Tantangan Surabaya Jadi Salah Satu Pusat Wisata Medis di Indonesia

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 07 Feb 2022 16:34 WIB

Tantangan Surabaya Jadi Salah Satu Pusat Wisata Medis di Indonesia

i

Ilustrasi tindakan medis di RS PHC Surabaya.SP/ Humas PHC

SURABAYAPAGI, Surabaya - Tahun 2021 lalu, Surabaya bersama 2 kota lainnya yakni Jakarta dan Medan ditunjuk sebagai pusat wisata medis di Indonesia.

Hingga kini telah ada 17 rumah sakit yang tergabung dalam program wisata medis ala Menparekraf, Sandiaga Uno. Beberapa diantaranya adalah National Hospital, RSU Airlangga, RS Haji Surabaya, RS Manyar Medical Center dan RS Husada Utama.

Baca Juga: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Raih 4 Rekor MURI dalam HUT ke-73

Kendati telah melakukan sejumlah pembenahan kesehatan rumah sakit, nyatanya masih ada hambatan bagi Surabaya dalam mewujudkan program wisata medis.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim  dr. Sutrisno menyebutkan, setidaknya ada tiga hambatan penting. Diantaranya adalah berkaitan dengan penyediaan teknologi kesehatan, administrasi serta kekompakan para dokter.

Terkait dengan tantangan pertama, menurutnya, secara Sumber Daya Manusia (SDM), para dokter di Indonesia sangat cakap dalam melakukan tindakan medis yang sulit sekalipun. Sayangnya, SDM yang bagus ini tidak disupport oleh teknologi medis terbarukan.

"Hampir semua teknologi sudah bisa dikerjakan di Indonesia, dari yang paling sulit transplantasi organ, perawatan critical care canggih (ecmo), sampai terapi regeratip (stem cell), sudah ada plot SDM-nya. Tinggal investornya mau invest apa tidak? Karena semua alat masih berada di luar Indonesia," kata dr. Sutrisno dalam rapat bersama DPD RI komite III di kantor Gubernur Jatim, Senin (07/02/2022).

Musabab kurangnya teknologi canggih dalam dunia medis inilah tersebut, mendorong masyarakat akhirnya berlomba-lomba untuk berobat ke luar negeri seperti ke Singapura dan negara lainnya.

Anehnya banyak kaum-kaum milenial Indonesia yang mulai merambah ke bidang Biotechnology, namun lagi-lagi, support yang kurang dari pemerintah membuat asa anak bangsa akhirnya putus di tengah jalan.

"Padahal Biotechnology ini lah yang bisa membuat keder negara-negara besar seperti Amerika, China dan lain-lain," ucapnya.

Birokrasi yang ruwet dengan setumpuk aturan administrasi inilah, yang dianggap menjadi tantangan kedua dalam perkembangan wisata medis Indonesia. Oleh karenanya, ia mengingatkan, bila pemerintah telah berkomitmen untuk membentuk IBTH maka harus dilakukan secara transparan dan bersih dari praktek korupsi.

"Komitmen pemerintah bersama tim pengembang wisata medis harus kompak dan harus berintegritas," katanya mengingatkan.

Baca Juga: Terkait Penyerangan Fasilitas Kesehatan di Gaza, Ini Sikap PB IDI

Tantangan terakhir yang patut diperhatikan dalam memajukan wisata medis Indonesia adalah kekompakan tenaga medis khususnya para dokter spesialis. Mengingat, selama ini dalam prakteknya, dokter-dokter di Indonesia selalu melakukan pekerjaan secara mandiri tanpa terikat satu sama lainnya.

"Ya memang, memang mendidik dokter inilah masalah. Karena pemerintah tidak sanggup, namun seswadaya-swadaya dokter sekolah medis (mandiri), saya tetap punya keyakinan mereka masih tetap ingin memajukan Indonesiaku tercinta," ucapnya dengan penuh harapan.

Selanjutnya, ketika tantangan di atas mampu diselesaikan oleh pemerintah, maka hakulyakin wisata medis di Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Thailand, Malaysia dan Filipina.

"Belajar dari Bumrungrad International hospital, kita bisa seperti RS ini. Rumah sakit ini ada di bangkok dan 95% pasiennya orang Arab dan Muslim. Semua makanan halal dan teknologi canggih, serta memadukan dengan wisata serta kuliner sehingga pasien menjadi nyaman dan keluarga bisa ikut sekalian untuk general check up. Harga juga tidak terlalu mahal karena dapat subsidi dari pemerintah Thailand untuk bebas bea impor obat dan alat-alat kedokterannya," katanya

"Tinggal berbenah lagi juga di sarana komunikasi dan marketingnya," pungkasnya lagi.

Senada dengan itu, Plt Sekda Jatim Wahid Wahyudi menyampaikan, Jawa Timur khususnya Surabaya akan mendapatkan berkah yang lebih menakala ibu kota negara (IKN) pindah ke Kalimantan.

Baca Juga: Sambut HUT ke-73, IDI Gelar Pengobatan Gratis Ditangani 200 Dokter Spesialis

Selain dari sisi perekonomian, Jatim khususnya Surabaya juga akan menjadi pusat layanan kesehatan untuk wilayah Indonesia Timur.

"Saya sangat yakin akan ada peningkatan aktivitas manakala ibu kota negara pindah ke Kalimantan. Dan Jatim akan mendapat berkah itu. Tinggal upaya kita untuk meningkatkan infrastruktur. Saya rasa masih bisa untuk dikembangkan," kata Wahid Wahyudi.

Pandemi kata Wahid, menjadi ajang bagi Jatim dalam menunjukan keseriusan menggarap pusat wisata medis. Salah satu bukti nyatanya adalah dengan mendirikan pengisian publik oksigen di beberapa wilayah di Jatim.

Setidaknya telah ada 3 wilayah yang sudah memiliki pengisian oksigen gratis bagi warga Jatim. Diantaranya adalah Sidoarjo, Gresik dan Surabaya, dengan kapasitas 500 meter kubik setiap hari untuk masyarakat setempat.

"Selain itu pula ada vaksin dan penyediaan oksigen. Kita juga memastikan rumah sakit menyediakan fasilitas khususnya oksigen yang cukup untuk merawat pasien. Instalasi ruangan darurat dan fasilitas lain yang sekiranya penting," ucapnya.sem

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU