SANG AKTOR DRAMA

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 20 Nov 2017 00:25 WIB

SANG AKTOR DRAMA

SAYA sangat menikmati karya-karya drama sastrawan besar dari bumi Inggris, William Shakespeare (1564-1616). Kisah-kisah yang diangkat menggambarkan situasi di era kepemimpinan Ratu Elizabeth I yang mampu merengkuh damai bersama seteru bebuyutannya, Perancis dan Spanyol. Bongkahan sejarah dan tumbuhnya peradaban di abad ke-15 sampai 17 seolah terekam dalam deretan karyanya yang mencakup 38 naskah drama maupun 154 soneta. Karya legendarisnya berupa narasi drama yang mencerminkan tragedi Pangeran Denmark, Hamlet yang menyapa publiknya tahun 1605. Sebuah kisah tentang balas dendam sebelum sinetron-sinetron dan film-film asal India memenuhi belantara rumah-rumah warga Kota Surabaya di abad 20-21 ini. Dialog-dialog Hamlet sangat memukau seperti yang diterjemahkan oleh Santiko Budi (2016) untuk memotret apa yang tengah menghiasi ruang-ruang hukum Republik kita. Kasus yang dilakonkan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto sejak semula menduduki DPR RI dalam bahasa Hamlet: ... kurasa ada sesuatu yang memberat di hati menyebab alam nan permai menjadi gersang. Lihat, langit lazuardi cakrawala dan angkasa dengan mentari menyinar api, bagiku semua ini nampak bak gumparan asap belaka, coba renungkan betapa luar biasa manusia dicipta, betapa agung, betapa luas daya nalarnya, betapa mengagumkan bentuk geraknya .... Ya betapa Setnov mampu memerankan posisi politiknya dengan apik serta mengaduk jiwa bangsa. Hadirnya KPK dalam proses hukum ini dibuat repot dengan segala kreasinya dan khalayak berdegup tanpa mampu beranjak. Cerita tiang listrik hadir menjadi energi yang menguras daya tahan penyuara labirin tanda lelah untuk negara. Untunglah rakyat semakin perkasa menggunakan medsos tanpa pernah jeda, meski ada ancaman untuk dikriminalisasi seperceritaan dalam layanan yuridis atas Buni Yani. Inilah negara yang berteriak memberi tahu adanya penjarahan atas kekayaan negara termasuk penginformasi penghasut umat beragama dapat diciduk atas nama kegaduhan. Sementara semua pihak dapat menyaksikan dengan mata telanjang, betapa pemegang kuasa lahan suka bergaduh-gaduh ria. Jangan lagi berteriak maling untuk tetanggamu yang kemalingan, kalau tidak hendak dilaporkan pemaling atas terjadinya terganggunya ketertiban umum. Hamlet mengucap pesan kepada Rosencrantz yang berbisik pula dengan Guildenstern: ... justru itu yang harus kau katakan kepadaku ku pinta kalian demi persahabatan, demi masa kanak-kanak kita, demi persahabatan dan kasih terjalin, dan demi apa saja yang lebih sempurna, orang bisa reka, ku pinta kalian berterus terang, apakah kalian mendapat titah atau tidak. Hamlet selanjutnya sangat menikmati ujaran-ujarannya dengan menggiring satu notasi yang amat ditekankan skenarionya. Hamlet berterus terang: ... mereka datang, ku mesti berpura-pura gila, carilah tempat. Suatu drama yang mampu mengejawantahkan apa yang dirasakan dan dijejalkan dalam alam pikiran rakyat Indonesia. Sesungguhnya lukisan kehidupan Hamlet saya baca secara bersanding dengan adonan naskah Othello, karya lain dari William Shakespeare. Othello merupakan bagian dari 20 drama terbaik yang telah dihimpun dua bersaudara Charles Lamb (1775-1834) & Mary Anne Lamb (1764-1847). Kehidupan politisi dan kelambu kelam wakil rakyat yang mengikis psikologi konstituennya dapat direnung dari apa yang dialami oleh Brabantio. Dia adalah seorang senator yang super kaya dari kota Venice. A. Rahmatullah (2015) mampu mengalihbahasakan Tales From Shakespeare dengan hatinya, sehingga saya menjadi terbuai. Perebutan putri cantik sang senator yang bernama Desdemona mampu menyeruak menyodorkan problem yang mewarnai negara. Karier dan Tahta diperebutkan seiring dengan kelindan asmara Desdemona. Biarlah pembaca memiliki keluasan berimajinasi tentang Desdemona tanpa batas badani. Saya sendiri memaknainya Desdemona adalah aliran dana E-KTP yang mampu memikat hati para senator yang sudah sangat bergelimang harta. Mereka tidak pernah kenyang dengan desdemona yang telah dimiliki. Bahkan memikat desdemona yang lain adalah pertaruhan. Dan untuk itu semua, sang senator dapat memainkan drama begitu paripurna, sampai kita dibuat terbelalak. Kok isok yo nglakoni peran seperti itu. Andai saja William Shakespeare hidup di Indonesia di zaman now yang mengetahui geliat yang dipertontonkan Setnov, mungkin dia akan terpilih dalam ajang seleksi aktor drama untuk memanggungkan seluruh naskah-naskahnya. Sedemikian terpikatnya pengguna medsos sehingga tiang listrik adalah instrumen untuk melampiaskan kekonyolan pelaku hukum negara. Kata save tiang listrik dan save Setnov menyeruak ke permukaan sebagai a global buzz-word, kata yang menggemparkan. Kata itu menarik perhatian semua lapisan masyarakat. Para selebriti sampai kalangan ulama dan akademisi memberikan atensi atas apa yang memukau dari istilah sang penerima gelar KH (Kiai Haji) ini. Banyak pihak terhanyut dalam keterkilikan yang muncul sebagai ekspresi peradaban celoteh. Ini adalah wujud paling hiperbolik dimana terminologi yang lahir dan kemudian hadir ke ruang internet tidak harus muncul melalui riset lembaga survei untuk mengundang respons zetizen. Satire tiang listrik¸ bukan tiang dusun (orang desa) ini sejatinya memberikan pesan kepada negara jauh lebih dahsyat lagi. Orang-orang desa di bentara sawah-ladang dan yang bergerak ke lorong-lorong perkotaan sesungguhnya menyaksikan dengan terang bahwa dunia hukum ini sedang sibuk memanen ejekan. Bahkan terdapat pemaknaan bahwa negara tidak dirindu kehadirannya oleh mereka yang dioyak-oyak, apalagi yang sengaja dibuldoser ke pinggir kekuasaan. Ada penilaian, negara tidak mengambil posisi merekonstruksi harkatnya menjadi habitat yang memartabatkan manusia. Robohnya Rumah Radio Bung Tomo adalah contoh pemberian kunci membuka lebar akses bagi para punggawa ekonomi dengan permadani merah tanda hormat. Terhadap hal ini bacalah karya Husain bin Ahmad Amin Alfu Hikayat wa Hikayat min al Adab al Araby al Qadim (2003) yang berisi 100 mutiara kearifan dalam menyikapi Penguasa, Makelar dan Dirham. Tiga kata yang acapkali menjerat hukum. Memang dunia hukum mengalami problema yang nyaris sama dalam relasi antara kekuasaan, permakelaran dan harta. Pertarungan selalu berimpitan dalam kejora penegakan hukum. Atmosfer penegakan hukum semakin disilang-sengkuratkan. Hukum yang mestinya menjamin ketertiban dan kepastian dengan jiwa keadilannya, tampak tumpah mengalirkan siapa pintar memainkan. Law enforcement dipertontonkan penuh onak sambil menunjukkan akulah yang kuasa. Berisiknya dunia hukum kian menyempurnakan keriuhan politik yang setiap hari menggaungkan raungan tanpa makna. Pendidikan tinggi hukum jangan sampai mematung dalam menghadapi situasi ini. Para yuris harus segera beranjak ambil bagian dalam memberikan solusi atas berbagai persoalan bangsa. Diskursus yang terbangun bahwa hukum hanyalah gumparan misi normatif harus dapat dielaborasi secara lebih tematik dengan beragam permasalahan yang kini sedang bergerak cepat di gelanggang pertarungan. Pendidikan hukum pada dasarnya sebagai endapan pikir setelah menjelajah wilayah-wilayah ilmu hukum dan non hukum secara interaktif. Gagasan UUD 1945 yang mempermaklumatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) sedang digugat manfaatnya. Kenyataan konstitusional ini merupakan indikator mengenai kesahihan profesi hukum dalam koridor UUD 1945. Para juristenrecht atau lawyers law alias pengembang ilmu hukum wajib berkontribusi mengembangkan dan meneguhkan hukum yang tidak mengisolasi diri dari agar hukum itu dirindu, bukan yang disumpah serapahi. Pembelajaran hukum tidak boleh berotasi linier tanpa sedia berdialog. Hukum jangan dikerangkeng dalam space ketersendiriannya yang vacum, tidak bersentuhan dengan segmen kehidupan lainnya. Hukum bukan menara gading dan mercusuar purba. Hukum yang terbidik sebagai hukum rule of law (bukan rule of man) yang mengabaikan kepatutan sosialnya (social reasonableness) pada ritme tertentu akan kehilangan orientasi sebagai bagian hakiki ilmu kemanusiaan (humanistic studies). Ke depan meski sedikit spekulatif, kita memiliki impian agar hukum ditunggu selalu keadirannya sebagai solusi setiap persoalan negara. Bagaimana rakyat merasa nyaman diayomi oleh hukum dengan aparaturnya yang membopong rakyat, bukan menjadikan hukum sebagai alat penindasan bagi yang lemah atau untuk dilemahkan. Tentu kita semua harus terus membangun optimisme penegakan hukum yang dilakukan secara adil. KPK telah mampu merebut hati rakyat dan rakyat memberikan kepercayaan atasnya. Lanjutkan. Akhirnya sebagai sivitas akademika Universitas Airlangga, melalui rubrik ini, saya turut berbela sungkawa atas berpulangnya guru kami semua, Bapak Patologi Klinik Fakultas Kedokteran. Tuhan muliakan beliau dengan ampunan dan derajat yang tinggi di haribaan-Mu. Alfatihah.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU