Sembilan OPK di Lamongan Desak Pembahasan RUU Kesehatan Dibatalkan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 22 Nov 2022 17:42 WIB

Sembilan OPK di Lamongan Desak Pembahasan RUU Kesehatan Dibatalkan

i

Para Ketua OPK di Lamongan menunjukkan surat pernyataan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law. SP/MUHAJIRIN KASRUN

SURABAYAPAGI.COM, Lamongan - Karena dinilai mengebiri tenaga kesehatan, atas penghapusan sejumlah pasal dan pembahasannya terkesan mengesampingkan pemangku kebijakan (stakeholder), masyarakat dan seluruh Organisasi Profesi Kesehatan (OPK), sebanyak sembilan organisasi profesi (OP) Kesehatan di Lamongan mendesak pembatalan RUU Kesehatan (Omnibus Law), yang kini masuk agenda prioritas Prolegnas DPR RI demi keadilan.

Baca Juga: Kurang Konsentrasi, Truk Tabrak Tronton

Siaran Pers itu disampaikan oleh dr Budi Himawan Koordinator Forum Koalisi Organisasi Profesi Kesehatan Kabupaten Lamongan, Selasa (22/11/2022) di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Lamongan di Jalan Soewoko 108.

Disebutkan oleh Budi panggilan akrab koordinator yang juga ketua IDI Lamongan ini, ke delapan organisasi profesi yang mendesak pembatalan pembahasan Rancangan Undang-Undang  Kesehatan Omnibus law itu meliputi, IDI, PDGI, IAI, PPNI, IBI, PATELKI, PAFI, PARI dan PTGMI.

"Demi rasa keadilan apalagi UU Kesehatan masih cukup relevan dan sudah baik dan hanya perlu pemerataan tenaga kesehatan di setiap Provinsi, kiranya pembahasan RUUK Omnibus law yang kini sudah masuk menjadi Prolegnas DPR RI agar tidak dilanjutkan dan dibatalkan saja," kata Budi diamini para ketua OPK yang turut hadir dan mendampinginya.

Sederet pasal kontroversi dibeberkan oleh sembilan OPK, diantaranya pemerataan tenaga kesehatan di Provinsi masih belum berjalan maksimal. Tenaga kesehatan di Jawa sama di luar Jawa pemerataannya masih jauh. Ia lalu menyebut Provinsi Papua di Provinsi paling timur Indonesia ini keberadaan tenaga kesehatan masih minim, sehingga ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah dengan melakukan pemerataan, bukan membuat UU lagi.

Belum soal isi pasal ketika tenaga kesehatan melakukan tindakan kesalahan dalam pelayanan, maka ancaman pidananya sampai 5 tahun. Namun anehnya pengobatan tradisional ketika melakukan kesalahan hanya dipidana 1 tahun. "Pasal yang demikian ini mencederai tenaga kesehatan dan tidak adil, dimana kami bekerja dilindungi UU mendapatkan ganjaran pidana yang tidak seimbang dengan pengobatan tradisional," bebernya.  

Baca Juga: Bocah di Lamongan Tewas Tenggelam di Telaga

Adapun soal tenaga kesehatan asing, bagaimana cara adaptasinya bekerja di Indonesia, saringan ketat menjadi longgar, kompetensinya patut dipertanyakan, berkaitan dengan kesehatan itu akan membahayakan."Secara skill kami ini tidak mau kalah dengan tenaga kesehatan asing, dan kamu tidak takut kalau memang ada persaingan dengan tenaga asing tapi semua ini kami menolak karena  pertimbangan nya pelayanan kesehatan kepada masyarakat," akunya.

Saat ini kata Budi, yang harus dilakukan adalah penguatan dan penataan UU yang sudah ada, bukan membuat baru. "Setelah kami pelajari apabila RUUK ini  disahkan akan terjadi disharmonisasi tenaga kesehatan  dengan pemerintah daerah," terangnya.

Kalau tetap dibahas di Prolegnas kata Budi,  maka pihaknya meminta dilibatkan tenaga kesehatan, dengan perlunya  sinergitas dan peran aktif dari Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan seluruh Organisasi Profesi Kesehatan yang terdaftar dalam Puspronakes dalam menentukan kebijakan di bidang kesehatan termasuk penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law.

Baca Juga: Kupatan Tanjung Kodok, Lestarikan Tradisi dan Promosi Wisata Lamongan

Hal ini sesuai dengan aturan WHO yang mana WHO telah menerbitkan dokumen Global Strategy On Human Resources for Health Workforce 2030 dimana dalam menentukan kebijakan kesehatan pemerintah harus melibatkan asosiasi profesi, institusi pendidikan, pemberi kerja, hingga masyarakat sipil.

Demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas katanya, pihaknya  memohon dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) dapat mendorong penguatan Undang-Undang profesi kesehatan,dan mendesak agar pemerintah maupun DPR lebih sering melibatkan Organisasi Profesi kesehatan dan unsur masyarakat lainnya, dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih bermutu.

Pengaturan Omnibus Law kata Budi, harus mengacu kepentingan dan keadilan masyarakat. Dan dalam penataan Undang-Undang di bidang kesehatan yang baru harus dapat dijadikan sebagai penguatan dari penataan dan perbaikan Undang-Undang yang sudah ada dan harus melalui kajian akademis yang baik sesuai dengan Organisasi Profesi yang terkait. jir

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU