Home / Peristiwa : RKUHP Disahkan Selasa Hari Ini

RKUHP Kumpul Kebo, Tak Ada Pengaduan, Tak Boleh Digerebek

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 05 Des 2022 19:59 WIB

RKUHP Kumpul Kebo, Tak Ada Pengaduan, Tak Boleh Digerebek

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Masya Allah. Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), kumpul kebo adalah norma baru. Draft RKUHP sendiri, Selasa (6/12/2022) ini akan disahkan sebagai Undang-undang dalam rapat paripurna.

Di dalam RKUHP, didefinisikan, kumpul kebo atau hidup serumah tanpa ikatan pernikahan, menjadi lumrah. Ini memperhatikan hukum di Belanda, bahwa kumpul kebo menjadi lumrah dan tecermin dalam KUHP.

Baca Juga: Dirjen Pajak Akui Meski Bergaji Tinggi, Masih Ada yang Maling

Setelah melalui perdebatan, penyusun, kumpul kebo akhirnya menjadi delik pidana sepanjang ada aduan. Artinya kumpul kebo tanpa ada pengadu, tidak boleh digerebek.

Salah satu argumen anggota DPR-RI menggantinya adalah untuk menggusur KUHP Belanda yang berkiblat kepada ideologi budaya Belanda dengan ciri kebebasan mutlak individu.

Ini tercermin dalam draf RKUHP versi 30 November 2022 yang dikirimkan jubir RKUHP, Albert Aries, Senin (5/12/2022).

Misal Pasal 412 RKUHP berbunyi:

           1. Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

- Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau

- Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

           2. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

           3. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

 

Juga soal zina, tertuang dalam Pasal 411 RKUHP:

1. Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

 2. Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

- Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.

- Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

3. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

4.  Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

 

Selain itu salah satu reformulasi di dalam RKUHP yakni perluasan definisi perkosaan. Dalam draf final RKUHP, pemerkosaan melibatkan alat kelamin maupun oral. Adapun definisi perkosaan diperluas dalam Bab Perkosaan di RKUHP.

Baca Juga: Aturan Kumpul Kebo di KUHP Diusik Media Asing

Tindak perkosaan terancam 12 tahun pidana. Jika anak yang menjadi korban, maka ancaman diperberat dengan minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.

Selain itu, jika perbuatan dilakukan suami-istri, maka tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan korban.

 

Perluasan definisi perkosaan dituangkan dalam Pasal 473 RKUHP:

1. Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

2. Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:

3. Persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah;

4. Persetubuhan dengan Anak;

5. Persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau

6. Persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau Barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.

7. Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan cara:

Baca Juga: RUU KUHP Sejak 1963 Disahkan DPR-RI

8. Memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain;

9. Memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau

10. Memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.

11. Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dilakukan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VII.

12. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga bagi Setiap Orang yang memaksa Anak untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dengan orang lain.

13. Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam ikatan perkawinan, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan Korban.

14. Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

15. Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

16. Jika Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah Anak kandung, Anak tiri, atau Anak di bawah perwaliannya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

17. Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu, atau dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan bahaya, keadaan darurat, situasi konflik, bencana, atau perang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

18. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (10) merupakan tindak pidana kekerasan seksual. n jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU