Surabaya Panas, tapi Bukan Gelombang Panas

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 25 Apr 2021 22:04 WIB

Surabaya Panas, tapi Bukan Gelombang Panas

i

Sejumlah anak-anak tampak asyik bermain air untuk menghilangkan hawa panas. SP/Patrik Cahyo

 

Suhu Maksimal Hingga Mei Maksimal 34 Derajat Celcius. Tetapi Potensi Hujan dan Angin Kencang pun Bisa Terjadi Disaat Sedang Cuaca Panas 

Baca Juga: Imigrasi I Surabaya Berhasil Terbitkan Hampir 10 Ribu Paspor

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Sejak Sabtu (25/4/2021), redaksi Surabaya Pagi menerima sebuah pesan berantai tersebar di media sosial yang berisi pernyataan dan imbauan terkait gelombang panas yang sedang melanda Indonesia, Malaysia dan beberapa negara lain.

Dalam pesan berantai yang tersebar di pesan WhatsApp itu berisi “AWAS..!!!!! GELOMBANG PANAS  KINI MELANDA NEGARA KITA. Indonesia, Malaysia dan bbrp negara lain. saat ini sedang mengalami gelombang panas. Apa tips yang harus dilakukan dan dihindari  simak ya

Harap perhatikan hal hal berikut ini:1. Seorang teman dokter datang ke saya mengatakan, cuaca sangat panas.  Di siang hari, bisa mencapai 40C. 2. Suhu di beberapa tempat telah mncapai 38C atau lebih…..“ Pesan berantai itu disebar melalui beberapa grup WhatsApp.

Namun, pesan berantai WhatsApp itu oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda dianggap tidak benar. Bahkan, cuaca panas yang terjadi di Surabaya dalam sepekan terakhir, yang terjadi bukan karena gelombang panas, tetapi karena pergerakan suhu matahari dan perubahan vegetasi.

“Tidak benar (gelombang panas). Panasnya hanya bisa mencapai maksimal 34 derajat Celsius,” kata Arif Krisna, prakirawan BMKG Juanda Surabaya, saat dikonfirmasi Surabaya Pagi, Minggu (24/5/2021) kemarin.

Dijelaskan Arif, panasnya suhu di Surabaya ini, memang karena pergerakan suhu matahari. Hal ini bisa dipengaruhi karena beberapa faktor yakni adanya per-awanan, perubahan vegetasi, dan juga sudut datangnya sinar matahari.

Arif mengatakan, jumlah awan pada beberapa hari terakhir terlihat sedikit bahkan hampir tidak ada. Akibatnya, tidak ada perlindungan dari cahaya matahari yang masuk ke daratan. Sangat mungkin suhu pada awal bulan Ramadan sekarang mencapai 34 derajat Celsius. “Itu yang kenapa di Surabaya akhir-akhir ini menjadi panas. Tetapi bukan karena gelombang panas,” ujarnya.

Ia pun menambahkan, kondisi panas tersebut belum masuk puncak kemarau nanti. Sebab, yang terjadi sekarang masih tahap awal musim kemarau. “Sebetulnya, musim kemarau sudah terjadi awal bulan ini. Hanya saja, sekarang ini masih terjadi fenomena La Nina. Nah, bulan Mei nanti, fenomena ini kemungkinan selesai,” lanjut Arif.

Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk lebih banyak mengkonsumsi air putih. Namun karena bertepatan dengan bulan Ramadhan, umat islam yang berpuasa cukup diminta untuk mengurangi aktivitasnya diluar ruangan demi menghindari dehidrasi.

 

Kejadian Tahun 2019

Baca Juga: Pemkot Surabaya Usulkan SERR ke Pusat

Hal senada juga diungkapkan Kabag Humas BMKG Taufan Maulana. Kabar di pesan berantai itu merupakan kabar berantai yang juga sama dikirimkan oleh orang tak bertanggungjawab setiap tahunnya. Bahkan, isu gelombang panas itu, faktanya, terjadi pada Maret 2019.

“Itu kejadian tahun 2019 lalu. Gelombang panas yang terjadi di Malaysia, yang mengakibatkan suhu ekstrim. Tetapi tidak berdampak ke Indonesia,” jelas Taufan. Gelombang panas yang berpotensi mengakibatkan suhu ekstrim tersebut tidak terjadi di wilayah tropis, melainkan hanya terjadi di kawasan subtropis atau di wilayah lintang.

Dalam ilmu klimatologi, gelombang panas adalah periode cuaca atau suhu panas yang tidak wajar dan biasa berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih yang disertai kelembapan udara tinggi.

Suatu kawasan dianggap terkena gelombang panas jika mencatatkan suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik seperti melonjak lima derajat Celcius dibanding normal dan berlangsung selama lima hari atau lebih secara berturut-turut.

Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas. Gelombang panas umumnya terjadi berkaitan dengan berkembanganya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara menetap dalam beberapa hari.

 

Masih Bisa Hujan

Baca Juga: Tingkatkan Kepuasan Masyarakat, Satpas SIM Colombo Gaungkan Pelayanan Prima dan Transparansi

Meski sedang panas-panasnya cuaca di Surabaya, namun masih ada potensi curah hujan di Surabaya dan sekitarnya. Masyarakat diharapkan untuk tetap waspada jika terjadi perubahan cuaca sewaktu-waktu, bisa berupa hujan dengan intesitas sedang hingga lebat yang memiliki durasi singkat yang disertasi angin kencang sesaat.

“Untuk itu, masyarakat diminta hati-hati jika sudah melihat awan sibi, yakni awan yang berbentuk seperti bunga kol menjulang tinggi berwarna hitam pekat. Ini karena dampak perubahan iklim, kami proyeksikan sampai akhir abad ke-21. Dimana kondisi ekstrem saat musim hujan akan semakin basah, dan apabula kemarau pun semakin kering. Frekuensi ini periodenya ulangnya semakin pendek dan intensitasnya tinggi,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Ia menjelaskan melalui peningkatan curah hujan ekstrem yang terjadi di Jakarta, di mana pada siklusnya sejak tahun 1900-1950, baru terjadi dua kali hujan ekstrem dengan intensitas tinggi 145 mm dalam sehari.

"Namun sejak tahun 1980 bahkan 1990 kejadian hujan ekstrem itu bisa terjadi hanya kurang dari 50 tahun, bahkan hanya 2-5 tahun," katanya.

Selain itu dampak perubahan iklim lainnya yakni siklon tropis yang seharusnya dapat luruh, karena adanya gaya coriolis akibat rotasi bumi di lintang 0 sampai 10 derajat yang membuatnya kalah dengan kecepatan rotasi bumi.

“Jadi masyarakat waspada saja terhadap hembusan angin kencang sesaat yang ditimbulkan dari awan sibi itu, juga hindari saja papan–papan reklame maupun pohon-pohon yang rawan tumbang,” pungkas Kepala BMKG. ana/sem/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU