Sama Seperti Tahun Lalu, Diprediksi Saat Musim Liburan Akhir Tahun. Pasalnya, Hingga Jumat 4 November 2022, Kasus Harian Meningkat Signifikan
SURABAYA PAGI, Jakarta - Waspada! Pemerintah sudah memprediksi kasus Covid-19 varian Omicron XBB akan mengalami puncak-puncaknya sekitar Desember 2022 dan Januari 2023. Pasalnya, Jumat (4/11/2022) kemarin, kasus harian corona ini mencapai 5.000an kasus. Ini bila benar terjadi, sama seperti pada puncak Omicron pada akhir tahun 2021 dan awal tahun 2022 lalu. Dimana puncak kasus Omicron terjadi pada saat musim libur panjang akhir tahun. Akankah Covid-19 varian Omicron XBB benar akan melonjak?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan kembali memprediksi bahwa puncak gelombak kasus varian baru Corona diperkirakan pada Desember 2022 hingga Januari 2023.
"Berdasarkan berbagai data yang telah kami amati dan berangkat dari trajectory kasus Covid-19 yang lalu, puncak gelombang berbagai varian baru ini diperkirakan akan terjadi pada satu hingga dua bulan ke depan. Khusus untuk wilayah Jawa-Bali peningkatan kasus konfirmasi harian terlihat di seluruh Provinsi Jawa dan Bali. Selain itu, peningkatan angka kematian utamanya di Jawa Tengah dan DIY juga naik cukup signifikan," ungkap Luhut yang ia unggah di akun instagramnya, Jumat (4/11/2022).
Luhut mengatakan pihaknya terus mengamati peningkatan kasus Corona dan tingkat kematian akibat Corona di beberapa negara. Namun sejauh ini varian baru Corona ini diprediksi masih akan lebih rendah angkanya ketimbang Omicron di awal tahun. "Namun varian baru ini diprediksi akan tetap lebih rendah dibandingkan dengan awal tahun lalu, yakni puncak varian Omicron," tuturnya.
Pemerintah juga menyiapkan berbagai langkah mitigasi seperti meningkatkan jumlah vaksinasi booster. Hal ini dilakukan untuk membendung tingkat keparahan.
"Pemerintah menyiapkan berbagai langkah mitigasi untuk membendung terjadinya keparahan yang lebih dalam yang disebabkan oleh varian baru ini, diantaranya meningkatkan kembali capaian vaksinasi booster dan terus mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan, utamanya penggunaan masker di ruang-ruang tertutup," ujarnya.
Masih PPKM
PPKM level juga tetap menjadi basis pengetatan kegiatan masyarakat. "Hari ini (kemarin, red) saya juga menegaskan kembali bahwa pemerintah akan terus menggunakan PPKM level sebagai basis pengetatan kegiatan bagi masyarakat yang akan terus dilakukan evaluasinya," lanjutnya.
Sedangkan, Juru bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengungkap ada 30 provinsi yang mengalami peningkatan kasus Covid-19 usai Indonesia kemasukan sub varian Omicron baru XBB. Tren kenaikan terlihat selama sepekan terakhir.
Positivity Rate Naik
Kasus harian juga melonjak 78 persen sehingga angka positivity rate menjadi 15,98 persen per Kamis (3/11/2022). Hal ini menunjukkan angka penularan COVID-19 di masyarakat sangat tinggi, berkali-kali lipat di atas batas aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Syahril menyebut pemerintah sudah mengidentifikasi 12 kasus subvarian Omicron baru XBB, dua di antaranya adalah XBB.1.
"Ada dua yang kasus impor, sementara 10 kasus merupakan transmisi lokal," kata Syahril dalam konferensi pers Jumat (4/11/2022).
"Semuanya tidak ada yang bergejala berat ya," tuturnya.
Harian Naik Signifikan
Sementara dari data kasus Covid-19 dari Kemenkes RI, di Indonesia, per Jumat (4/11/2022) kemarin, bertambah 5.303 kasus baru. Sedangkan, total kasus aktif sebanyak 34.155, bertambah 2.075 dibanding satu hari sebelumnya.
Padahal hari Kamis (3/11/2022), ada 4.951 kasus baru. Dengan kenaikan ini, sejak tanggal 1 November 2022, setiap harinya kasus harian Covid terus mengalami kenaikan signifikan. Pada tanggal 1 November tercatat ada 4.707 kasus baru dan 2 November tercatat ada 4.873 kasus baru.
Sementara, total kasus tersebut didapat dari 62.734 spesimen yang diperiksa, sementara 6.402 kasus suspek dilaporkan pada Jumat (4/11/2022). Kasus meninggal bertambah 31 jiwa, sehingga total kumulatif mencapai 158.768.
Praktis, hingga awal November ini Indonesia dikabarkan masuk 10 negara dengan kasus harian kematian Covid-19 terbanyak di dunia.
Omicron XBB, Unik
Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sekaligus spesialis paru RS Persahabatan dr Erlina Burhan, SpP(K), menyebut subvarian ini sangat unik lantaran lebih rentan menyerang orang yang belum pernah terinfeksi COVID-19. Hal ini ia ungkapkan mengacu pada catatan kasus subvarian XBB yang dilaporkan dari Singapura.
"ini didominasi oleh pasien yang belum pernah terinfeksi COVID-19 sebelumnya atau disebut juga COVID-naive," ucapnya saat konferensi pers, Kamis (3/11/2022).
Karena hal itu, ia menyarankan bagi masyarakat yang belum pernah terinfeksi COVID-19 untuk berhati-hati. Segera melengkapi vaksinasi, baik primer (dosis satu dan dua) maupun booster (dosis ketiga) untuk mencegah risiko perburukan gejala dari subvarian ini.
Gejala Subvarian Omicron XBB
Adapun gejala yang dikeluhkan pada pasien COVID-19 dengan subvarian Omicron XBB mirip dengan varian Corona lainnya. Hingga saat ini belum ada laporan ilmiah resmi yang menyebut XBB lebih berbahaya.
"(Gejala meliputi) Ada demam, batuk, lemas, sesak, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, pilek, mual, muntah, diare," ungkapnya.
Kematian Naik
Tidak hanya itu, tren peningkatan juga terlihat pada kasus kematian akibat corona. Ada 43 orang yang dilaporkan meninggal per Kamis (3/11), rekor lagi sejak pertengahan April.
Menurut epidemiolog Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia, kondisi ini sudah mengkhawatirkan. Ia menilai ada keterkaitan dengan subvarian Omicron XBB yang sudah masuk Indonesia.
"Situasi mengkhawatirkan ya. Ini dampak dari penyebaran subvarian Omicron XBB yang sebenarnya bergantung dari modal imunitas," kata Dicky kepada detikcom, ditulis Jumat (4/11/2022).
Imunitas berkurang disebut Dicky bisa terjadi lantaran banyak masyarakat Indonesia belum menerima vaksinasi booster. Bahkan, kebanyakan yang divaksinasi booster sudah melampaui enam bulan pasca disuntik.
Itu artinya antibodi perlindungan diri terhadap Covid-19 kemungkinan besar sudah berkurang. "Dan pemerintah harus bisa menjamin bahwa perilaku atau upaya kegiatan di masa transisi ini tidak menimbulkan mudahnya terjadi penyebaran. Ini bicara seberapa disiplin protokol kesehatan, vaksinasi, pengaturan kapasitas, kombinasi WFH dan WFO," ujar Dicky.
"Selain itu, kemampuan saranan layanan kesehatan dalam mendeteksi kasus juga perlu ditingkatkan mengingat angka kematian yang tengah meningkat," pesan Dicky. jk/erk/cr5/rmc
Editor : Moch Ilham