Sidang Perdana Mas Bechi, Pakar Hukum Pidana Angkat Bicara Soal Pasal Berlapis

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 22 Jul 2022 11:04 WIB

Sidang Perdana Mas Bechi, Pakar Hukum Pidana Angkat Bicara Soal Pasal Berlapis

i

Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Untag Surabaya Dr. Erny Herlin Setyorini S. H. M. H.

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Pada sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan atas kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap santriwati Jombang oleh terdakwa M. Subchi Azal alias Mas Bechi, Senin 18 Juni 2022, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menjerat terdakwa dengan pasal berlapis dengan dakwaan alternatif.

Terkait hal itu, Pakar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Untag Surabaya Dr. Erny Herlin Setyorini S. H. M. H. menjelaskan bahwa kalau pasal berlapis artinya memang satu orang itu melakukan beberapa jenis tindak pidana.

Baca Juga: JPU Bacakan Replik, Kuasa Hukum Mas Bechi Menyoroti

“Jadi ada beberapa perbuatan tindak pidana yang dilakukan, kemudian waktunya berbeda, tapi pelakunya hanya satu,” kata Dr. Erny saat ditemui.

Sementara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menjadi dasar bagi JPU untuk membuat surat dakwaan. Menurutnya, lantaran ini menjadi dasar, maka sepatutnya atau seharusnya dakwaan itu mendasarkan pada BAP-nya. Apabila dikaitkan dengan ini, pihaknya mengaku heran mengapa ada sebutan pasal berlapis dan ada yang dakwaan alternatif.

“Tetapi di satu sisi karena dalam perkara pidana didasarkan pada alat bukti, mungkin maksudnya daripada Penuntut Umum kalau misalkan nanti yang di BAP atau pasal yang disangkakan itu tidak terbukti di persidangan, supaya nanti tidak diputus bebas maka dibuat dakwaan alternatif begitu. Jadi kalau dakwaan alternatif itu nanti untuk membuktikan,” ia menerangkan.

Ia menjelaskan, pertama sangkaannya Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan. Jika itu tidak terbukti maka nanti yang terbukti di Pasal 289 tentang pencabulan. Namun jika keduanya tidak terbukti, maka Pasal 294 ayat (2) ke-2 KUHP Jo. (Juncto) Pasal 65 ayat 1 KUHP ini yang dikaitkan.

“Kalau dikaitkan dengan kasusnya seorang Kyai atau guru ngaji atau perannya apa si Mas Bechi itu harusnya melindungi anak didiknya. Tapi kenapa kok dia malah melakukan pencabulan,” ia menegaskan.

Lebih lanjut, menurut Dr. Erny, tentang pencabulan juga menjadi persoalan, lantaran yang disebut pencabulan itu korbannya adalah anak di bawah usia 18 tahun. Terhadap anak ini nanti dia akan di Juncto-kan ke Undang-Undang Perlindungan Anak juga.

“Sementara pengacaranya bilang usianya pada saat tindak pidana terjadi itu sudah 20 tahun, berarti bukan lagi anak, tapi dewasa, sehingga pasal ini (289 KUHP tentang pencabulan) tidak tepat karena sekarang ini si korban usianya sudah 25 tahun,” ia menjelaskan.

Adapun titik beratnya untuk menyangka atau mendakwa adalah pada saat tindak pidana itu terjadi, dalam kasus ini titik fokusnya adalah di usia 20 tahun. Itu yang kemudian menjadi persoalan sehingga dianggap pasal ini tidak tepat.

“Tetapi kalau ini memang dakwaan alternatif yang tujuannya untuk menghindari supaya terdakwa itu tidak bebas, maka sebenarnya ini sah-sah saja, itu di sisi yang lain, semua itu nanti pada proses pembuktiannya, tergantung mana yang terbukti,” ia memastikan.

Baca Juga: Sidang Kasus Pencabulan Santri di Jombang, JPU Sebut Bechi Tidak Konsisten

“Memang dalam masalah pidana ini kompleks. Pengacara boleh saja tetap membela dengan berbagai argumen menggunakan KUHP walau kliennya bersalah. Pun sebaliknya, Penuntut Umum juga begitu dengan Jaksanya yang tidak ingin terdakwa lepas. Karena itu membuat dakwaan alternatif,” ia menambahkan.

Dengan demikian, apabila Pasal 285 KUHP “mbleset” dan hanya itu saja pasal yang didakwakan namun tidak terbukti, maka dipastikan terdakwa bebas. Tapi kalau ketiga pasal terbukti, hakim akan memilih salah satunya untuk dasar menjatuhkan putusannya.

“Ada lima jenis alat bukti, ada keterangan saksi yang melihat walaupun lama dari jarak peristiwa yang terjadi itu sudah bisa jadi alat bukti. Kemudian dari keterangan ahli. Ketiga, menyangkut tentang surat yang mendukung, keempat adalah petunjuk, yang terakhir adalah keterangan dari terdakwa,” ia menjabarkan.

Sebagai informasi, pasal berlapis dengan dakwaan alternatif yang didakwakan oleh JPU, yakni Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun, Pasal 289 KUHP tentang pecabulan dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun, Pasal 294 ayat (2) ke-2 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun Jo. (Juncto) Pasal 65 ayat 1 KUHP.

“Kalau nanti sistem berlapis berarti nanti semua pasal yang didakwakan akan digabungkan semua ancaman pidananya 12+9+7. Tetapi dari gabungan semua itu, hasil penjumlahannya tidak boleh lebih dari 12 tahun ditambah sepertiganya yaitu 4 tahun, itu namanya komulasi murni sistem pemidanaannya. Berarti nanti JPU-nya kalau memang itu berlapis maksimal tuntutannya ini 16 tahun,” ia menguraikan.

Baca Juga: Pledoi Mas Bechi Setebal 438 Halaman

Di lain hal, yakni terkait BAP yang tidak diberikan kepada Kuasa Hukum Terdakwa, Dr. Erni pun mempertanyakan pengacaranya mendampinginya dari mulai kapan? Kalau mulai dari tingkat kepolisian, dia terus mendampingi.

“Artinya sebelum BAP ditandatangani oleh tersangka atau terduga, dia harus mendampingi, harus membaca dulu. Mungkin pada kasus ini pengacara pendampingnya sudah kelewat (tidak mulai dari tingkat kepolisian mendampingi terdakwa),” ia menandaskan.

Sementara terkait sidang yang digelar secara online, menurutnya yang menjadi salah satu pertimbangan Kejaksaan dan JPU yaitu melihat kondisi korban. Sedangkan terkait ditambah tindakan kebiri, pihaknya menerangkan kalau terdakwa baru melakukan satu kali perbuatan tersebut, maka itu tidak bisa ditambah tindakan kebiri.

Tetapi kalau melakukan satu kali dan ini yang melakukan adalah pendidik terhadap anak didiknya, itu bisa ditambahkan dengan kebiri kimia, meski itu korbannya hanya satu tapi pelakunya adalah orang terdekatnya (gurunya, pendidiknya, atau orang tuanya).

“Tapi kalau dia baru melakukan satu kali tapi korbannya lebih dari satu, bisa. Tapi dijatuhkannya selesai dia menjalankan masa pidana. Namun kalau selama dakwaannya tidak menyebut ditambahkan tindakan kebiri, maka sampai akhir putusan tidak bisa ditambahkan tindakan kebiri,” ia menuturkan. res

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU