Soal Pemukulan Santri di Jombang, Pembina Ponpes Angkat Bicara

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 28 Okt 2019 08:44 WIB

Soal Pemukulan Santri di Jombang, Pembina Ponpes Angkat Bicara

SURABAYAPAGI.COM, Jombang - Pemukulan seorang santri terjadi di Asrama An Nahl, Pondok Pesantren (Ponpes) Tarbiyatunnasyiin, Paculgowang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Atas peristiwa tersebut, pihak Pondok Pesantren (Ponpes) Tarbiyatunnasyiin Paculgowang angkat bicara. Melalui Pembina Asrama An Nahl, Muhammad Adib menjelaskan, bahwa pemukulan kepada MRH karena ada sebabnya. Pemukulan yang dilakukan oleh dua pengurus kami benarkan memang ada, dan kami minta maaf. Tentu karena itu tindakan tidak benar. Keduanya adalah santri senior yang sekarang masih di bangku Aliyah, jelasnya, saat dikonfirmasi, Minggu (26/10/2019). Adib mengungkapkan, pemukulan ini tak seperti yang dijelaskan Suwarno, ayah korban. Pemukulan itu, merupakan dari rangkaian kasus yang mendera MRH selama di pesantren. Jadi banyak laporan pencurian uang milik santri di pondok pada bulan lalu. Lantas pihak keamanan mencoba menyelidiki dan mendapati lima terduga, salah satunya MRH, ungkapnya. MRH dan beberapa terduga lainnya pun mengakui perbuatannya di hadapan pengurus kamar saat diinterogasi. "Saat itu tak ada hukuman yang diberikan? Semuaya dimaafkan, dengan perjanjian tak akan mengulangi perbuatannya," ujarnya. Namun, dua minggu berselang laporan kehilangan uang kembali muncul. MRH pada bulan sebelumnya mengaku, kembali diinterogasi. Kali ini yang menanyainya adalah BR, salah satu pengurus senior. Sempat dimarahi karena sudah pernah berjanji. Yang kedua ini MRH diminta BR untuk mengembalikan uang yang dia ambil. Dikembalikanlah sekitar Rp 30 ribu waktu itu, dengan cara dititipkan kepada pengurusnya yang bernama BR itu, lanjutnya. Ternyata, pengembalian uang ini tak memuaskan beberapa keamanan asrama. Karena jumlah laporan kehilangan yang muncul jauh lebih banyak dari uang yang dikembalikan MRH. Interogasi ke tiga ini dilakukan tiga pengurus langsung pada Jumat (11/10), dini hari. Sempat tidur di aula lantai 3 asrama, kemudian MRH dibangunkan petugas keamanan dan diminta berpindah ke kamarnya. Yang naik tiga orang, cuma yang masuk dan menginterogasi dua orang saja. Kondisi kamar MRH waktu itu ada 17 orang anak, namun dua terbangun saat MRH dipindah dan diinterogasi itu, tandasnya. Pada saat itulah MRH akhirnya mengakui tak hanya mengambil uang beberapa santri. Ia juga mengaku mengambil uang di beberapa lokasi lain, seperti kantin sekolah, warung sekitar pondok. "Bahkan pada kotak amal kamar. Karena itulah akhirnya dua pengurus ini mengaku khilaf dan menghajar MRH, cetusnya. Adib menaparkan, soal luka di wajahnya, korban sendiri enggan menjelaskan asal muasal luka itu secara gamblang kepadanya maupun orang tuanya. Kepada pembina, korban hanya mengaku disengat tawon. Namun saat orang tuanya datang ke pondok, ia menjelaskan jika lukanya dipukul orang tak dikenal saat berkunjung ke makam Gus Dur. Justru kita tahu dia dianiaya sama pengurus setelah si MRH boyong (keluar, red), paparnya. Namun Adib menyebut, jija dua pelaku pemukulan telah mengakui perbuatannya. Pihak pondok telah memberikan pembinaan internal untuk keduanya. Sementara, saat ditanya perihal laporan yang dilakukan orang tua MRH, pihaknya mengaku siap. Intinya kami siap dan akan bertanggung jawab. Dua pelaku pemukulan juga sudah kita bilang akan kita dampingi. Tapi kami tetap berharap ada mediasi, agar masalah ini bisa selesai secara kekeluargaan, pungkasnya.(suf)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU