Sambat Kemerdekaan ke-76 UMKM dan Warga di Surabaya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 17 Agu 2021 13:08 WIB

Sambat Kemerdekaan ke-76 UMKM dan Warga di Surabaya

i

Caption: Ilustrasi sambat kemerdekaan/ foto: Pixabay

SURABAYAPAGI, Surabaya -  Hari ini, Selasa (17/08/2021) tepat 76 tahun ibu pertiwi merasakan kemerdekaan. Tepat hari ini pula, sang saka merah putih dikibarkan dengan iringan Indonesia Raya.

Selama 76 tahun merdeka, 7 kali sudah ibu pertiwi mengganti presiden. Mulai dari Soekarno, Soeharto hingga presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama masa itu pula, para pemimpin negara terus berupaya menjalankan amanat UUD 1945 khususnya melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.

Baca Juga: Fenomena ‘War Takjil’ Ramadhan Jadi Berkah dan Peluang UMKM Tingkatkan Penjualan

Pertanyaannya apakah upaya melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum telah dirasakan oleh masyarakat hari ini?

Surabaya Pagi pun mencoba menghubungi secara acak beberapa masyarakat di Surabaya terkait kehadiran negara dalam menjalankan tugasnya melindungi dan memajukan kesejahteraan masyarakat.

Orang yang dijumpai pertama adalah para pedagang UMKM di sentra wisata kuliner (SWK) Krembangan dan taman Kalianget.  Firman, salah satu pedagang di taman Kalianget menyampaikan, sejak tahun 2021 ia tak merasakan kehadiran negara dalam melindungi dan mensejahterakan masyarakat.

Menurutnya, tugas negara saat ini adalah menakut-nakuti masyarakat kecil dan mengumbar janji tanpa ada upaya menepatinya.

"Kalau ditanya itu tentu jawaban saya kecewa mas. Negara gak hadir buat pedagang kecil kayak kami mas. Kalau hadir, kami gak perlu teriak minta bantuan ke negara, bantuan itu pasti akan datang. Sekarang, hanya janji akan ada bantuan, tapi mana sampe sekarang gak cair, cair mas. Malah kita disuruh tutup waktu PPKM darurat," kata Firman kepada Surabaya Pagi, Selasa (17/08/2021).

Firman tentu merasa kecewa, sejak kebijakan PPKM berkepanjangan mulai darurat hingga level 4, omzetnya terus menurun, namun tagihan sewa tempat, listrik dan air terus berdatangan setiap bulan.

Selama PPKM kata Firman, omzetnya bahkan tidak mencapai angka Rp 200 ribu. Celakanya, dengan omzet terseb, ia harus mencari lagi pinjaman untuk melengkapi biaya sewa tempat di Taman Kalianget. Dalam sebulan, biaya sewa yang harus ia bayarkan adalah sebesar Rp750 ribu.

"Ya mau gimana lagi, terpaksa nombok [tambah] mas, dari pada diusir. Itu yang katanya mensejahterakan rakyat tapi rakyat seperti kami untuk hidup harus berjuang sendiri," katanya dengan nada kesal.

Sambat kemerdekaan ke-76 juga dilontarkan Bu A'an (38) salah satu pelaku UMKM di SWK Krembangan. Menurutnya, bila amanat UUD 1945 meminta negara untuk melindungi dan mensejahterakan rakyatnya maka seharusnya kebijakan pemerintah di pandemi covid-19 ini berpihak pada rakyat bukan sebaliknya.

"Coba kita lihat kebijakan PPKM darurat waktu itu, yang kena dampak siapa, ya kami. Kami disuruh tutup. Ini kursi-kursi waktu hari pertama sama petugas dinaikan ke atas meja, ada yang lagi makan disuruh pulang. Padahal yang makan cuma 1 orang. Gak ada kerumunan, tapi coba kalau pilkada atau pejabat ulang tahun, siapa yang berani usir kalau ada kerumunan," kata Bu A'an

Sambat lainnya juga datang dari generasi milenial. Salah satunya adalah Koordinator Wilayah V (Jatim, Mataram dan Bali) GMKI periode 2018-2020 Ridwan Tapatfeto. Menurutnya hari ini arogansi kekuasaan dalam membela diri sangat terlihat sekali.

Terbukti dengan upaya pihak kepolisian memburu pembuat mural wajah yang mirip Jokowi dengan tulisan dimatanya "404: Not Found". Menurut Ridwan, mural tersebut sebetulnya merupakan bentuk kritik dari pelaku seni.

Baca Juga: Lia Istifhama: War Takjil Menjadi Momen Tepat Support UMKM

"Itu kan jelas, kalau kita tafsirkan maknanya adalah si pembuat mural merasa negara, karena presiden adalah simbol negara, itu tidak hadir saat ini di masyarakat. Makanya saat dicari not found tuh atau tidak ditemukan," kata Ridwan Tapatfeto kepada Surabaya Pagi, Selasa (17/08/2021).

Oleh karenanya menurut Ridwan, kemerdekaan ke-76 kali ini, hanya dirasakan oleh para elit ataupun penguasa, sementara rakyat kecil terus berjuang mempertahankan hidup di tengah pandemi covid-19.

Negara lanjutnya, hanya memburu dan berupaya memenjarakan para pengkritik sementara melupakan pencuri uang negara atau koruptor yang berlomba-lomba mengurangi masa kurungan.

"Di Tangerang itu ada yang buat mural tulisannya Tuhan aku lapar, langsung loh didatangi polisi. Sementara yang korupsi bantuan sosial untuk rakyat, maka tindakan aparat, justru ia malah minta dibebaskan karena katanya punya anak dan istri," ucapnya.

"Tapi memang ini PR kita, ya saya hanya berpesan di kemerdekaan ke-76, yuk kita sama-sama benahi cara bernegara kita, negara harus hadir untuk masyarakat khususnya wong cilik. Kalau kata Chairul Anwar, kerja kita belum selesai, jadi mari sama-sama kita selesaikan ini," pungkasnya lagi.

Tak hanya, sambat kemerdekaan juga datang dari dunia pendidikan. Kepala Sekolah SMP YPPI 1 Surabaya, Dra.Titris Hariyanti juga ikut sambat kebijakan sekolah dari rumah saja.

Bukan tanpa sebab, menurut Titris dengan sekolah dari rumah siswa kehilangan banyak nilai. Nilai yang dimaksud bukan hanya nilai akademis melainkan nilai moral dan tanggung sosial anak.

Baca Juga: Bupati Sumenep Himbau Agar Produk Lokal Dipertahankan

"Anak itu di sekolah bukan hanya dapat pelajaran, tapi banyak nilai-nilai lainnya seperti bagaimana menghargai guru dan teman, taat pada aturan, bagaimana membangun hubungan dan cara berkomunikasi yang baik dengan teman, nilai-nilai yang tidak didapat kalau belajar dari rumah," kata Titris kepada Surabaya Pagi.

Ia menyayangkan, pemerintah melarang belajar di sekolah, sementara proses vaksinasi di berbagai tempat terjadi kerumunan bahkan menimbulkan kerusuhan seperti di Surabaya dan Medan.

Ia juga menyayangkan, pemerintah melalui dinas pendidikan melarang belajar di sekolah bahkan beberapa sekolah yang ingin ujian toefl cambridge kepada siswanya pun dilarang, tapi dinas pendidikan selalu mengadakan kegiatan yang mengumpulkan siswa di sekolah.

"Ada sekolah yang mau urus izin untuk ujian toefl, tidak dikasih izin. Tapi program dinas seperti sekolah gotong royong membuat siswa harus ke sekolah," katanya

Oleh karenanya ia meminta agar, proses pembelajaran tatap muka di sekolah segera diberlakukan. Karena hal tersebut berkaitan tak hanya bagi kemampuan akademis siswa melainkan bagi pembentukan karakter siswa di masa depan.

"Jadi dari saya semoga kebijakan belajar tatap muka segera diberlakukan, mekanismenya kami sudah ada, tinggal diatur 25% siswa masuk yang lain di rumah, begitu terus secara bergantian. Vaksinasi sampe menumpuk boleh, masa belajar di sekolah hanya beberapa orang gak bisa," katanya.sem

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU