Home / Ekonomi dan Bisnis : Nasib Kampung Ilmu di Tengah Pandemi

Sepi Pembeli Langsung, Order Online tak Terbendung

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 14 Feb 2021 20:45 WIB

Sepi Pembeli Langsung, Order Online tak Terbendung

i

Kondisi kios-kios di Kampung Ilmu Jalan Semarang Surabaya, Minggu (14/2/2021) kemarin terlihat sepi. Hanya segilintir pengunjung yang mendatangi pusat buku bekas ini. SP/kontri-Achmad Reza

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Kampung ilmu di Jalan Semarang pernah menjadi salah satu tempat alternatif bagi penggemar buku di Surabaya bahkan di Jawa Timur. Pasalnya di Kampung Ilmu ini menjual beragam jenis buku mulai buku yang sulit ditemui hingga buku baru. Pandemi Covid-19 ini jelas berpengaruh terhadap para penjual buku di Kampung Ilmu ini. Bagaimana nasibnya kini? Berikut laporan kontributor Surabaya Pagi, Achmad Reza.

Baca Juga: 13 UMKM Ekspor 3.300 Handicraft ke Kanada

Jam buka Kampung Ilmu ini mengikuti ketetapan dari Pemkot Surabaya mengenai pembatasan sosial, yaitu buka pukul 08:00 hingga 21.00 WIB. Untuk hari Minggu (14/2/2021) kemarin, dari pantauan Surabaya Pagi, terlihat cukup sepi.

Dari pantauan Surabaya Pagi, yang mendatangi sejak pukul 10:00 WIB, pengunjung bisa dihitung dengan jari. Setidaknya, secara acak, setiap kios, dalam kurun waktu dua jam, hanya didatangi 1-3 pengunjung.

Mereka hanya melihat-lihat dan hanya bertanya. Untuk membeli secara langsung, dari pantauan, hanya satu pembeli yang melakukannya.

Hal ini diungkapkan oleh Ade (35), Pemilik Kedai Komik. Ade mengungkapkan jika pengunjung sangat menurun, biasanya saat sebelum pandemi akhir pekan pengunjung bisa memenuhi hampir disetiap stan buku. Kini, akhir pekan, bisa dihitung dengan jari.

“Dulu sebelum adanya pandemi ini sehari bisa 20 sampai 30 buku, sekarang dari penjualan offline saja buku kami yang terjual sekitar 5 sampai 10 buku saja,” ungkap Ade, kepada Surabaya Pagi, Minggu (14/2/2021).

Kini, meski nyaris sepi, tambah Ade yang sembari menata komik dan melayani pelangggan, menuturkan hampir 90 persen pedagang buku di Kampung Ilmu, untuk tetap survive dengan berjualan melalui daring.

Baca Juga: OJK Ajak Perempuan Raih Kesejahteraan Finansial

Akan tetapi dirinya sendiri penjualan secara online tidak berpengaruh banyak. “Kalo disini buku sekolah sudah tidak ada yang pernah cari lagi. Untuk pendapatan sendiri memang banyak sekali penurunannya, ambil contoh saja misal biasanya dapat 100 ribu sehari sekarang hanya 30 ribu saja, bahkan turunnya lebih dari 50 persen,” ucap Ade, sambil membersih-bersihkan buku yang ditumpuk dan ditutupi terpal, karena hujan.

Kampung Ilmu ini adalah tempat yang diinisiasi Pemkot Surabaya untuk menampung para penjual buku yang dulunya berjualan di sepanjang emperan Jalan Semarang. Setidaknya saat ini ada lebih dari 15 kios yang ada di Kampung Ilmu.

Sepinya pengunjung juga dirasakan oleh Sofiyudin (38), pemilik Toko Sofiyudin Pustaka. Menurutnya banyak orang yang takut datang ke Kampung Ilmu karena mengira bakal ramai dan berdesakan.

Ia mengungkapkan sebenarnya banyak pelanggannya yang ingin datang langsung untuk mencari buku akan tetapi ketakutan juga kebijakan pembatasan sosial membuat niat datang ke kios tersebut diurungkan.

Baca Juga: KKP Dorong Ratusan UMKM Naik Kelas

“Kebanyakan larinya sendiri ke online. Secara daring. Untungnya para langganan ini nyimpen nomer saya dan menghubungi lewat WA kalau mau menanyakan seputar buku, terus nanti saya foto,” kata Sofiyudin saat ditemui di kios miliknya, Minggu (14/2/2021).

Pemilik Toko Sofiyudin Pustaka ini menjelaskan penjualan offline sendiri terbilang sangat sepi, apalagi posisi kiosnya sendiri berada di darerah belakang dan terhalang oleh parkiran mobil membuat kunjungan pelanggan-pun menjadi minim.

“Maka dari itu penjualan saya tekankan di online. Saya sendiri sudah berjualan buku di toko online sendiri sudah dari sebelum pandemi. Buku yang terjual ya tentang religi, sejarah, dan yang paling laris di masa pandemi ini buku anak-anak,” jelasnya.

Ia pun jika kebutuhan buku ini memang berkurang semasa Covid-19 melanda. Menurutnya kebanyakan orang-orang lebih memprioritaskan pengeluaran untuk membeli makanan, cemilan juga sembako. Penurunan penghasilan juga sangat dirasakan olehnya.  “Dulu masa-masa sebelum pandemi dari borongan, dalam sebulan, saya bisa dapat sekitar empat hingga lima juta, sekaran sudah berkurang sangat-sangat banyak,” pungkas Sofiyudin. mg-arb/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU