Polri Diguncang AKBP Brotoseno

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 01 Jun 2022 20:08 WIB

Polri Diguncang AKBP Brotoseno

i

Raden Brotoseno saat menjalani sidang tuntutan atas dirinya di pengadilan Tipikor, Jakarta, pada Rabu (18 Mei 2017) lalu.

Mantan Suami Siri Angelina Sondakh Dipidana 5 Tahun, Tapi Hanya Kena Demosi Pindah Jabatan di Bareskrim Saja

 

Baca Juga: Uangnya Rp 40 M Disita KPK, Mantan Mentan Panik

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - AKBP Raden Brotoseno, eks narapidana korupsi suap Rp 1,9 miliar, guncang institusi Polri yang kini dipimpin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Mantan suami siri Angelina Sondakh, ini dinyatakan menerima suap dari pengacara tersangka korupsi cetak sawah pada tahun 2016 terpidana Haris Artur Haidir. Brotoseno, disuap untuk memperlambat proses penyidikan.

Saat itu, Brotoseno masih berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) dan menjabat sebagai Kanit di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Dan kini, Brotoseno, yang masih berpangkat AKBP menjadi penyidik di Bareskrim meski sudah divonis 5 tahun penjara karena korupsi.

Keputusan Polri yang mempertahankan AKBP Raden Brotoseno yang merupakan eks narapidana kasus korupsi dinilai memicu pertanyaan tentang komitmen lembaga penegak hukum itu dalam pemberantasan korupsi.

"Bagaimana polisi bisa diandalkan untuk pemberantasan korupsi kalau ternyata malah 'bertoleransi' terhadap perwiranya yang melakukan korupsi. Institusi kepolisian harus punya standar etika, standar moralitas, dan standar ketaatan hukum pada level tertinggi," kata ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel dalam pernyataan pers, Rabu (1/6/2022).

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta meninjau ulang putusan etik yang dijatuhkan kepada Raden Brotoseno, dan memecat tanpa pandang bulu.

Demikian juga diungkapkan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya yang ditayangkan di Kompas TV, Rabu (1/6/2022). “ICW mendesak agar Kapolri meninjau ulang putusan etik yang dijatuhkan kepada Brotoseno dan memecat tanpa pandang bulu anggota Polri yang terlibat dalam kejahatan jabatan,” ujar Kurnia Ramadhana.

ICW menegaskan, jika hal ini tidak dilakukan berarti komitmen antikorupsi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo patut dipertanyakan. “Sebab, merujuk pada pernyataannya pada kegiatan pelantikan 44 eks Pegawai KPK, Kapolri meneguhkan komitmen terhadap pemberantasan korupsi di tubuh Polri dengan membangun iklim, budaya, dan ekosistem antikorupsi,” kata Kurnia.

ICW pun mengkritisi sejumlah hal di balik aktifnya kembali bekas narapidana Raden Brotoseno ke Polri. Pertama, Polri mendasari putusan terhadap penyuap Brotoseno yang telah divonis bebas pada tahun 2018 lalu.

 

Persoalkan Prestasi Brotoseno

Bagi ICW, hal ini janggal sebab terkesan kontradiksi dengan poin pertama hasil putusan etik Brotoseno yang menegaskan adanya perbuatan menerima suap dari tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi saat ia menjabat sebagai Kepala Unit V Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

“Pertanyaan lanjutannya, mengapa hasil putusan etik menyatakan Brotoseno terbukti melakukan perbuatan korupsi, lalu dalam kesempatan lain seolah-olah diabaikan dengan dalih pihak penyuap telah divonis bebas?,” tanya Kurnia.

Kedua, lanjut Kurnia, Kadiv Propam juga mengutarakan perihal perilaku Brotoseno yang dinilai baik saat menjalani masa pemidanaan di lembaga pemasyarakatan.

Penting ditekankan, tegas Kurnia, sudah menjadi pemahaman umum dan kewajiban bagi seorang terpidana untuk berkelakuan baik selama menjalani pemidanaan.

“Lagi pun, reward bagi terpidana yang berkelakuan baik bukan merupakan urusan Polri, melainkan Pemerintah melalui rekomendasi dari lembaga pemasyarakatan. Jadi, tidak tepat jika dicampuradukkan dengan proses pemeriksaan etik Brotoseno,” ujar Kurnia.

ICW juga mengkritisi soal Brotoseno yang dinilai berprestasi selama menjalankan dinas di kepolisian. “Ini pun janggal, sebab, bagaimana mungkin seseorang yang menggunakan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum dianggap berprestasi, bukankah perbuatan itu justru merendahkan institusi Polri sendiri? Mestinya hal-hal yang dipertimbangkan menyangkut substansi perbuatan kejahatannya, bukan malah berkaitan dengan masa lalu Brotoseno,” ucap Kurnia.

ICW juga mengkritisi adanya surat pertimbangan dari atasan Brotoseno bahwa yang bersangkutan layak untuk dipertahankan sebagai anggota Polri. “Dalam kaitan ini, Kadiv Propam harus menyampaikan secara transparan, siapa sebenarnya atasan tersebut?” ujar Kurnia.

Sebelumnya, Irjen Ferdy Sambo mengungkap atasan AKBP Raden Brotoseno memberi rekomendasi agar tidak dipecat dari Korps Bhayangkara. “Kadiv Propam harus menyampaikan secara transparan, siapa sebenarnya atasan tersebut?” ujar Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip dari laman Kompas.com, Selasa (31/5/2022).

Tak cukup di situ, ICW juga mendesak Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo meninjau ulang putusan sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) terhadap Brotoseno. Adapun Polri tidak memecat atau memberhentikan Brotoseno dalam putusan KEPP.

Apalagi dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat.

 

 

 

Parameter Prestasi Brotoseno

Sementara Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa, protes atas perlakuan istimewa suami penyanyi Tata Jeneta. Politisi Gerindra ini mengkritik alasan Polri yang tetap mempertahankan R Brotoseno di tubuh kepolisian dengan alasan berprestasi dan berkelakuan baik.

Desmond bahkan mempertanyakan parameter prestasi dan berkelakuan baik Brotoseno. Apakah buat bangsa secara menyeluruh atau khusus hanya untuk Polri? "Parameter berkelakuan baik ini terhadap institusi atau bangsa ini. Kalau dia berkelakuan baik untuk kepolisian, tapi untuk bangsa ini bajingan, itu berkelakuan baik apa? Jadi parameternya, jadi ricuh saja menurut saya," kata Desmond di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Perilaku baik dan prestasi Brotoseno yang diklaim Polri tentu menjadi tanda tanya besar bagi publik. Mengingat rekam jejak Brotoseno yang merupakan eks napi korupsi. "Jadi parameter kepolisian itu berkelakuan baik, tapi merugikan bangsa ini karena dia korup. Berarti kepolisian menilainya agak susah kita. Berarti lembaga kepolisian sebagai lembaga negara ya harus kita evaluasi," kata Desmond.

 

Baca Juga: KPK tak Gentar Bupati Sidoarjo, Ajukan Praperadilan

Tak ada Campur Kapolri

Sedang Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menyatakan, keputusan dan hasil sidang KEPP sama sekali tidak ada campur tangan Kapolri.

“Semua putusan itu sepenuhnya berada ditangan sidang KKEP dan kami yakin tidak ada sama sekali dalam putusan ini adanya campur tangan Kapolri,” kata Edi di Jakarta, Rabu (1/6/2022).

Meski begitu, sambung Edi, seluruh kegiatan sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dilaporkan kepada Kapolri. Menurut Edi, keputusan terhadap AKBP Brotoseno ini diambil melalui pertimbangan yang matang dan Divisi Profesi dan Pengamanan melalukan tugasnya sesuai aturan yang berlaku. “Kami ajak semua pihak menghormati sepenuhnya putusan KKEP,” tandas Edi.

 

Pendapat Komjen (Purn) Ito Sumardi

Sementara itu terpisah, mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Ito Sumardi menjelaskan bahwa ada tiga jenis sanksi yang diberikan kepada anggota polri yang melalukan pelanggaran, yaitu sanksi disiplin, sanksi kode etik dan sanksi pidana yang diatur di dalam Peratusan Kapolri.

Ito menjelaskan, dalam sidang jenis pelanggaran ini memberikan sanksi dengan bobot perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota Polri mulai dari teguran (lisan maupun tertulis) hukuman badan (penahanan), demosi (pangkat, jabatan, pendidikan), maupun hukuman pidana umum.

“Untuk Kasus saudara AKBP BS, yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran hukum yang bersifat "berat" karena telah melakukan tipikor (tindak pidana korupsi), seperti halnya tindak pidana narkoba,” kata Ito.

Pensiunan jenderal bintang tiga ini menjelaskan, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) kemudian menggelar sidang bagi personel yang melanggar. Sidang ini akan memutus apakah personel yang melakukan pelanggaran itu dipecat, Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) atau demosi yaitu pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah berbeda yang bersifat hukuman.

“Hasil Sidang KKEP menjadi "rekomendasi" bagi pimpinan polri untuk memutuskan kelanjutan karir seorang anggota Polri yang telah melakukan pelanggaran,” jelas Ito.

 

Janji Tito Pecat Brotoseno

Sosok petinggi Polri yang menguslkan AKBP Brotoseno, tak dipecat kini menjadi pertanyaan.

Pasalnya, Tito Karnavian saat menjabat sebagai Kapolri dengan tegas menyatakan akan pecat Raden Brotoseno. Pemecatan dilakukan jika Raden Brotoseno divonis diatas lima tahun penjara.

Baca Juga: Bupati Sidoarjo, Ingin Tempuh Banyak Cara

Namun berdasarkan putusan majelis hakim pada 17 Juni 2017, Raden Brotoseno dinyatakan bersalah dan divonis lima tahun penjara. Raden Brotoseno pun malah direkrut Polri saat Jenderal Listyo Sigit Prabowo jadi Kapolri berikutnya.

 

Reaksi Kompolnas

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ikut bereaksi atas kabar Brotoseno masih aktif sebagai Polri. Kompolnas akan bersurat kepada Irwasum Polri untuk meminta klarifikasi terkait status AKBP Raden Brotoseno. Hal itu disampaikan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dikonfirmasi, Selasa (31/5/2022).

"Kompolnas belum mengetahui hal ini. Kami akan mengirimkan surat klarifikasi kepada Irwasum Polri dalam waktu dekat untuk mengecek kebenarannya dan mendapatkan penjelasan resmi," ujar Poengky.

Poengky akan melakukan klarifikasi terkait apakah adanya rekomendasi dari atasan Brotoseno yang meminta untuk diperiksa secara kode etik. "Kami akan klarifikasi apakah atasan yang bersangkutan sudah meminta Propam untuk memeriksa yang bersangkutan secara kode etik. Kami perlu klarifikasi agar kami mendapatkan informasi resmi dari Polri. Sepengetahuan saya untuk keputusan PTDH atau bukan PTDH tergantung hasil sidang kode etik," jelas Poengky.

Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan Brotoseno kembali menjadi penyidik di Bareskrim Polri. Koordinator IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan jika dugaan Raden Brotoseno benar telah kembali menjadi polisi aktif maka hal itu merupakan pelanggaran.

“IPW mendesak agar Kapolri menjelaskan alasan pengaktifan kembali Brotoseno sebagai penyidik Bareskrim. Ini adalah tindakan pelanggaran aturan,” ujar Sugeng, Senin (30/5/2022).

Sugeng juga menjelaskan setiap anggota Polri yang sudah diputus bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka harus dikenakan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Sanksi ini tertuang pada Pasal 21 ayat 3 huruf a Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia akan dikenakan Pemberhentian Tidak dengan Hormat dari dinas kepolisian. “Kalau benar diaktifkan kembali bertugas maka institusi Polri telah melanggar aturan Perkap Nomor 14 Tahun 2011,” ujar Sugeng.

 

Keterangan Kadiv Propam

Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengatakan, Brotoseno telah diberikan sanksi demosi atau pemindahtugasan jabatan berdasarkan hasil Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP).

Sanksi yang diberikan terhadap Brotoseno juga sudah dibuat dengan berbagai pertimbangan dan merujuk berdasarkan putusan Nomor: PUT/72/X/2020 tertanggal 13 Oktober 2020. "Dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi," kata Ferdy dalam keterangan tertulis, Senin.

Sanksi tersebut diputuskan berdasarkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya, karena adanya pernyataan atasan yang menegaskan bahwa Brotoseno berprestasi di instansi Kepolisian. n jk/erk/kms/il

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU