Home / Ekonomi dan Bisnis : Peluang RI Bakal Seperti Sri Lanka

Sri Mulyani Lebih Jujur daripada Luhut

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 17 Jul 2022 20:22 WIB

Sri Mulyani Lebih Jujur daripada Luhut

i

Sri Mulyani

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta- Pernyataan Menkeu Sri Mulyani bahwa Indonesia perlu hati-hati kalau tak ingin seperti Sri Lanka,  dinilai lebih jujur daripada  Menko Marves Luhut B Pandjaitan.

Hal ini ditegaskan ekonom senior dari Political Economi and Policy Studies (PEPS), Prof Anthony Budiawan.

Baca Juga: Okupansi Pesawat dan Hotel Singapura Naik Gegara Taylor Swift, Luhut Bakal Adakan Konser Tandingan

“Kalau Pak Luhut biasalah. Kan emang harus ngomong begitu. Hanya untuk menjaga psikologis pelaku pasar dan investor di Indonesia. Kalau Sri Mulyani mungkin sudah mulai sadar,” kata Anthony di Jakarta, kemari.

Namun, Prof Anthony, pernyataan dari pejabat negara sektor ekonomi, seyogyanya berlandaskan data. Bukan hanya berdasarkan posisi politik apalagi bisikan dari sumber-sumber yang tidak jelas kredibilitasnya. “Saya sebagai ekonom akan terus menyuarakan pandangan saya. Tentu saja ada datanya. Kalau enggak ada datanya buat apa didengerin,” tuturnya.

Sepertinya, pandangan Prof Anthony ada benarnya. Dalam pertemuan Menteri Keuangan G20 di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022), Menkeu Sri Mulyani mengatakan adanya kabar buruk untuk Indonesia.

Lantaran, Indonesia masuk peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang berpotensi mengalami resesi ekonomi, berdasarkan survei Bloomberg. “Kami tidak akan terlena, kami akan tetap waspada,” tegasnya.

Sedangkan Menko Luhut dengan percaya diri menyebut perekonomian Indonesia cukup terjamin. Saat pandemi COVID-19 dilanjutkan dengan perang Rusia-Ukraina, ekonomi Indonesia tumbuh 5,1 persen di kuartal I-2022.

Selanjutnya, Menko Luhut mempertanyakan sejumlah kalangan yang menyamakan ekonomi Indonesia dengan Sri Lanka yang saat ini tengah dilanda krisis. “Jadi, kalau ada yang ngomong kita mau disamakan dengan Sri Lanka, bilang dari saya, sakit jiwa itu. Lihat data baik-baik. Suruh datang ke saya, dia. Orang bilang, nih pak Luhut nantang. Bukan nantang ya. Suapaya dia jangan membohongi rakyatnya, jangan kepentingan politiknya dibikin-nikin,” kata Menko Luhut, Jumat (15/7/2022) lalu.

Sejak awal, Prof Anthony sudah mengingatkan akan potensi krisis ekonomi bakal terjadi di Indonesia. Hal ini dipantik perkembangan politik dunia yang merembet ke persoalan ekonomi.

Nyatanya, kini sudah terjadi. Dampak perang Rusia-Ukraina memantik inflasi tinggi, termasuk di Amerika Serikat. Alhasil, bank sentral AS akan mengerek tinggi suku bunganya (Fed Fund Rate). Kalau suku bunga AS tinggi maka dolar AS pun menjadi tinggi. “Dampaknya bagi Indonesia, capital outflow bergerak besar-besaran,” ungkapnya.

Kondisinya akan lebih parah ketika harga komoditas ekspor unggulan Indonesia yang saat ini harganya tinggi, tiba-tiba ambruk. “Bulan ini, saya prediksi suku bunga The Fed naik 0,75 sampai 1 persen. Selanjutnya bank Eropa akan melakukan hal yang sama. Tujuan sebenarnya adalah agar harga komoditas bisa turun,” kata dia.

 

Baca Juga: Tiga Menteri Bahas Makan Siang Gratis

Resiko Kecil

Terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan Indonesia memiliki risiko yang kecil untuk terkena resesi. Hal ini berdasarkan survei dari Bloomberg yang menggambarkan fundamental ekonomi domestik sehat.

“Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara dengan fundamental ekonomi yang sangat berdaya tahan di tengah risiko global yang masih eskalatif,” ucap Febrio, kemarin.

Dia menegaskan pemerintah akan terus memitigasi berbagai risiko yang ada. Selain itu pemerintah memastikan perkembangan positif ekonomi domestik dan kesejahteraan masyarakat akan terus terjaga dan semakin baik.

Adapun probabilitas resesi untuk Indonesia pada survei Bloomberg sangat kecil, hanya tiga persen. Tingkat probabilitas resesi Indonesia lebih rendah daripada negara ASEAN lainnya, seperti Filipina (8 persen), Thailand (10 persen), Vietnam (10 persen), dan Malaysia (13 persen).

Indonesia juga jauh lebih berdaya tahan daripada negara-negara sejawat di kawasan Asia pasifik dengan probabilitas resesi tertinggi, yakni Sri Lanka (85 persen), Selandia Baru (33 persen), Korea Selatan (25 persen), Jepang (25 persen), dan Tiongkok (20 persen).

Baca Juga: Sri Mulyani-Prabowo, Bertukar Senyum

Oleh karenanya, Febrio menuturkan survei ini kembali menggarisbawahi kuatnya daya tahan ekonomi Indonesia di tengah gejolak global.

Berbagai indikator ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa momentum pemulihan ekonomi terus menunjukkan penguatan dan masih terjaganya stabilitas domestik. Sejak 2021, Indonesia sudah berhasil mengembalikan level output ekonomi ke tingkat sebelum pandemi dan terus menguat di tahun 2022.

 Tingkat inflasi yang moderat dan keseimbangan eksternal ekonomi yang sehat juga menjadi penopang kekuatan ekonomi Indonesia di tengah meningkatnya tantangan ekonomi global.

 Selain itu, pengelolaan kebijakan fiskal yang hati-hati dan terus menguat, sambung dia, menjadi jangkar bagi stabilitas ekonomi nasional.

“Kinerja fiskal kita memiliki peran krusial dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi berbagai tantangan global yang multidimensional. Pemulihan ekonomi dan konsolidasi fiskal ke depan diharapkan terus mempertahankan kinerja yang baik dan menopang resiliensi ekonomi ini,” ungkapnya. jk, ana, rc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU