Sahat, Terima Cashback Dana Hibah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 16 Des 2022 21:00 WIB

Sahat, Terima Cashback Dana Hibah

i

H. Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Ironis! Sahat Tua Simandjuntak (STPS), sebagai Wakil Ketua DPRD Propinsi Jawa Timur, diungkap KPK, terima suap dari penerima dana hibah yang dibagikan kepada kepala desa. Suap ke Sahat Tua Simandjuntak seperti cashback dari publik.

Cashback dalam bisnis adalah sebuah strategi marketing. Dalam praktik bisnis, cashback dinilai memberikan banyak manfaat pada perusahaan  yang menyelenggarakan cashback tersebut.

Baca Juga: Amicus Curiae, Terobosan Hukum

Maklum, cashback merupakan hadiah uang tunai, voucher, atau poin yang diberikan konsumen setelah berbelanja barang atau jasa di perusahaan.

Ini menggambarkan, politisi senior Partai Golkar ini dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat memberi sentuhan bisnis. Luar biasa cara Sahat Tua Simandjuntak kumpulkan Cuan berpolitik gunakan strategi marketing.

Publik yang satu-dua hari ini penasaran modus korupsi Sahat, kini bisa dicerahkan. Ini setelah konstruksi perkara tersangka Sahat Tua Simandjuntak, telah disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, kepada pers, Jumat (16/12/2022).

KPK mengungkap dugaan korupsi Sahat, diawali pada anggaran tahun 2020 dan 2021. Anggaran dalam APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini merealisasikan dana hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun.

Dana hibah sebesar ini diagendakan disalurkan kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Jatim. Penyaluran dana hibah ini melalui kelompok masyarakat (pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.

Sahat, tahu, pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur. Maklum Sahat Tua Simanjuntak yang menjabat sebagai anggota DPRD sekaligus wakil ketua DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024, ikut mengusulkan ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Menariknya, Sahat menawarkan diri untuk membantu memperlancar pengusulan dana hibah tersebut. Dan proses perlancaran ini tidak gratis. Ada kesepakatan sejumlah uang. Tawaran Sahat disanggupi Abdul Hamid (AH) yang merupakan Kepala Desa Jelgung, kecamatan Robatal, Sampang. Abdul Hamid, merupakan koordinator pokmas.

"Diduga terjadi kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH setelah adanya pembayaran komitmen fee atau ijon, tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20% dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Tersangka AH mendapatkan bagian 10%," ucapnya. Praktis dana hibah dipotong 30% untuk Bancakan.

"Di tahun 2021 disalurkan sebesar Rp 40 miliar, dan tahun 2022 telah disalurkan sebanyak 40 miliar," ungkap Johanis Tanak.

Abdul Hamid lantas kembali berkomunikasi dengan Sahat Tua, agar pada tahun 2023, ia bisa mendapat dana hibah kembali. Keduanya lantas bersepakat menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp 2 milliar kepada Sahat Tua.

KPK menemukan tersangka Abdul Hamid diketahui melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar di salah satu bank pada 13 Desember 2022. Uang ini diserahkan kepada tersangka Ilham Wahyudi (IW) untuk dibawa ke Surabaya dan diserahkan pada Rusdi yang merupakan orang kepercayaan Sahat Tua. Penyerahan dilakukan pada salah satu mall di Surabaya.

Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Tersangka AH, akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).

Menurut KPK, dalam pengurusan dana hibah, Sahat Tua menerima uang korupsi Rp 5 miliar. Diantaranya ada yang berbentuk Dolar Singapura hingga pecahan Rp 10 ribu.

Bukti yang ini ditunjukan pegawai KPK yang memperlihatkan barang bukti sitaan uang yang berjumlah Rp 1 miliar saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) dini hari kemarin.

 

***

Baca Juga: Uangnya Rp 40 M Disita KPK, Mantan Mentan Panik

 

Kini, KPK resmi menahan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak, karena diduga menerima suap pengelolaan dana hibah hingga Rp 5 miliar. Ketersangkaan Sahat dalam perkara korupsi, bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT), Rabu (15/12/2022) malam.

Sekarang, setelah pemeriksaan marathon sejak Kamis pagi hingga Jumat dini hari kemarin, Sahat Tua dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara pemberi suap, Abdul Hamid (AH), Kepala Desa Jelgung di Kecamatan Robatal Sampang, Koordinator Kelompok Masyarakat dan Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng, Koordinator Lapangan Kelompok Masyarakat.

Pertanyaannya mengapa Sahat yang bukan pengelola dana APBD Jatim bisa membuat kesepakatan dengan kelompok masyarakat?

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, pengelolaan dana hibah bisa berakibat munculnya tanggapan ataupun opini publik yang negatif.

Terutama terhadap kinerja pemerintah Provinsi Jatim dalam pemberian bantuan hibah dan bansos yang bersumber dari APBD.

Mengingat baik pemprov maupun DPRD Jatim tahu bahwa pemberian hibah dan bansos yang bersumber dari APBD  merupakan bentuk komitmen Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Khususnya peningkatan kinerja pemerintah Provinsi Jatim terkait asas keadilan, kepatuhan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

Nah, dengan OTT terhadap Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Jatim, saatnya Pemprov Jatim berbenah dalam penyaluran dana hibah. Juga Ketua DPRD Jatim.

Baca Juga: KPK tak Gentar Bupati Sidoarjo, Ajukan Praperadilan

Terungkap pengelolaan dana hibah oleh wakil rakyat dijadikan bancakan yang ternyata diinisiasi wakil rakyat.

Bukan tidak mungkin KPK, setelah menangkap Sahat, juga akan memanggil pejabat Pemprov Jatim.

Mengingat secara administratif adalah perangkat daerah yang menganggarkan belanja hibah dan bantuan sosial.

KPK bukan tidak mungkin menggandeng BPK atau BPKP Jatim untuk menelusuri proses administrasi sampai  proses pencairan dana hibah yang dikelola Sahat. Termasuk  penerima hibah dan bansos.

Suap dan cashback yang terjadi dalam perkara Sahat bisa merupakan modus baru penyaluran dana melalui wakil rakyat.

Alokasi "penyunatan" dana hibah yang melilit Sahat sampai 30% bisa dirundung tidak sesuai mekanisme pengelolaan dana hibah oleh Wakil Ketua DPRD Jatim tidak tepat sasaran.

Ini bukti bahwa kebijakan Pemerintah Provinsi Jatim dalam penyaluran dana hibah melalui wakil rakyat tak sesuai regulasi dan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Semoga Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengevaluasi efektivitas penyaluran dana hibah libatkan wakil rakyat. Bisa jadi Sahat Tua Simanjuntak, secara sadar atau tak sadar telah merusak reputasi Partai Golkar dan DPRD Jatim. Wallauhalam. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU