Risma, Ingkar Janji, Adakah Kebaikan untuk Pemegang Surat Ijo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 04 Nov 2020 22:17 WIB

Risma, Ingkar Janji, Adakah Kebaikan untuk Pemegang Surat Ijo

i

Sorotan Wartawan Muda, Raditya Mohammar Khadafi

 

Sorotan “Kebaikan” Risma yang Diusung Paslon Eri-Armuji (3)

Baca Juga: Sengketa Pilpres 2024 Berakhir dengan Dissenting Opinion

 

 

 

“Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya” (QS. Al Isra’ 34).

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Judul ini saya arahkan tidak hanya untuk mengingatkan Wali Kota Risma, tapi juga kita semua, terutama warga kota yang beragama islam dan pemukiman bangunan di tanah surat ijo.

Hal utama, pemahaman adakah status surat ijo dalam Undang Undang Pokok Agraria?. UU Pokok Agraria (UUPA) hanya mengenal tanah hak Milik (SHM), HGB dan HGU.

Ada apa Wali Kota Risma, yang sudah janji akan menyelesaikan persoalan tanah ijo sejak tahun 2015, tidak segera direalisasikan, diwujudkan atau ditepati?

Apa sebagai wali kota Surabaya dua periode, Risma, tidak paham bahwa tanah di wilayah hukum  kota Surabaya itu  sudah bertahun-tahun ditempati warga Surabaya. Mengapa janjinya  tidak dikerjakan. Pertanyaannya, benarkah Risma, punya niat mewujudkan janji-janjinya saat debat publik di DBL Arena Surabaya, Jumat tanggal 27 November 2015 lalu?. Apalagi, Risma juga berjanji akan menggratiskan pengurusan Surat Ijo bagi warga Surabaya.

Tahun itu, Risma bahkan menyatakan sudah memiliki solusi terbaik untuk menyelesaikannya. "Saya sudah temukan solusinya, tahun depan akan kami selesaikan masalah surat Ijo," janji Risma malam itu di depan ratusan warga kota Surabaya.

Apakah sebagai seorang Pancasilais, Risma tidak mau mewujudkan sila keadilan sosial di kota Surabaya, terutama urusan surat ijo. Adakah keseriusan Risma menerapkan nilai Pancasila dalam praktik pemerintahan kota Surabaya. Jika ada, urusan pembebasan surat ijo adalah sebuah keharusan.

Apakah Risma tidak terpanggil dengan realita bertahun-tahun bahwa warga kota harus membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) dan retribusi tanah surat ijo. Mengapa Risma tidak berpikir Keadilan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu  tega membiarkan warga kotanya harus membayar dua kali untuk satu objek tanah surat ijo yang ditempati bertahun-tahun?.

***

Sorotan saya dalam seri kedua edisi Rabu kemarin, kajian masalah ingkar janji menurut hukum. Dalam seri ketiga Kamis hari ini (4/11/2020), saya makin tergugah mengutip ayat-ayat dalam Qur’an. Ini karena tugas jurnalis mencerdaskan masyarakat tanpa henti.

Ini amanah UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Misalnya Pasal 3 Ayat 1 dinyatakan pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan hiburan, dan kontrol sosial.

Tulisan saya ini merangkum tiga fungsi sekaligus pendidikan, informasi dan kontrol sosial.

Sebagai jurnalis muda saya terpanggil juga mewujudkan konsep tujuan pendidikan nasional (Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Baca Juga: Hari Kamis, Presiden Jokowi Dijadwalkan ke Surabaya

Pasal ini mengatakan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya juga untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Makna manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam pasal 3 UU No 20 Tahun 2003, saya soroti menggunakan  ilmu hukum dan ajaran Islam.

Saya mencermati dalam kasus ingkar janji wali kota Risma, yang tidak penuhi janji bebaskan surat ijo, sebagai jurnalis muda saya berempati terhadap warga kota pemukim tanah surat ijo.

Apalagi aspirasi para pemukim bangunan diatas tanah surat ijo, telah diselenggarakan berkali -kali, baik melalui media pers atau demo. Tetapi tetap tidak mendapat tanggapan positif dari wali kota Surabaya.

Kesedihan saya, makin menebal, karena wali kota Risma pernah berjanji di ribuan warga kota tahun 2015. Beda bila wali kota perempuan ini tidak pernah memberi janji di ruang terbuka yang didengar ratusan warga kota Surabaya.

Lebih-lebih, wali kota Risma, sampai kini tak pernah membuka dialog dengan pengurus solidaritas komunitas pemukim bangunan tanah surat ijo.

Saya tak habis mengerti, ada apa wali kota Risma, tidak membuka komunikasi dua arah dengan wakil-wakil warga kota yang berhimpun di solidaritas komunitas pemukim bangunan di atas tanah surat ijo.

Guru Agama Islam saya pernah berpesan tabiat orang yang suka mengingkari janji adalah bukti seseorang itu tidak beriman. Catatannya, meski sekalipun orang tersebut secara fisikal berketerampilan orang salih seperti berhijab untuk wanita dan berjanggut dan memakai jubah bagi pria.

Saya masih ingat pesan guru agama Islam bahwa orang yang mengingkari janji itu tak ubahnya orang fasiq.

Baca Juga: Peran Shin Tae Yong Bangun Team Work

Maka itu saya sempat merenung  apakah wali kota Risma, tak pernah berpikir bagaimana bila dirinya sudah tak berkuasa lagi? Apakah ia masih punya kesadaran, selama hidupnya akan berhubungan dengan orang lain. Termasuk dengan anggota komunitas pemukim surat ijo?.

Menggunakan tolok ukur manusia beriman dan bertakwa dalam UU No 20 Tahun 2003, saya usul saatnya kini berpikir empati betapa pahitnya dibohongi orang lain dengan ingkar janji.

Insya Allah dengan berpikir empati, semua orang beriman akan mendapat kesadaran bahwa ingkar janji itu penuh dengan madharat. Saya sendiri saat komtemplasi, berkeyakinan orang yang ingkar janji akan banyak merasakan aspek negatifnya. Bahkan Allah SWT akan mengutuk keras dan  menimpakan bencana terhadap orang-orang yang ingkar janji, baik itu berjanji kepada Allah maupun berjanji terhadap sasama manusia, lisan atau tertulis.

Apalagi saat kampanye Pilkada serentak tahun 2020 ini. Gambarannya, dimana-mana di kota Surabaya, ratusan baliho dan ribuan brosur, ada gambar paslon Eri Cahyadi-Armuji, mencantumkan foto Risma, berhijab dengan embel-embel “Meneruskan kebaikan”.

Pertanyaan saya, ingkar janji itu apa identic dengan kebaikan? Ini pertanyaan saya pada seorang ustadz dalam pengajian rutin keluarga.

Ustad ini menjawab : Memenuhi janji itu adalah tanda berimannya seseorang karena memenuhi janji itu wajib. Sementara mengingkari janji adalah dosa besar dan pelakunya dianggap sebagai munafiq dan tidak boleh dipercayai. Ingkar janji tidak ada kebaikan yang bisa ditiru oleh orang-orang beriman. Ingkar janji timbulkan kemudharotan.

Pesan saya dari meja redaksi, wali kota Risma, maupun paslon Eri Cahyadi – Armuji, saat kampanye yang tersisa satu bulan ini perlu berkontemplasi apakah perbuatan ingkar Janji kepada warga kota urusan surat ijo, akan memberi kebaikan-kebaikan bagi warga kota? ([email protected])

 

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU