PKL Pegirian Menjerit, Pemkot Surabaya Tutup Telinga

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 03 Jun 2021 14:19 WIB

PKL Pegirian Menjerit, Pemkot Surabaya Tutup Telinga

i

Suasana Sentra PKL Pegirian di jalan Nyemplungan Surabaya. SP/ Sem

SURABAYAPAGI, Surabaya - Siang itu seperti biasa, Suhanyati (46) berkeliling mencari penjual air di sekitaran jalan Nyemplungan, Pegirian Surabaya.

Baca Juga: SK Kwarda Jatim Terbit, Semangat Baru Bagi Pramuka Jawa Timur

Ia terpaksa melakukan itu, karena di Sentra Pedagang Kaki Lima (PKL) Pegirian milik pemerintah kota (Pemkot) Surabaya tidak tersedia air berupa PDAM atau sejenisnya. 
 
Suhanyati saban hari berjualan di Sentra PKL Pegirian. Telah 4 tahun sudah ia melakoni usaha warung makan yang lokasinya tak jauh dari Wisata Religius Sunan Ampel. 
 
"Gak ada air di sini mas. Kalau mau masak ya kita harus beli. Biasanya ada penjual air keliling, tapi kalau gak ke sini ya kita harus cari," kata Suhanyati kepada reporter Surabaya Pagi, Kamis (03/06/2021).
 
Untuk 5 liter air bersih, ia harus membayar Rp 1.500. Dalam sehari ia memakai setidaknya 20 liter air atau bila dirupiahkan menjadi Rp 30 ribu per hari. Artinya dalam sebulan ia harus mengeluarkan Rp 900 ribu untuk air.
 
"Malah bisa lebih mas, belum untuk masak, nyuci piring. Jadi bisa lebih mas. Kalau ada PDAM ya lebih enak," keluhnya
 
Selain air bersih, di Sentra PKL Pegirian juga tidak terdapat kamar mandi atau toilet umum. Baik pedagang maupun pembeli, bila ingin menggunakan toilet harus mencari SPBU terdekat di jalan Sultan Iskandar Muda ataupun gerai minimarket yang memiliki fasilitas toilet.
 
"Gak ada kamar mandi di sini, semua di sini biasanya ke pom bensin, kalau gak gitu ke alfamart atau indomaret," katanya
 
Tak hanya itu, untuk area parkir pun, di sentra PKL Pegirian tidak tersedia sama sekali. Suhanyati menceritakan, beberapa kali pelanggannya haru berurusan dengan Dishub karena memarkir kendaraan di bahu jalan raya. 
 
"Kasihan mas, kalau ada dishub ya mobilnya di suruh pindah. Kalau gak ada, gak masalah," katanya.
 
Fasilitas di sentra PKL Pegirian dinilainya sangat buruk. Walau milik pemerintah, namun menurutnya pemerintah seolah tutup mata dengan kondisi di lapangan.
 
Padahal menurut Suhanyati, setiap bulannya ia harus membayar sewa rombong sebesar Rp 60 ribu. Di rombong miliknya terdapat tulisan, "Inventaris Barang milik daerah pemerintah Kota Surabaya".
 
Secara pendapatan, rata-rata dalam sehari mencapai Rp 500 ribu. Itu pun ia harus membuka lapak dari pagi hingga malam. Bila setengah hari saja, maka pendapatanya di bawah dari itu.
 
Untuk modal sendiri, ia memanfaatkan rentenir keliling atau bank titil. Pinjaman dengan plafon Rp 1 juta harus dikembalikan ke bank titil sebesar Rp 1,5 juta. Itu pun ketika cair, ada potongan administrasi dan lain-lain sebanyak Rp 100 ribu.
 
"Jadi kita hanya terima 900 ribu. Sebenarnya gak mau minjam, tapi untuk modal usaha gimana. Bantuan dari pemerintah gak ada mas," katanya.
 
Lucunya di saat para PKL bingung mencari modal usaha, pemerintah kota Surabaya tengah mengembar-gemborkan pengembangan usaha wong cilik melalui Sentra Wisata Kuliner (SWK). Celakanya lagi Suhanyati mengaku, selama 4 tahun ini tidak ada satupun bantuan yang datang kepadanya ataupun pedagang lainnya di Sentra PKL Pegirian.
 
"Dari dinas koperasi ke sini hanya untuk minta setoran sewa per bulan. Gak ada bantuan dari pemerintah. Kita dengar-dengar katanya ada bantuan 2,4 juta, tapi mana sampe sekarang lihat uangnya pun gak," katanya dengan nada tinggi.
 
Kepada Surabaya Pagi, Suhanyati mengaku sejak pandemi covid-19 ia terus menunggak pembayaran sewa. Hingga kini, tunggakan sewanya telah mencapai Rp 1,2 juta  lebih. 
 
"Iniloh bisa dilihat tunggakan saya, gak malu saya tunjukan. Biar tahu pemerintah kalau kita lagi susah dan butuh bantuan sekarang," katanya sembari menunjukan berkas tagihan dari pemkot
 
"Kalau bantuan pemerintah cair, akan saya bayar lunas mas. ," tambahnya lagi.
 
Selain Suhanyati, pedagang lainnya seperti Maria Ulfa mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, walau sentra PKL Pegirian milik pemkot Surabaya namun secara pengelolaan sangat buruk.
 
"Kamar mandi gak ada, air gak ada, apalagi tempat parkir juga gak ada. Padahal kalau pemerintah serius, di sini dibangun fasilitas lengkap, pasti rame mas karena dekat dengan wisata religi," kata Maria Ulfa.
 
Oleh karenanya, ia meminta kepada pemerintah bila ingin membangun UMKM dan para PKL maka harus diberikan fasilitas yang lengkap. Sehingga baik pedagang maupun pengunjung akan nyaman bila berada di lokasi tersebut.
 
"Tolonglah kalau benar mau serius bantu pedagang, ya fasilitasnya diperbaiki. Sama modal usaha juga, tolong dibantu. Alalagi sekarang corona," ucapnya berharap.
 
Penelusuran Surabaya Pagi terkait pembangunan Sentra PKL, pemkot Surabaya melalui Dinas Koperasi dan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (Dinkop dan UMKM) menyiapkan anggaran Rp 8 miliar untuk membangun lagi delapan sentra pedagang kaki lima (PKL). 
 
Namun dengan angaran yang mencapai miliyaran tersebut, nyatanya fasilitas di sentra PKL sangat tidak memadai. Setidaknya Sentra PKL Pegirian menjadi bukti tidak optimalnya pembangunan tersebut. Lalu kemana, angaran miliyaran itu mengalir?. Sem

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU