Soal Pajak Token Listrik dan Pulsa, Agen: Pemerintah Hanya Cari Wakaf

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 31 Jan 2021 15:04 WIB

Soal Pajak Token Listrik dan Pulsa, Agen: Pemerintah Hanya Cari Wakaf

i

Salah satu agen pulsa di wilayah Menur yang mengeluh akan kebijakan pajak. SP/ Sem

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Mulai Senin (01/02/2021) besok pungutan pajak untuk token listrik dan pulsa perdana akan diberlakukan.

Baca Juga: Manfaatkan Aset, Pemkot Surabaya Bangun 8 Lokasi Wisata Rakyat 

Pemberlakuan tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.6/PMK.03/2021 tentang Perhitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token dan voucer, yang dikeluarkan pada 22 Januari 2021 lalu.
 
Munculnya pemberlakuan pajak tersebut ditanggapi oleh berbagai agen dan pengecer pulsa di Surabaya. Salah satunya dari Ridho X Cell di wilayah Menur Pumpungan Surabaya.
 
Saat saya mengunjungi gerainya, nampak sepi konsumen. Bu Yayuk, istrinya mengaku sepinya pelanggan sudah sejak virus covid-19 melanda Indonesia.
 
"Apalagi setelah ada pemberlakuan sekolah di rumah, mulai sepi. Orang lebih memilih pake wifi," kata Yayuk, Minggu (31/01/2021).
 
Menurut Yayuk, pemberlakuan penarikan PPh dan PPn oleh pemerintah, merupakan bentuk kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat kecil.
 
Ia mengaku, pemerintah mungkin telah kehabisan cara untuk menutupi keuangan negara sehingga harus menarik pajak lagi dari masyarakat khususnya pengecer seperti dirinya.
 
"Sudah gak bisa kendalikan ekonomi, gak minta maaf ini malah cari wakaf ke rakyat kecil," ucapnya kesal.
 
Hal serupa juga diungkapkan oleh Amin pengecer pulsa dan kartu perdana di wilayah Klampis Jaya Surabaya. Menurut Amin apabila penarikan pajak tersebut membuat ia merugi maka harga pulsa dan kartu perdana akan dinaikan olehnya.
 
"Ya terpaksa mas, untuk menutup kerugian mas," kata Amin.
 
Sementara itu, pakar ekonom asal Universitas Airlangga Prof. Drs. H. Tjiptohadi Sawarjuwono M. Ec. Ph.D, Ak menyanpaikan, PMK yang dikeluarkan Sri Mulyani sangat terlambat dan tidak tepat momentumnya.
 
"Menurut saya keputusan itu, seharusnya sudah dikeluarkan sejak undang-undang tentang PPN dikeluarkan," kata Prof. Tjiptohadi Sarwojuwono melalui saluran telpon
 
Dinukil dari situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) UU tentang PPN dan PPh telah dikeluarkan sejak 2009 lalu dan masih berlaku hingga saat ini. 
 
"(Kebijakan) Itu terlambat. Keterlambatan ini yang akhirnya membuat masyarakat protes apalagi saat ini kondisi covid, ekonomi masyarakat pada lemah semua. Seharusnya semua jenis penjualan termasuk makanan yang kita beli kena pajak," ucapnya
 
"Supaya tidak terasa (pada penjual), cara akalinya, harga itu sudah termasuk pajak. Tinggal dipotong nilai sebanarnya dari barang yang dijual belikan," tambahnya
 
Edi salah satu warga di wilayah Menur merasa keberatan akan kebijakan tersebut. Selama ini ia menggunakan listrik token dengan 1.300 Kwh.
 
Menurutnya bila pemberlakuan pajak tersebut berpengaruh pada harga pembelian token listrik maka ia merasa agak keberatan dengan kebijakan tersebut.
 
"Namanya itu palakin masyarakat mas," kata Edi
 
"Kita susah begini, kena pajak token lagi lebih baik beralih ke lilin saja," ucapnya melepas tawa
 
Sementara untuk pemberlakuan pulsa ia mengaku tidak begitu memikirkannya. Karena di rumahnya ia menggunakan jaringan wifi.
 
"Listrik ini yang mungkin jadi beban mas," ujarnya
 
Sri Mulyani Angkat Bicara, terkait penarikan pajak pulsa dan token listrik yang akan berpengaruh pada harga pun disinggung oleh Sri Mulyani.
 
Melalui laman instagramnya, Sri Mulayani menjelaskan, pemberlakuam PMK No.6 tersebut tidak berpengaruh pada harga penjualan pulsa dan token listrik.
 
"Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA PULSA /KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER," tulis Sri Mulyani, di akun Instagram-nya, @smindrawati, Sabtu (30/1/2021)
 
Selama ini lanjutnya, PPN dan PPh atas pulsa atau kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan. 
 
"Jadi tidak tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa token listrik dan voucer," tegasnya.
 
Pasal 4 beleid PMK tersebut menyebutkan, PPN dikenakan atas penyerahan barang kena pajak (BKP) oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi kepada penyelenggara distribusi tingkat pertama dan atau pelanggan telekomunikasi. Selain itu, oleh penyelenggara distribusi tingkat pertama kepada penyelenggara distribusi tingkat kedua dan atau pelanggan telekomunikasi.
 
Sebagai informasi, distributor pertama adalah mereka yang mendapatkan pulsa dan kartu perdana dari operator. Distributor Kedua, mereka yang mendapatkan pulsa dan kartu perdana dari distributor pertama. Distributor selanjutnya adalah pengecer yang mendapatkan pulsa dan kartu perdana dari distributor kedua.
 
Peraturan teranyar Menteri Keuangan di atas mengatur kalau distributor pertama memungut PPN dari distributor kedua, distributor kedua memungut PPN dari distributor selanjutnya yakni pengecer.
 
"Sehingga distributor pengecer yang menjual pada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi," katanya
 
"Pajak yang anda bayar juga kembali kepada rakyat dan pembangunan. Kalau jengkel sama korupsi mari kita basmi bersama," tulis Sri Mulyani. Sem

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU