Pertamina Dipercaya Bisa Survive dengan Eksplorasi Baru

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 23 Feb 2021 18:09 WIB

Pertamina Dipercaya Bisa Survive dengan Eksplorasi Baru

i

Nanang Abdul Manaf, Anggota Dewan Pengawas BLU Lemogas Kementerian ESDM dalam webinar media gathering, Senin (22/2/2021).  Sp/tangkap layar webinar media gathering

SURABAYA PAGI, Surabaya - Nanang Abdul Manaf, Anggota Dewan Pengawas BLU Lemigas Kementerian ESDM (Staf Ahli Menteri ESDM) mengatakan, Indonesia berada dalam situasi kritis seiring peningkatan kebutuhan energi dan produksi dan penemuan cadangan migas terus menurun. Namun dia percaya Pertamina akan bisa bertahan.

Solusinya, regulasi dan fiscal terms saat ini perlu diperbaiki untuk investasi kegiatan eksplorasi migas di Indonesia. "Negara-negara di seluruh dunia sedang berkompetisi dalam mengundang investasi hulu migas. Banyak negara yang lapangan produksinya sudah tua melakukan berbagai upaya membuat iklim investasinya menarik bagi Investor," kata Nanang, dalam paparannya di acara webinar media gathering dengan pimpinan media di Jawa Timur, Senin (22/2/2021).

Baca Juga: Selama Periode Maret 2024, Pertamina Tambah 394 Ribu Tabung LPG 3 Kg di Jateng dan DIY

Nanang menegaskan, Indonesia harus mengadaptasi fiscal terms yang ada di global untuk menarik investasi dalam aktivitas eksplorasi migas atau memperkecil tingkat resiko investasinya dibanding dengan negara lain.

"Hasil analisis kami menunjukkan bahwa perbaikan fiscal terms berdampak pada peningkatan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik kontraktor maupun pemerintah, dari sisi investasi maupun pendapatan," katanya.

Saat ini, ada pergeseran aktivitas hulu migas di Indonesia dari lapangan onshore yang sudah berumur tua ke daerah lepas pantai dan laut dalam.

Baca Juga: Menteri BUMN Tegaskan Mundurnya Ahok dari Komisaris Tak Hambat Kinerja Pertamina

Tantangan eksplorasi laut dalam adalah biaya investasi yang mahal yang membutuhkan 80-100 juta dolar AS untuk pengeboran satu sumur, tingkat pengembalian investasi (IRR) yang rendah, dan periode eksplorasi yang pendek yakni sepuluh tahun.

Lead time atau waktu dari discovery ke produksi pertama di Indonesia antara 8 - 26 Tahun tergantung dari jenis lapangannya. Rata-rata Lead Time Indonesia sekitar 10,5 Tahun. "Tentunya kondisi tersebut yang mempengaruhi investor untuk melakukan eksplorasi di Indonesia,” kata Nanang. 

Menurut Nanang, perlu ada perbedaan strategi pengelolaan lapangan baru dan lama (mature). "Kita harus low cost, harus efisien. Supaya kita masih bisa memproduksi yang sifatnya marginal dan lapangan-lapangan yang mungkin keekonomiannya sudah pas-pasan," katanya.

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Surabaya AH. Thony Mendorong Kepastian Hak Milik Tanah Warga Bendul Merisi Jaya

Jika bisa menyelesaikan tantangan untuk mengelola lapangan-lapangan 'mature', maka Pertamina bisa bertahan. "Sementara kita punya modal dari kegiatan katakanlah mengelola lapangan yang tua, dengan modal itu kita bisa investasi juga untuk kegiatan eksplorasi baru. Portofolionya harus berimbang, yang fokus ke produksi tapi juga ada yang fokus mencari tambahan cadangan baru dengan kegiatan eksplorasi," kata Nanang.

Nanang percaya Pertamina bisa bertahan. "Di Pertamina EP ini ada lapangan yang umurnya 40 tahun. Ada yang 50 tahun. Bahkan ada yang lapangan itu ditemukan sebelum saya lahir. Lapangan Talang Akar ditemukan pada 1920. Lapangan Rantau ditemukan pada 1940. Tapi masih bisa survive, masih bisa kita produksikan dan tentunya punya nilai ekonomis, artinya menghasilkan profit," katanya. Selain bertahan, perusahaan harus tumbuh baik dari sisi cadangan, finansial, dan produksi. rmc

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU