Soal Kebijakan Impor 1 Juta Ton Beras, Ini Kata Pakar Ekonomi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 24 Mar 2021 15:10 WIB

Soal Kebijakan Impor 1 Juta Ton Beras, Ini Kata Pakar Ekonomi

i

Impor beras. SP/ Media Indonesia

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi belum lama ini mengeluarkan kebijakan impor 1 juta ton beras.

Bahkan dalam sidang bersama anggota Komisi VI DPR RI pada Senin (22/03/2021) lalu, Lutfi dengan tegas mengaku siap melepas jabatannya bila keputusan impor tersebut salah.

Baca Juga: Adventure Land Romokalisari Surabaya Ramai Peminat Wisatawan Luar Kota

Alasan ia melakukan impor beras karena cadangan beras pemerintah di Perum Bulog saat ini tergolong sangat sedikit dalam menghadapi momen Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Dengan perkiraan CBP beras layak di gudang Bulog sebesar 500 ribu ton, yang belum tentu cukup untuk stabilisasi harga.

Khofifah Tolak Impor

Kebijakan impor ini pun menjadi bola liar bagi Menag. Banyak kepala daerah yang menolak kebijakan tersebut.

Gubernur Jawa Timur, Kofifah Indarparawansa dengan tegas menyatakan bahwa saat ini Jatim tengah surplus beras. Bahkan mantan menteri sosial itu menjelaskan, ketersediaan beras di Jatim bahkan surplus hingga akhir Mei 2021.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, surplus beras di Jatim akan terjadi karena sampai semester satu luas panen dihitung asumsi hingga April sebesar 974.189 hektare dengan asumsi produksi beras 3.053.994 ton.

"Jadi berdasarkan prediksi dan hitungan kami, di Jatim akan ada surplus 902.401 ton. Dengan jumlah itu, maka Jatim tidak perlu ada suplai beras impor. Stok beras kita sangat melimpah. Bahkan saat ini tim satgas pangan sedang keliling untuk menyerap padi dan beras produksi panen" kata Khofifah dinukil dari Jatimprov.go.id

Angka ketersedian beras tersebut kata Khofifah, masih belum dihitung dengan tambahan luas panen Mei dan Juni. Yang luas lahannya 295.118 ha dengan produksi 1.008.779 ton. Sehingga produksi beras Jawa Timur sampai dengan semester 1 adalah 1.911.180 ton.

"Jadi, saya tegaskan bahwa ketersedian 2021 Kondisi stok sangat aman, Tahun 2020 kita juga surplus 1,9 juta ton, yang secara tidak langsung menjadi stok atau cadangan," katanya

Surplus 7 Juta Ton Secara Nasional

Sementara itu, pakar ekonomi asal Universitas Airlangga Surabaya (Unair) Dr. Imron Mawardi, SP., M.Si menyebutkan, stock beras Indonesia masih sangat banyak.

Berdasarkan survey kementrian pertanian kata Imron, konsumsi beras per kapita 1 orang Indonesia per tahun rata-rata adalah sebanyak  92,9 kg. Dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270 juta maka kebutuhan beras Indonesia hanya sekitar 25,083 juta ton per tahun.

"Anggaplah ditambah dengan benih, ditambah keperluan industri. Kebutuhan maksimal kita sekitar 30 juta ton," kata Dr. Imron Mawardi, SP., M.Si saat dihubungi melalui saluran telepon, Rabu (24/03/2021).

Jumlah konsumsi ini kata Imron, masih jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan total produksi  beras di Indonesia. Secara nasional, total produksi beras Indonesia mencapai 31,70 juta ton pertahun.

"Sehingga tanpa impor pun, beras kita sudah surplus. Ditambah lagi, sisa surplus tahun kemarin itu 6 juta ton. Jadi kalau dihutung kita itu sudah surplus sekitar 7 juta ton. Nah untuk apa impor," katanya

Imron pun menyebut beras banyak beredar di masyarakat. Karena secara sistem, tidak ada kewajiban untuk beras di setor ke pemerintah atau ke bulog. Ditambah lagi kapasitas bulog yang sangat terbatas.

"Kalau ditanya berasnya dimana, ada di masyarakat. Memang tidak di bulog. Bulog hanya punya sekitar 350 ton," katanya

Buffer Beras Hanya 700 ribu

Dengan mempertimbangkan keadaan darurat, seperti bencana alam, kekeringan atau hal terduga lainnya, maka diperlukan tambahan beras sebagai buffer atau penyangga manakala terjadi bencana.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Gelar Halal Bihalal

Kendati begitu kata Imron, buffer beras berdasarkan penelitian, diperlukan paling banyak adalah sekitar 700 ribu sebagai ketahanan pangan nasional.

"Sebenarnya kalau hitung-hitungan, untuk ketahanan berdasarkan riset sebenarnya kita hanya butuh sekitar 700 ribu ton. Itu sudah cukup," katanya

"Dengan pertimbangan ini maka impor beras ini sebenarnya tidak tepat. Tidak perlu impor," tambahnya lagi

Merugikan Petani

Lebih lanjut Imron menyebut, kebijakan impor yang dilakukan oleh Menag dianggap merugikan para petani. Mengingat saat ini Indonesia tengah memasuki masa panen raya.

Tatakala impor 1 juta ton beras dilakukan, maka jumlah beras di Indonesia akan sangat melimpah. Hal ini tentu akan berbanding lurus dengan banyaknya beras yang dijual di pasar.

"Artinya kemudian harga gabah dan harga beras akan turun. Karena pada saat ini panen raya kemudian akan datang juga beras impor sehingga supplaynya menjadi berlebih. Dengan asumsi tidak ada kenaikan permintaan sehingga tidak menguntungkan petani," jelasnya

Alasan lainnya adalah bila beras impor berhasil didatangkan maka untuk pendistribusiannya akan sangat sulit. Mengingat, kebijakan bantuan pemerinta saat ini lebih menekankan pada subsidi berupa uang.

"Dulu ada bantuan pemerintah dalam bentuk bahan makanan. Sekarang bantuan itu dalam bentuk tunai. Sehingga bulog, bila impor banyak akan kesulitan untuk mendistribusikan beras," ucapnya

"Jadi dengan pertimbangan ini, kebijakan impor itu harus dibatalkan," katanya

Baca Juga: Dispendik Surabaya Pastikan Pramuka Tetap Berjalan

Tren Konsumsi Beras Menurun

Imron juga menyinggung tren konsumsi beras masyarakat Indonesia. Berdasarkan survey dari kementrian pertanian, tren mengonsumsi beras Indonesia selama beberapa tahun terakhir mengalami penurunan.

Sebelumnya 1 orang Indonesia dalam 1 tahun mengonsumsi beras sebanyak 114 kg per tahun. Namun kini, angka tersebut mengalami penurunan menjadi 92,9 kg per tahun.

Musabab penurunan ini terjadi karena ada banyak bahan pangan alternatif lainnya yang dianggap oleh masyarakat mampu menggantikan beras.

"Ya karena berbagai macam alternatif karbohidrat sekarang orang bisa makan roti, umbi-umbian, gandum. Nanti bisa dikaitkan dengan impor gandum. Kalau impor gandum meningkat, artinya konsumsi gandum masyarakat mulai meningkat, dan konsumsi beras itu cendrung menurun," ucapnya

Harus Berbasis Data

Masih dari Unair, pakar ekonomi Prof. Drs. H. Tjiptohadi Sawarjuwono M. Ec. Ph.D, Ak menyebut, kebijakan impor beras dapat dilakukan dengan syarat kebutuhan beras secara nasional tidak mencukupi.

Karena secara geografis, di Indonesia ada wilayah-wilayah ada wilayah yang tidak menghasilkan beras dan ada wilayah yang disebut sebagai wilayah penghasil beras seperti Jawa Timur.

Wilayah penghasil beras katanya, tentu akan surplus dengan beras. Sementara wilayah yang tidak menghasilkan beras tentu pula akan sangat minus.

"Kalau memang secara keseluruhan tidak perlu impor ya jangan, tapi kalau ada daerah lebih ada daerah yang kurang, dan secara nasional kita kekurangan ya silahkan impor. Jadi data itu sangat penting," kata Prof. Drs. H. Tjiptohadi Sawarjuwono M. Ec. Ph.D, Ak melalui saluran telepon, Rabu (24/03/2021). Sem

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU