Presiden Jokowi Minta Perbanyak Dokter Spesialis Jantung

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 07 Mar 2023 20:53 WIB

Presiden Jokowi Minta Perbanyak Dokter Spesialis Jantung

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Khusus masalah minim dokter spesialis, Jokowi mendesak Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempermudah proses produksinya. Terutama dokter spesialis jantung. Maka itu, Presiden RI Joko Widodo mendorong penambahan jumlah dokter spesialis dalam negeri. Dicatat Jokowi, ada polemik layanan kesehatan terbatas di RI yaitu minimnya tenaga dokter.

"Saya tadi minta ke Menkes dan Mendikbud untuk pendidikan dokter spesialis agar diperbanyak dan dimudahkan, sehingga masyarakat kita yang sakit bisa tertangani," jelas Presiden Jokowi saat mengunjungi peresmian RS MHBD, dikutip dari keterangan resmi, Selasa (7/3/2023)

Baca Juga: Apple akan Bangun Akademi Developer di Surabaya

Presiden RI Joko Widodo menyebut setiap tahun, sekitar dua juta warga Indonesia masih memilih berobat ke luar negeri. Sekitar satu juta orang berobat ke Malaysia, 750 ribu ke Singapura, dan lainnya ke negara maju seperti Jepang hingga Jerman.

Minimnya rumah sakit dengan layanan ideal dan dokter spesialis yang terbatas juga menjadi persoalan utama. Jokowi meminta pembangunan rumah sakit dengan kualitas baik segera ditingkatkan.

"Mau kita terus-teruskan? Rp 165 triliun devisa kita hilang gara-gara itu, karena ada modal keluar, capital outflow, oleh sebab itu saya sangat mendukung pembangunan rumah sakit-rumah sakit yang kurang lebih seperti Mayapada Hospital Bandung," ingat Presiden.

 

Menkes Butuh 400 Spesialis Jantung

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pihaknya sudah mengupayakan pemenuhan dokter spesialis melalui program beasiswa. Total kuota beasiswa bahkan ditingkatkan hingga dua kali lipat.

"Untuk jantung misalnya, kita butuh sekitar 400 spesialis, namun saat ini dari 92 FK hanya ada 20 FK yang memiliki program studi spesialis. Ini sangat lama. Perlu terobosan, paling mudah saya kasih beasiswa. Tahun lalu 600 yang daftar semoga semuanya diterima, tahun ini ada jatah 2500 beasiswa, tahun depan 2500 beasiswa," kata Menkes.

Keterangan dari pejabat di Kemenkes, Selasa (7/3) saat ini banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang masih kekurangan tenaga kesehatan. Perhitungannya dibutuhkan waktu sekitar 7 sampai 36 tahun untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis di jejaring layanan rujukan.

Menurut data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), per 6 Desember 2022 baru ada sekitar 54,1 ribu dokter spesialis di dalam negeri.

Angka ini mencakup seluruh dokter dari 47 kelompok spesialisasi, mulai dari spesialis anak (Sp.A), spesialis bedah (Sp.B), sampai kelompok spesialis gigi seperti spesialis ortodonti (Sp.Ort) dan odontologi forensik (Sp.OF).

Dan sampai kini baru 10 provinsi yang memiliki dokter spesialis. Terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Banten, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Bali, dan Sumatra Selatan.

Sedangkan 10 provinsi dengan dokter spesialis paling sedikit adalah Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Kalimantan Utara, Gorontalo, Maluku, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

 

Program Pengampuan Rumah Sakit

Untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis, Kemenkes berencana menambah kuota dan jumlah program studi di fakultas kedokteran, serta melakukan program pengampuan Rumah Sakit (RS) Pendidikan.

Skema ini disebut juga dengan Academic-Based Health System (AHS). Artinya RS didorong agar tidak hanya berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan, tetapi juga dalam bidang pendidikan dan penelitian.

Baca Juga: Mengapa Gibran dan Bapaknya Diusik Terus

Antara lain dibentuk sistem RS online . Sistem ini untuk meningkatkan sistem integrasi dan interoperabilitas antar-rumah sakit, sehingga RS Pendidikan yang sudah ada bisa mengampu RS lainnya. Totalnya akan ada 420 RS Pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.

 

Baru 600 Dokter Jantung

Saat ini jumlah dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (Sp. JP) di Indonesia hanya sekitar 600 orang. Jumlah ini tentu masih jauh dari ideal. Di negara-negara maju, seorang Sp.JP melayani 100.000 penduduk. Kondisi yang relatif ideal tersebut memungkinkan bagi seorang Sp.JP mempunyai cukup waktu untuk memberikan pelayanan sekaligus melakukan komunikasi, edukasi dan memberikan informasi yang cukup kepada pasien-pasiennya.

Bila rasio ini dianut maka Indonesia saat ini memerlukan 2400 dokter Sp.PJ! Sebenarnya, pada sebagian besar daerah dengan penduduk padat, rasio dokter Sp.JP-pasien sudah mendekati angka ideal.

Namun 50% Sp.JP di Indonesia masih melayani lebih dari 1 juta penduduk. Misalnya di Nusa Tenggara Timur satu Sp.PJ melayani lebih dari 4 juta penduduk bahkan di provinsi Sulawesi Barat dan Papua Barat hingga saat ini belum memili Sp.PJ!

 

Catatan BPJS Penyakit Jantung

Data terakhir dari BPJS Kesehatan juga menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk dalam pengguna anggaran terbesar di rumah sakit. Jika faktor resiko penyakit kardiovaskular tidak dikendalikan dengan baik, BPJS Kesehatan akan berpotensi mengalami kerugian yang besar di masa depan.

Baca Juga: Kesimpulan Paslon 01 dan 03: Sumber Masalahnya, Gibran dan Cawe-cawenya Jokowi

Kondisi ini bisa menjadi landasan berpikir BPJS Kesehatan untuk bermitra dengan dokter Sp.JP dalam upaya mengendalikan biaya kesehatan yang akan "meledak" di masa depan. Jika merunut data BPJS tersebut, artinya di era BPJS peran Sp.JP masih sangat strategis.

 

Permintaan ke Menkes dan Mendikbud

Selain Menkes, Jokowi juga meminta bantuan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mengurus produksi dokter spesialis agar perjalanannya dipermudah.

Ini berdasarkan masukan Menkes yang menyebut standar dokter bisa dibahas dalam ranah kolegium. Standar tersebut yang kemudian menjadi patokan bersama dengan perguruan tinggi maupun rumah sakit.

"Kita ingin lebih cepat melahirkan dokter-dokter spesialis yang berkualitas, sesuai standar masing-masing kolegium, dan dilakukan di perguruan tinggi maupun di rumah sakit. Kami akan terus

berkoordinasi dengan Kemendikbudristek untuk menyelesaikan kendala-kendala di lapangan," ucap Budi.

Di sisi lain, Menkes juga meningkatkan ketersediaan alat di 514 kabupaten dan kota, khususnya sebagai upaya promotif preventif. Misalnya alat kesehatan skrining kanker.

"Pemenuhan alat kesehatan seperti cathlab untuk skrining kanker, mammografi untuk skrining kanker payudara, ada juga program pengampuan untuk rumah sakit-rumah sakit yang kekurangan dokter spesialis," terang Menkes. n erc/jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU