kebingungan, lantaran kondisi masyarakat yang saat ini masih belum perduli dengan himbauan yang telah diberikan sebagai upaya pemutusan rantai penyebaran Corona Virus Disease.

"Untuk itu  Pemprov mungkin saja kebingungan bagaimana menyalurkan anggaran untuk promosi preventif ini.  Kondisi yang terjadi adalah masyarakat saat ini sudah tidak peduli  dengan himbauan-himbauan yang diberikan pemprov karena masyarakat sudah mulai apatis  dan mereka sudah mengabaikan aturan  yang diberlakukan terutama pada PSBB ketiga ini.  Mungkin saja karena daerah kebingungan dengan kebijakan di pusat yang seringkali bertentangan" keluhnya.

Libatkan Media Lokal

Terpisah, Ronny H. Mustamu, Wakil Ketua Komite Advokasi Daerah Antikorupsi Provinsi Jawa Timur memaklumi apa yang diprihatinkan Anggoda Dewan.

Ia mencermati bila hal ini merupakan sesuatu hal yang wajar dan sudah pada tempatnya. Ronny kemudian menjelaskan kepada Tim Surabaya Pagi terkait tiga tugas utama DPRD, yaitu legislasi, penganggaran, dan pengawasan.

"Saya melihat bahwa kritik yang disampaikan sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Timur justru sangat tepat. Menunjukkan bahwa anggota dewan bekerja demi memastikan bahwa Pemprov melakukan yang terbaik untuk rakyat Jatim," jelasnya.

Disinggung soal mengapa tidak melibatkan media lokal, sebab sasaran utamanya merupakan masyarakat lokal. Ronny kemudian mengungkapkan bila

Baca Juga: Khofifah dan Pj Wali Kota Ali Kuncoro Serahkan Santunan 500 Anak Yatim se-Kota Mojokerto

"Menurut hemat saya, Pemprov Jatim seyogyanya semaksimal mungkin melakukan kerjasama dengan media-media lokal. Sebab media lokal adalah pelaku jurnalistik yang mungkin paling memahami permasalahan lokal" ungkapnya.

Ia menambahkan bila terdapat kemungkinan adanya kesenjangan kerjasama antar media nasional dan media lokal.

"Namun demikian, terdapat kemungkinan adanya kesengajaan bekerjasama dengan media nasional sebagai upaya agar apa yang dilakukan di Jatim bisa terdengar dan terlihat oleh kepentingan-kepentingan pusat. Hal ini menjadi perlu dikritisi, apa signifikansi kegiatan Pemprov Jatim terkait penanganan wabah COVID-19 untuk diketahui para pelaku nasional?," keluhnya.

Menurutnya masyarakat lokal yang lebih penting untuk memahami kegiatan promotif dan informasi-informasi preventif terkait penanggulangan wabah COVID-19.

"Jika media lokal tidak satu pun dilibatkan, ada potensi akan terjadi kegagalan komunikasi publik yang berbahaya. Saya sebut berbahaya, sebab target atau sasaran komunikasi publik yang dilancarkan justru berpotensi tidak tahu pesan-pesan apa yang disampaikan. Boleh dikatakan, ada potensi biaya besar terserap, namun masyarakat sasaran komunikasi justru tidak paham atau bahkan tidak tahu bahwa ada pesan penting dikirimkan oleh Pemprov Jatim," ujarnya.

Ronny juga menilai bila hal ini adalah menyebab PSBB pertama yang berlaku pada akhir April tersebut bisa di katakan gagal, sebabnya ada kemungkinan faktor kanal komunikasi yang digunakan perlu ditinjau kembali oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Ditanya kembali oleh Tim Surabaya Pagi, apakah ada unsur kesengajaan dengan tidak melibatkan media lokal dalam arus informasi seputar Corona Virus Disease di wilayah Jawa Timur, Ronny mengaku bila belum ada indikasi kuat ke arah tersebut.

"Perlu menjadi catatan penting bahwa setiap penyalahgunaan anggaran yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau dengan sengaja membuat pihak lain diuntungkan secara tidak sehat/adil, maka pejabat yang bersangkutan akan diukur dengan UU Tipikor. UU Tipikor jelas mengatur bahwa pelaku kejahatan tipikor selama masa wabah/bencana akan dituntut pidana maksimal, yaitu hukuman mati. Semoga tidak ada maksud negatif sedikit pun dari pejabat Pemprov yang menangani masalah ini. Sebab, risikonya sangat besar bagi dirinya maupun reputasi institusi," ungkapnya.

Baca Juga: Ungguli Surabaya, Kota Mojokerto Sabet Juara II Penghargaan Pembangunan Daerah Tingkat Jatim

 

Tak Paham Demokrasi

Senada, Dosen  Ilmu Komunikasi FISIP Universitas 17 Agustus Surabaya,  Prihandari Satvikadewi mengatakan, Pemprov Jatim harus mendenr kritikan dari semua pihak, terutama DPRD.

"Kritik DPRD harus dilihat sebagai fungsi kontrol yang dilakukan oleh legislatif terhadap eksekutif," katanya.

Soal tak dilibatkannya  media lokal, menurutnya, itu membuktikan Pemprov tak paham sistem demokrasi.

"Media Lokal seharusnya didudukkan sebagai partner dalam menghadapi krisis seperti saat ini. Karena dalam sistem demokrasi, press atau media adalah the fourth estate.Padahal media memiliki peran strategis sebagai pendidik masyarakat," jelasnya.

"Secara umum, tidak dilibatkannya media, menunjukkan ketidak pahaman pemimpin daerah, wakil rakyat dan yudikatif tentangsistem demokrasi. Situasi hari ini adalah potret ketidakdewasaan kita dalam bernegara," pungkasnya. byt

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU