Tak Kaget Rekom ke Eri Cahyadi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 02 Sep 2020 22:17 WIB

Tak Kaget Rekom ke Eri Cahyadi

i

Eri Cahyadi dan Cak Ji usai deklarasi menjadi Cawali dan Cawawali Kota Surabaya di Taman Harmoni, Keputih Surabaya, Rabu (2/9/2020). SP/arlana byob

 

Pendapat 6 Pandamat Politik di Surabaya atas Cawali PDIP yang Bakal head to head dengan Machfud Arifin yang sempat menjadi iklan politik Dalam Demokrasi Lokal

Baca Juga: Wali Kota Surabaya Eri Resmikan Gedung Baru PMI

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pengumuman rekomendasi dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati, ke Eri Cahyadi, untuk ikut cawali 2020 Surabaya, tidak mengejutkan. Rekomendasi ini karena Risma effect dan kedekatan Risma dengan Megawati.

Demikian dinyatakan enam Pengamat politik masing-masing dari Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Kacung Marijan, Pengamat politik Universitas Airlangga, Prof. Aribowo, Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, pengamat politik asal Surabaya Survey Centre (SSC) yang juga dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, Pengamat Politik dari Lembaga Survei Accurate Research and Consulting Indonesia (ARC Indonesia), Baihaki Siradj dan Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Andri Arianto, MA. Mereka dihubungi tim wartawan Surabaya Pagi, Rabu (2/9/2020) secara terpisah, setelah pengumuman melalui daring oleh Ketua Bidang Organisasi DPP PDIP, Puan Maharani.

Pengamat politik Dr. Kacung Marijan, menyebut penunjukan Eri Cahyadi sebagai kemenangan faksi Tri Rismaharini atau Risma. "Iya, kemenangan kelompok Bu Risma," kata pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Kacung Marijan, Rabu (2/9/2020).

Menurut Kacung, ditunjuknya Eri sebagai calon wali Kota Surabaya sebenarnya tidak mengagetkan. Sebab, Ketua Umum PDIP Megawati memang pernah berkata bahwa untuk penggantinya, Megawati menyerahkan sepenuhnya kepada Risma sendiri. “Karena gini. Saya dengar Bu Mega ini pernah ngomong untuk wali kota Surabaya saya serahkan ke Bu Risma," jelas Kacung.

Meski diberi kewenangan menunjuk penggantinya, lanjut Kacung, langkah Risma memang tetap tidak mudah. Sebab, di internal PDIP sendiri banyak desakan yang mau maju juga. Salah satunya adalah Whisnu Sakti Buana.

"Cuma desakan di internal di PDIP kan juga kuat sekali. Apalagi dari sisi survei, Whisnu kan cukup tinggi. Bahkan lebih tinggi dikit dibandingkan Eri. Meski Eri dibawa Bu Risma tapi Eri yang ingin melanjutkan," tutur Kacung.

 

Risma dengan Mega

Sedangkan, pakar Komunikasi politik Unair, Suko Widodo mengatakan, peran Risma sangat sentral dalam pemberian rekom pada Eri Cahyadi. Hal ini mengingat kedekatan yang sangat erat antara Risma dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Hasil rekom tak lepas dari hubungan kedekatan Bu Risma dengan Ketua Umum PDIP Megawati," jelas Suko Widodo pada Surabaya Pagi, Rabu (2/9).

Lanjut Suko, sebenarnya publik sudah tahu sejak awal Risma mendorong pencalonan Eri Cahyadi. Hal itu terlihat Eri Cahyadi yang selalu mendapimpingi Risma di beberapa kesempatan. Bahkan semakin kentara saat bermunculan baliho Eri Cahyadi bersama Risma.

"Sejak awal sudah bisa diduga sebetulnya. Bu Risma sangat mendorong Mas Eri tampil. Setidaknya indikasi ini terlihat dari baliho yang tersebar dimana sejak lama dan interaksi di antara mereka," tandasnya.

 

Risma itu Megawati

Senada juga diungkapkan oleh pengamat politik asal Surabaya Survey Centre, Surokim Abdussalam memberikan pendapatnya mengenai keputusan DPP PDIP yang memberikan rekomendasi kepada Eri Cahyadi-Armuji sebagai pasangan calon yang akan diusung pada Pilwali Surabaya mendatang.

Surokim mengatakan jika fakta menunjukkan bahwa pengaruh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini sangat kuat dalam kandidasi pasangan calon Wali Kota Surabaya yang diusung PDIP. "Ini menunjukkan pengaruh bu Risma dalam kandidasi calon PDIP sangat kuat. Jika boleh bercanda, Megawati-nya Surabaya itu ya Bu Risma hehehe," ujarnya sembari bercanda kepada Surabaya Pagi, Selasa (2/9/2020).

Surokim juga menjelaskan bahwa dipilihnya Armuji sebagai calon Wakil Wali Kota mendampingi Eri Cahyadi adalah untuk menguatkan solidaritas kader PDIP. "Saya pikir dipilihnya Armuji sebagai pendamping Eri adalah untuk menguatkan mental dari kader PDIP dan memudahkan proses solidaritas dari para kader itu sendiri," jelasnya.

 

Gajah vs Gajah

Menurut Surokim, harusnya PDIP selanjutnya melakukan konsolidasi dari pihak internal partai untuk menyatukan dukungan bagi pasangan calon yang mereka usung. "PDIP semestinya akan menguatkan konsolidasi internal. Memang menjadi tantangan tersendiri untuk menyolidkan fraksi untuk tetap bisa tegak lurus dengan DPP," jelasnya.

Surokim juga memberikan analisis singkat mengenai prediksi persaingan kubu Machfud Arifin (MA) melawan PDIP. Menurutnya, Pilwali Surabaya akan berjalan seru karena kedua kubu mempunyai kekuatan yang sama.

Baca Juga: Kantor PDIP Surabaya Didemo

"Pilwali Surabaya adalah 'Gajah' versus 'Gajah', sebanding dan sama-sama kuatnya. Dapat dipastikan keduanya akan 'berperang' habis-habisan untuk menarik pemilih di kota Surabaya yang heterogen dan relatif beragam," pungkasnya.

 

Elektabilitas Eri Tertinggi

Pengamat Politik dari Lembaga Survei Accurate Research and Consulting Indonesia (ARC Indonesia), Baihaki Siradj menjelaskan bila keputusan tersebut sudah tepat dan merupakan keputusan yang realistis bila PDIP ingin mempertahankan kursi Wali Kota Surabaya, pasca Tri Rismaharini. "Eri-Armuji itu pilihan realistis, pasti sudah jelas kalkulasi politiknya," tukas Baihaki.

Baihaki melanjutkan, keputusan tersebut sejalan dengan survei yang pernah dilakukan oleh lembaganya yang menunjukkan elektabilitas Eri Cahyadi tertinggi. "Survei kita terakhir, sekitar bulan Juli lalu, menunjukkan Eri tertinggi yaitu 38,39%, Machfud Arifin 28,44%, Wisnu 20,38%," terang Baihaki.

Hal tersebut, lanjut Baihaki, dikarenakan Risma Effect. Artinya, Eri dipersepsikan sebagai Calon Wali Kota yang dipersiapkan Risma untuk mengganti dirinya dalam memimpin Kota Surabaya dalam lima tahun ke depan.

Selain itu, kolaborasi Eri-Armuji juga adalah pasangan yang saling bisa melengkapi. Eri birokrat, masih muda sehingga selain bisa meraih dukungan di kalangan pendukung fanatik Risma. Dengan sosoknya yang masih Milenial, tentu akan mendapat tempat tersendiri di kalangan pemilih pemula dan pemilih usia muda.

Kemudian, Armuji, merupakan politikus senior di PDIP Surabaya, pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Surabaya, dan sekarang anggota DPRD Jatim. Tentu, sebagai kader, Armuji pasti akan mendapatkan dukungan dari kader PDIP.

Meski sebelumnya sempat terpecah soal tarik ulur dukungan, Baihaki meyakini PDIP mampu mempersatukan faksi-faksi yang sebelumnya sempat terpecah. "Bila sudah ada keputusan Ketua Umum, Kader PDIP ini loyalitas pada Ketumnya, dan militansinya luar biasa, sehingga dipastikan semua kader mengamankan dan mendukung penuh rekom DPP PDIP pada Pilwali Surabaya," bebernya.

Saat dikonfirmasi terkait peluang menangnya dalam melawan Machfud Arifin-Mujiaman, Baihaki mengatakan Eri-Armuji bisa menang lebih mudah, bila melihat hasil survei. Namun, ia menegaskan untuk saat ini hal itu belum bisa dipastikan. "Pertarungannya pasti seru, dan sengit Pilwali Surabaya ini," pungkasnya.

 

Baca Juga: DSDABM Kota Surabaya Akan Segera Tuntaskan 245 Titik Banjir di Surabaya

Internal PDIP ada Friksi

Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Aribowo menilai, melihat dengan diumumkan last minutes dari PDIP serta ada ’penolakan‘ dari loyalis yang tak diusung Megawati, menandakan partai tersebut masih mempunyai problem internal yang sulit dipecahkan.

Meskipun dikatakan bahwa calon PDIP sudah di dalam amplop dewan pimpinan pusat, namun keengganan mengumumkan ke publik, kata Aribowo, memperlihatkan bahwa problem internal itu belum terpecahkan. “Di Surabaya ada friksi, di Jakarta tidak solid. Apalagi mulai ada loyalis paslon yang kecewa,” kata Aribowo, yang juga pendiri lembaga survei Pusat Studi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (Pusdeham).

 

Tak Ada Perpecahan di PDIP

Secara terpisah, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Andri Arianto, MA meyakini dengan tidak diberikan rekom kepada Whisnu Sakti untuk Pilwali Surabaya, di PDIP tidak akan ada perpecahan.  "Kalau dari pengalaman 20 tahun terakhir, sepertinya belum pernah ada perpecahan begitu. Tidak ada faksionalisasi di Surabaya, terkait hal tersebut. Dari dulu kan perintah yang dicetuskan oleh DPP kan selalu dipatuhi," terang Andri kepada Surabaya Pagi.

Disinggung soal perpindahan dukungan dari mantan relawan Whisnu ke kubu Machfud Arifin, Andri mengatakan bila hal tersebut akan menjadi salah satu resiko bagi para anggota PDI Perjuangan. "Secara personal itu menjadi hak politik mereka, tapi itu akan berisiko besar kalo dia menjadi anggota PDIP dan berpindah dukungan. Dinamika sebelum pengumuman calon, itu memang banyak yang mendukung A/B tapi ketika diputuskan itu belum pernah saya temui ada faksionalisasi yang serius di PDIP Surabaya," jelasnya.

 

Beradu Iklan Politik

Andri juga menambahkan bila head to head pada kontestasi Pilkada Surabaya tahun ini akan menjadi menarik sebagai khasana demokrasi lokal, sebab Machfud Arifin sempat mampu menjadi iklan politik. "Kemarin memang unggul MA secara iklan politik, ketika sudah di umumkan oleh PDIP ke Eri Cahyadi lah ini masyarakat mulai memperhitungkan kembali. Karena nama Eri Cahyadi sudah di saunding jauh-jauh hari oleh Bu walikota," paparnya.

Lanjutnya, Andri mengatakan bila PDIP Surabaya tidak pernah mempermasalahkan kader maupun nonkader untuk maju pada kontestasi apapun. "Sejak 10 tahun terakhir, PDIP surabaya tidak ada masalah tentang siapa yang di ajukan baik kader maupun nonkader, Risma juga bukan kader," pungkasnya. adt/byt/alq/cr3/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU