Home / Catatan Tatang : Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi

Skandal PCR Diduga Korupsi Kebijakan Menko Luhut dan Erick

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 07 Nov 2021 11:29 WIB

Skandal PCR Diduga Korupsi Kebijakan Menko Luhut dan Erick

i

Catatan Politik Dr. H. Tatang Istiawan

Pak Presiden Jokowi Yth,
Reaksi publik tentang lingkaran bisnis tes deteksi Covid-19 polymerase chain reaction (PCR) masih santer diperdebatkan publik di media sosial, khususnya Twitter. Ini karena pemainnya ditenggarai pembantu Anda yang selama pandemi banyak berperan tangani alat kesehatan terkait pandemi covid-19.
Ini menunjukan tidak mudah jadi presiden di Indonesia. Termasuk kelola pembantu Anda yang sampai kini sudah dua menteri yang diborgol KPK yaitu Menteri Sosial Idrus Marham. Kader Golkar ibi ditahan KPK pada tahun 2018 kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau 1. Usai Idrus, ganti Mensos Juliari Batubara, kader PDIP yang diborgol.
Presiden sebelum Anda, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah curhat ke publik melalui akun twitternya @SBYudhoyono seperti dilansir setkab.go.id, Senin (11/11/2013).
SBY, heran, kenapa banyak orang yang ingin jadi presiden, emang enak? Memang bisa bikin baik negeri ini?
Menurut SBY, bagi pemimpin sejati, ada suka duka, tantangan berat dan ujian sejarah tentu adalah romantika dan kekayaan hidup yang tiada tara.
Saya tertarik kata “pemimpin sejati”. Apakah Anda bagian dari pemimpin sejati? Hal pasti yang saya amati sebagai anak bangsa, ada suka dan duka menjadi presiden dengan atribut pemimpin sejati.
Seperti yang Anda alami saat ini. Usai kasus Bansos yang dilakukan menteri sosial Juliari, kini muncul skandal PCR yang menyentuh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN, Erick Thohir.
Kasus PCR disorot publik berhari-hari sampai menjadi polemik. Sorotannya tak kalah tajam dari kasus bansos?
Pertanyaan jurnalisnya dimana akuntabilitas tiga menteri pembantu Anda itu? Juliari Batubara, mantan mensos Anda sudah dihukum 12 tahun. Kini Luhut dan Erick dilaporkan ke KPK. Publik mengetahui. Terlepas “power” Luhut dan Erick Thohir, ini kasus PCR telah menjadi bahasan publik. Kasus PCR telah berubah skandal yang menerpa kepemimpinan Anda.
Dalam kamus bahasa Inggris, arti skandal adalah perbuatan yang memalukan, perkara yang keji, dan bikin keonaran.
Skandal PCR adalah skandal politik yang melibatkan para politisi dan pejabat pemerintahan (administrasi publik) . Luhut dan Erick berdasarkan temuan masyarakat madani dituduh telah melakukan penggunaan dan distribusi jabatan politik untuk keuntungan finansial pribadi dan kelompoknya, sekaligus pelanggaran norma-norma umum seperti korupsi dan melakukan praktik-praktik yang tidak etis yang telah menciptakan perhatian dan kemarahan publik yang berdampak luas.
Katakan, Luhut dan Erick belum divonis hukum
Seperti Juliari. Tapi keduanya telah di vonis oleh publik melalui berbagai media cetak dan sosial. Maklum skandal PCR terjadi menyangkut hajat hidup orang banyak pada saat bencana nasional, pandemi covid-19?
Apa yang dilakukan Luhut dan Erick ini sudah menyentuh akuntabilitas . Bagi orang berakal
sehat dua pembantu Anda bisa dianggap abaikan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Akal sehat saya menyebut akuntabilitas hampir sama dengan tanggung gugat. Tanggung gugat dalam bahasa kemasyarakatan terkait pertanggungjawaban ke publik. Misal Luhut dan Erick dalam keikut sertaan berbisnis kelola tes PCR, fakta hukumnya, baik Luhut maupun Erick sama-sama punya i saham di perusahaan pengelola tes PCR, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) ?
Akal sehat saya terusik sudahkah Luhut dan Erick Thohir berpikir dengan ikut saham di PT GSI, keduanya terapkan prinsip akuntabilitas sebagai penyelenggara negara? Akal sehat penyelenggara negara yang mengerti prinsip akuntabilitas mesti sadar adanya keterbukaan data terkait pilihan ikut saham bisnis tes PCR saat pandemi covid-19? Dan data kepemilikan saham Luhut dan Erick di publik justru dibongkar oleh aktivis sipil. Ini menunjukan Luhut dan Erick tidak jujur atau tak mau terapkan transparansi kelola pemerintahan yang bersih, bebas dari kepentingan pribadi (vested interest).
Sebagai menteri yang sudah punya perusahaan tambang dan berbagai bisnis dengan omzet triliunan, Luhut dan Erick, ternyata masih nyasak bisnis yang menyentuh orang kecil. Apa arah dan untuk siapa, serta gunanya apa sudah jadi warga triliuded masih ikut bisnis tes PCR?.
Ini penting untuk pertanggungjawaban dua pembantu Anda. Apalagi kelakuannya ( maaf bahasa skandal) sudah tercium oleh investigasi wartawan majalah Tempo.
Literasi yang pernah saya baca tentang akuntabilitas, ada lima unsur penting dalam good governance. Pertama ada voice of accountability. Ini terkait mengajak partisipasi orang lain. Kini publik, baik pers, LSM dan politisi mulai mengendus keikut sertaan dua pembantu Anda itu. Sorotan publik ini bagian dari partisipasi mengkontrol tindak-tanduk pembantu Anda.
Kedua, saat memilih ikut bisnis tes PCR, sebagai penyelenggara negara, mestinya Luhut dan Erick tidak boleh ciptakan violence atau orang yang menderita karena keputusan dan pilihan yang dibuatnya yaitu menetapkan harga tes PCR dengan harga mencekik leher. Ini merambah unsur korupsi atau menyalagunakan kewenangannya, karena baik Luhut maupun Erick adalah pejabat pembuat regulasi covid-19 (harga tes PCR dan aturan tes PCR bagi penumpang pesawat udara).
Anda mesti tahu bahwa untuk birokrat dalam persoalan korupsi harus lebih diprioritaskan, karena jika di birokrasi ada korupsi berarti ada indikasi kegagalan kepemimpinan Anda dalam menjalankan tugas.

Baca Juga: Pegawai BUMN akan Libur 3 Hari Sepekan

Pak Presiden Jokowi Yth,
Apakah keterlibatan Menko Maritim-Investasi Luhut dan Menteri BUMN Erick Thohir punya conflict of interest dalam bisnis tes PCR? Sejauh yang saya pantau publik menilai ada. Urusan apakah Anda sependapat atau tidak rakyat yang akan menilai reputasi Anda.
Bagi akal sehat saya, Anda pasti tahu bahwa
keterlibatan dua pembantu Anda ikut saham bisnis PCR adalah sumber konflik kepentingan.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 mengenai Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) telah ada anjuran kepada pemerintah untuk membuat pengaturan terkait konflik kepentingan. Ini diatur pada Pasal 7 ayat 4 dan Pasal 8 ayat 5 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Sayangnya, anjuran ini belum dilaksanakan oleh pemerintah Anda.
Meski demikian saat ini, sudah terdapat peraturan yang mengatur penanganan konflik kepentingan yang baru setingkat Peraturan Menteri (Permen) yakni dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2012. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi, mengatur soal etika seorang pejabat negara.
Berdasarkan aturan ini persoalan dugaan keterlibatan Luhut dan Erick, bukan pada pengakuan Luhut mendapat keuntungan pribadi atau tidak. Itu domain pledoi Luhut. Publik bisa menyerat ada uang untuk Luhut dan Erick.
Dan ini diakui atau tidak oleh dua pembantu Anda, perbuatannya telah bersentuhan dengan etika menteri yang harusnya dihindari agar tidak bersinggungan dengan konflik kepentingan (conflict of interest) antara pembuat regulasi dan bisnis hasil regulasi kewenangan Luhut dan Erick.
Anda mesti konsisten berpikir bahwa saat pandemi Covid-19 konflik kepentingan ini bisa berimbas banyak pada masyarakat.
Dan ini, sadar atau tidak bisa berimbas pada citra pemerintahan Anda. Akal sehat saya berbisik saatnya Anda bentuk tim usut dugaan bisnis tes PCR pada kedua menteri Anda yang libatkan masyarakat madani, ICW dan Pers.
Ini penting untuk meyakinkan publik dengan bukti bahwa pemerintahan Anda saat ini bersih dari dugaan praktik bisnis yang sifatnya memberi keuntungan pribadi pada Menko Luhut dan Erick Thohir.
Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 yang berimbas banyak pada masyarakat.
Selain itu Anda bisa minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kejaksaan juga ikut mengusut skandal ini untuk memastikan pemerintahan Anda bersih dari praktik mafia bisnis tes PCR. Ingat dalam tindak korupsi tidak semata-mata pelaku mendapat keuntungan.
Menurut pengetahuan saya, apa yang terjadi saat itu masuk dalam ranah korupsi kebijakan. Pemahaman saya ada kebijakan yang dibuat dalam melegalisasi tindakan korupsinya. Adalah wajar KPK dan Kejaksaan perlu mencari tahu. Masak kalah dengan temuan investigasi wartawan majalah Tempo.
Literasi yang saya baca, korupsi kebijakan lebih berbahaya daripada korupsi dalam bentuk uang.
Mengingat korupsi terkait pemberian lisensi PCR monopoli kepada para cukong bisnis farmasi.
Dalam catatan jurnalistik saya sejak Orde baru, korupsi kebijakan acapkali lahir menjadi korupsi jenis jenis baru yang banyak menyita perhatian publik. Sampai era kepemimpinan Anda korupsi jenis ini menjadi suatu fenomena yang berkembang. Kasus-Bansos adalah bukti verifikatif bahwa fenomena korupsi kebijakan itu ada dan merugikan rakyat dan negara.
Literasi yang saya miliki, peristiwa korupsi kebijakan dalam perspektif kriminologi termasuk kualifikasi white collar crime, saudara occupational crime dan discretionary crime. Saya pahami korupsi kebijakan lahir karena adanya jabatan tertentu dengan wewenang yang legitimate berdasarkan hukum, disana terdapat kepentingan pribadi di tengah kepentingan masyarakat. Disini ada nilai jahat untuk mencuri uang negara. Disadari atau tidak, dalam korupsi kebijakan terdapat hubungan kekuasan dengan praktek korupsi yang melibatkan dan bisnis perusahaan swasta.
Akal sehat saya mengatakan jangan sampai kasus Bansos yang merugikan masyarakat kini ditambah skandal PCR PCR. Habis ini apa Lagi. Skandal PCR telah rugikan rakyat saat pandemi….?
Selama Anda masih dikelilingi menteri- menteri yang mau memanfaatkan regulasi yang dimilikinya, bakal akan ada skandal-skandal baru yang lebih tak beradab. ([email protected])

Baca Juga: Luhut Penasaran, Taylor Swift tak Manggung di Indonesia

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU