Sel Denditrik Dikembangkan untuk Tangani Covid-19

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 19 Apr 2021 20:57 WIB

Sel Denditrik Dikembangkan untuk Tangani Covid-19

i

Jajaran dokter RSPAD Gatot Subroto menggelar konferensi pers di Mabes TNI, Jakarta, Senin (19/4/2021).

 

Direktur Pelayanan Kesehatan RSPAD Kritik Kepala BPOM yang Persoalkan Efek Samping Vaksin Nusantara

Baca Juga: Pasar Murah di Kodim Ponorogo Diserbu Warga

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta- Direktur Pelayanan Kesehatan RSPAD Gatot Soebroto, Brigjen TNI Nyoto Widyo Astoro, memastikan penelitian vaksin nusantara yang menggunakan sel denditrik akan dilanjutkan oleh tim peneliti yang sekarang dengan mengikuti kaidah ilmiah.

"Ini adalah suatu penelitian sel denditrik di RSPAD gitu ya. Dan penelitian ini nanti harus mengikuti kaidah-kaidah ilmiah," kata Nyoto, dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4/2021). Hadir juga Kapuspen TNI Mayjen TNI Achmad Riad.

Diryankes RSPAD Gatot Soebroto Nyoto Widyo Astoro menjelaskan alasan uji klinis fase II Vaksin Nusantara digelar di rumah sakit milik TNI tersebut. Menurutnya, hal itu dikarenakan RSPAD sudah lebih dulu mengembangkan penelitian sel dendritik yang menjadi basis pembuatan Vaksin Nusantara. "Sebetulnya ini bukan dipindah atau tidak dipindah. Jadi RSPAD memang melakukan penelitian mengenai (sel) denditrik," tegas Brigjen Nyoto.

Nyoto menjelaskan, sel denditrik sebetulnya sudah digunakan untuk pengobatan kanker. Namun saat ini dikembangkan untuk penanganan Covid-19. "Memang ini dicoba barangkali untuk membuat vaksin yang dari dendritik terutama ditujukan untuk vaksin, diharapkan untuk vaksin Covid-19," jelasnya.

Oleh karena itu, penelitian Vaksin Nusantara akan dilakukan secara baik. Sehingga bisa sesuai kaidah ilmiah yang berlaku. "Diterima secara ilmiah kemudian memang harus disetujui oleh beberapa pemangku. Untuk melegalkan denditrik tersebut untuk pembuatan vaksin dalam hal ini," ujarnya.

 

Kritik Kepala BPOM

Menanggapi efek samping Vaksin Nusantara sebesar 71.4 persen relawan pada uji klinik fase I mengalami kejadian tidak diinginkan (KTD) yang diungkap Kepala BPOM, Nyoto menyebut merupakan hal lumrah.

"Gejala-gejala kegiatan penelitian vaksin, yang jelas semua vaksin itu mesti ada protein asli. Pasti kalau disuntikkan akan menyebabkan gejala.Dalam penelitian (vaksin) pasti begitu," imbuh dr. Nyoto.

Gejala-gejala yang dialami pasca-imunisasi umumnya sakit saat disuntik dan demam.

Nyoto memastikan, semua efek samping yang dirasakan para relawan uji klinik fase I vaksin Nusantara telah dicatat dan akan dilaporkan pada pemangku kepentingan, dalam hal ini Badan POM. "Semua gejala tidak ada yang ditutupi atau tidak dilaporkan. Jadi semua gejala yang ada akan dilaporkan," ujar dr. Nyoto.

Selain itu dr. Nyoto juga menjelaskan bahwa vaksin-vaksin Covid-19 lainnya juga memiliki efek samping pada manusia. "Vaksin-vaksin lain pun mungkin gejalanya agak pegal-pegal badannya, lemas dan sebagainya. Itu semua gejala yang barangkali juga muncul kepada vaksin-vaksin yang lain," kata dia.

 

Hal Biasa

Mengenai gejala ikutan sebagai akibat pemberian vaksin, di antaranya rasa sakit, demam dan lainnya, tambah Nyoto, merupakan hal biasa. "Itu kan gejala-gejala yang bisa diatasi. Artinya itu adalah efek samping ya, tapi bisa diatasi barangkali kalau yang gejala-gejala normal, yang muncul-muncul itu bidang pokok penelitian pasti itu lah yang akan dicatat gejala efek samping," kata dia.

Efek samping dalam uji coba penelitian itu, kata dia, akan dicatat dan dilaporkan kepada BPOM dan TNI. Pihak TNI tidak akan menutup-nutupi semua gejala yang muncul selama proses penelitian. "Semua gejala-gejala tidak ada yang ditutupi atau tidak dilaporkan. Jadi semua gejala akan dilaporkan. Dan nanti tentu saja yang nanti akan menilai adalah BPOM, apakah gejala ini bisa layak dan sebagainya dalam vaksin ya, tapi itu hal yang biasa," katanya.

Vaksin lainnya, kata dia, juga kerap memicu gejala efek samping. "Karena vaksin-vaksin yang lain pun ada pegal-pegal badannya, kadang-kadang sakit di tempat suntikan, jadi lemas dan sebagainya, itu semua gejala-gejala tersebut juga barang kali juga muncul pada vaksin-vaksin yang lain," ungkapnya.

 

Sangat Mendukung Inovasi

Sementara itu Kepala Pusat Kesehatan TNI, Mayor Jenderal Tugas Ratmono, mengatakan pihaknya sangat mendukung inovasi teknologi untuk mendukung penanggulangan Covid-19, termasuk di antaranya inovasi vaksin Nusantara. "Tentunya ini harus menjunjung tinggi kaidah keilmuannya, baik tahapan-tahapan dari suatu inovasi termasuk tahapan penelitian," kata Tugas.

 

Baca Juga: Pemberian Pangkat Jenderal TNI (HOR) ke Prabowo, Usulannya Panglima TNI

Riset Dilakukan Mahasiswa S3

Sedang Kepala RSPAD Letjen TNI Albertus Budi Sulistya, yang hadir dalam jumpa pers pagi kemarin menanggapi "santai" kontroversi yang ada lantaran menganggap riset Vaksin Nusantara selayaknya biasa dilakukan mahasiswa S3. Dengan demikian, penelitian tetap bisa dilakukan meski hanya mengantongi izin etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK).

"Intinya bahwa penelitian itu (Vaksin Nusantara) sama dengan penelitian mahasiswa S3 atau penelitian eksperimental yang lain," terang Budi, Kamis (15/4). "Itu kan bisa aja dilaksanakan asal ada ethical clearance atau izin etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan."

Pada kesempatan itu, Budi juga membahas soal aspek Good Clinical Practice (GCP) yang menjadi alasan BPOM enggan menurunkan izin uji klinis fase II. "Tentunya dengan tuntutan penelitian dilaksanakan secara Good Clinical Practice," tegas Budi, dikutip dari CNN Indonesia.

Bahkan sebelumnya Budi juga menilai Vaksin Nusantara bisa menyebabkan Indonesia bersaing dengan kemajuan riset ilmiah internasional. "Ini menjadi penemuan yang luar biasa dan aman. Indonesia akan sejajar dengan negara-negara besar dan memiliki harga diri bangsa, sekaligus akan membantu perekonomian nasional," jelas Budi.

 

Terawan Menjamin

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjamin tim peneliti Vaksin Nusantara secara keseluruhan asli Warga Negara Indonesia (WNI). Klaim itu ia sampaikan sekaligus menepis pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tempo hari yang menyebut tim peneliti vaksin besutan Terawan didominasi warga negara asing, yakni Amerika Serikat (AS).

“Bule masuk lihat bagaimana orang Indonesia bekerja, ditonton orang bule. Berbeda dengan pendapat orang (BPOM), orang bule yang bekerja dan orang Indonesia menonton, tidak,” kata Terawan dalam video yang diunggah melalui kanal YouTube RKN Media pada Jumat (16/4/2021) lalu.

Terawan menyampaikan hal itu sembari berbincang dengan pasangan selebritas Anang Hermansyah dan Ashanty yang menjalani pengambilan sampel darah untuk Vaksin Nusantara di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto pada hari yang sama. “Di sini semua 100 persen yang bekerja orang Indonesia,” imbuh Terawan.

 

TNI akan Selalu Mendukung

Baca Juga: Rabu ini, Prabowo Bintang Empat

Kapuspen TNI Mayjen TNI Achmad Riad menyatakan program Vaksin Nusantara bukan program dari TNI. Namun demikian, kata dia, sesuai dengan sikap pemerintah, terkait berbagai bentuk inovasi dalam negeri seperti vaksin dan obat-obatan, untuk penanggulangan Covid-19, maka TNI akan selalu mendukungnya.

"Dengan catatan telah memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sehingga harus ada tiga kriteria penting yang harus dipenuhi. Yaitu Keamanan, efikasi, dan kelayalannya," kata Riad.

Selain itu, kata dia, juga perlu pengurusan perizinan, kerjasama antara TNI dengan berbagai pihak. Riad juga menegaskan penggunaan fasilitas kesehatan dan tenaga ahli kesehatan atau peneliti akan diatur sesuai mekanisme kerja yang berlaku.

"Penggunaan fasilitas kesehatan dan tenaga ahli kesehatan atau peneliti akan diatur dengan mekanisme kerja sama sebagai dasar hukum atau legal standing, dan tanpa menggangu tugas-tugas kedinasan atau tugas pokok kestauan," kata Riad.

Sejak awal pandemi Covid-19 melanda dunia dan Indonesia, kata Riad, TNI telah berkomitmen untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19 ini dengan mengerahkan semua kemampuan yang ada baik dari segi personil, alutsista, dan peralatan lainnya.

Sebelum ini, Kepala BPOM Penny K Lukito menyebut tim peneliti Vaksin Nusantara didominasi orang asing yang merupakan pihak sponsor yakni AIVITA Biomedical Inc dari AS. Dia juga mengungkap bahwa tim peneliti Universitas Diponegoro dan RSUP dr. Kariadi Semarang tak banyak ikut andil dalam proses uji klinis I vaksin nusantara ini.

“Memang ada training para dokter di RSUP Kariadi tersebut, Tapi kemudian mereka hanya menonton, tidak melakukan langsung, karena dalam pertanyaan juga mereka tidak menguasai,” Penny dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR RI yang disiarkan secara daring, Kamis (8/4/2021).

Selain itu dalam rilis hasil inspeksi BPOM terhadap Vaksin Nusantara, Penny membeberkan proses pembuatan vaksin berbasis sel dendritik ini meskipun telah dilakukan pelatihan ke staf di RS Kariadi tapi pada pelaksanaannya tetap dilakukan tim dari AIVITA Biomedica.

Tak hanya itu, dari hasil inspeksi menurut Penny, peneliti utama dr Djoko Wibisono dari RSPAD Gatot Soebroto dan dr Karyana dari Balitbangkes justru tak mengetahui isi dari beberapa komponen tambahan dalam sediaan vaksin.

Merespons itu, dr Karyana pun menyayangkan apa yang disampaikan Penny. Sebab menurutnya tawaran bantuan dari AS merupakan proses transfer alih teknologi. Nantinya, Indonesia secara bertahap bakal mengembangkan vaksin secara mandiri dan penuh.

Karyana lantas menegaskan pada tiga subjek pilot project di awal memang dikerjakan oleh tim AIVITA dari AS. Tapi menurutnya, ketika uji klinis pada 28 relawan, tim dari RSUP dr Kariadi sudah bisa melakukan secara mandiri.

Sebagaimana diketahui penelitian vaksin Nusantara dilakukan tim peneliti dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Subroto, RSUP dr Kariadi dan Universitas Diponegoro. Penelitian ini disponsori oleh PT. Rama Emerald Multi Sukses atau PT. AIVITA Indonesia yang bekerja sama dengan Balitbangkes Kemenkes. n jk/erc/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU