Peneliti UB: Sinar UV Dapat Bersihkan Udara dari Virus Corona

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 12 Jun 2020 15:08 WIB

Peneliti UB: Sinar UV Dapat Bersihkan Udara dari Virus Corona

i

Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler UB, Profesor Sutiman Bambang Sumitro. SP/ Foto: Istimewa

SURABAYAPAGI.com, Malang - Wilayah dengan indeks sinar ultraviolet (UV) dari matahari yang tinggi dan tanpa pencemaran udara secara masif, jumlah orang yang terinfeksi virus Corona jauh lebih sedikit. Itu merupakan hasil penelitian Tim Universitas Brawijaya (UB) bersama BMKG.

Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler UB, Profesor Sutiman Bambang Sumitro menerangkan, sinar UV memiliki frekuensi gelombang tinggi yang dapat merusak materi RNA dan protein virus. Sehingga bisa menonaktifkan virus di udara bahkan yang menempel di benda-benda padat.

"Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa sinar ultraviolet (UV) dari matahari mampu membersihkan Corona yang ada di udara," ujar Profesor Sutiman dalam keterangannya, Jumat (12/6/2020).

Ini yang membuat Indonesia, yang berada di garis khatulistiwa sangat diuntungkan. Karena mendapat limpahan sinar UV dibandingkan negara subtropis.

"Pada wilayah subtropis seperti New York, Milan, Spanyol yang indeks UV-nya rendah dan pencemaran udaranya tinggi, menyebabkan orang tertular melalui media udara (airborne). Sehingga jumlah penderita COVID-19 sangat banyak," terangnya.

Sutiman menambahkan, indeks UV yang tinggi umumnya didapatkan pada siang hari. Dengan demikian, di luar rumah pada siang hari membuat udara lebih bersih dari virus Corona.

UV tinggi kurang baik bagi orang subtropis berkulit putih. Sebaliknya, bagi masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa dengan UV tinggi tidak masalah.

"Meskipun demikian, bagi penduduk yang jarang ada di luar ruangan, kulit manusia juga bisa terbakar bila terlalu lama di bawah sinar UV. Misalnya di pantai atau di gunung tinggi," beber Sutiman.

Baca Juga: Dokter Paru Mereaksi Jokowi Soal Endemi

Sementara kemampuan sebagai disinfektan dari sinar UV ini dimanfaatkan untuk sterilisasi angkutan umum seperti bus dan kereta api. Bahkan UV dipakai untuk sterilisasi atau membunuh kuman di ruang operasi di rumah sakit.

"Sebenarnya kita tidak perlu melakukan penyemprotan cairan disinfektan pada siang hari," sambung Sutiman.

Namun demikian, keuntungan mendapatkan limpahan sinar UV harus didukung dengan pola hidup sehat sesuai anjuran pemerintah, seperti menjaga jarak dan memakai masker. Sebab, keberadaan sinar UV akan sia-sia jika tidak didukung pola hidup sehat.

"Kita harus mensyukuri berkah limpahan sinar UV matahari ini dengan melakukan pola hidup sehat sesuai anjuran pemerintah. Seperti menghindari kerumunan, menjaga jarak dan memakai masker. Lebih dari itu, kita harus menumbuhkan empati agar tidak menjadi penular. Karena ada orang-orang dengan kondisi tertentu rentan untuk menderita keparahan ketika terinfeksi COVID-19," ujar Sutiman.

Baca Juga: PPKM Dicabut, Dinkes Kabupaten Mojokerto Tetap Siagakan Ruang Isolasi

Sementara itu, salah satu peneliti yang juga bekerja sama dengan Profesor Sutiman, Dr Novanto Yudistira dari Lab Sistem Cerdas FILKOM menambahkan, penelitian ini menggunakan teknik analisis big data dan machine learning yang dilatih dengan data yang dikumpulkan dari seluruh stasiun pengamat cuaca di dunia serta beberapa satelit.

"Big data yaitu menganalisa data yg besar dari berbagai sumber di internet yang berubah setiap harinya. Sedangkan machine learning yaitu memprediksi perkembangan pandemi dengan big data dengan algoritma yang sudah dilatih oleh komputer," terang Novanto.

Informasi lain dari hasil penelitian ini, di Indonesia dan wilayah tropis lainnya kemungkinan besar penularan terbanyak diperkirakan bukan dari airborne udara. Namun lebih banyak dari kontak orang ke orang.  dsy4

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU