Home / Catatan Tatang : Vaksin Nusantara Produk Anak Bangsa

Terawan, Bukan Dokter Komersial, Vaksinnya tak Semahal Sinovac

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 23 Feb 2021 21:00 WIB

Terawan, Bukan Dokter Komersial, Vaksinnya tak Semahal Sinovac

i

Dr. H. Tatang Istiawan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Awal tahun 2021 ini sudah tujuh vaksin COVID-19 yang akan menerima izin penggunaan darurat (EUA) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) . Tujuh vaksin itu masing-masing dibuat oleh AstraZeneca Plc, Serum Institute of India, SK Bioscience, Moderna, Johnson & Johnson, Sinovac Biotech, dan Sinopharm.

Baca Juga: Covid-19 di Indonesia Naik, Ayo Masker Lagi

Jadwalnya, WHO mengeluarkan izin pakai darurat vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh AstraZeneca dan Serum Institute of India (SII) pada Januari atau Februari 2021. Menyusul vaksin yang diproduksi di Korea Selatan, SK Bioscience minggu kedua Februari 2021.

Sedang, vaksin AstraZeneca bersama Oxford University telah mendapatkan izin pakai darurat di Inggris. Tapi belum mendapatkan UAE dari Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Sebelumnya vaksin buatan Pfizer bersama perusahaan farmasi Jerman, BioNTech, sudah diijinkan sejak akhir Desember 2020.

Sejauh ini Pfizer, telah menjual ratusan juta dosis vaksinnya ke beberapa negara maju di Eropa dan Amerika Serikat.

Vaksin Moderna yang teknologi mRna seperti Pfizer, sejauh ini telah mendapatkan EUA dari beberapa negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa. Hebatnya, Moderna masih belum menanggapi tawaran EUA dari WHO.

Lalu, vaksin COVID-19 buatan Johnson & Johnson (J&J) kemungkinan baru akan mendapatkan izin pakai darurat dari WHO pada Mei atau Juni 2021.

Meski, J&J telah meneken perjanjian tidak mengikat dengan COVAX terkait pengadaan 500 juta dosis vaksin, ternyata J&J juga belum mengumumkan hasil uji klinis vaksin buatannya.

Hal yang unik, izin pakai darurat untuk dua vaksin COVID-19 buatan Grup Farmasi Nasional China (Sinopharm) dan Sinovac Biotech, masih dievaluasi WHO terkait hasil uji klinis vaksinnya. Keunikannya, dua vaksin buatan China ini telah dibeli Indonesia dan di suntikan ke tenaga kesehatan, termasuk yang berusia lanjut.

Pedahal, Sinopharm dan Sinovac telah mengajukan permintaan izin pakai darurat kepada WHO.

Padahal, Sinovac belum mengumumkan hasil uji klinis III, tetapi vaksinnya telah mendapatkan izin pakai darurat dari sejumlah negara, antara lain Brazil, Indonesia, dan Turki.

Demikian halnya, Sinopharm yang telah mengajukan izin pakai darurat untuk dua vaksin COVID-19, kemungkinan hanya diberikan ke vaksin yang dikembangkan oleh anak perusahaannya, Beijing Institute of Biological Products Co., Ltd (BIBP).

Vaksin yang dikembangkan BIBP ini saat ini telah digunakan oleh Pemerintah China untuk program vaksinasi massal.

Sementara vaksin buatan Gamaleya Institute Rusia, Sputnik V, juga belum masuk daftar WHO. Padahal pengembangnya telah menyerahkan dokumen terkait uji klinis III vaksin.

 

***

 

Sedangkan Vaksin nusantara telah merampungkan uji klinis tahap pertama. Kini memasuki uji klinis tahap dua dan tiga. Positifnya, uji klinis tahap pertama telah dipublikasikan minggu kedua Februari 2021 lalu. Dan mendapat pujian dari wakil rakyat, politisi, dokter-dokter daerah dan jutaan warga di seluruh nusantara.

Pujian ini, karena vaksin Covid-19 Nusantara yang dikembangkan oleh tim peneliti di laboratorium RSUP Kariadi Semarang, dan dokter-dokter Undip Semarang ini Berbasis Sel Dendritik.

Baca Juga: Diduga Mainkan Kasus dengan Memidanakan Perjanjian Kerjasama untuk Tahan Wartawan Senior Surabaya, Eks Kajari Trenggalek Dilaporkan ke Presiden

Kelebihannya lebih Aman dan Bersifat Personal dibanding vaksin impor sinovac, Sinopharm dan Pfizer.

Vaksin nusantara yang telah melewati persiapan beberapa bulan, sejak pertengahan Februari 2021 lalu telah memasuki tahapan uji klinis fase II . Realitanya vaksin buatan anak negeri ini yang mulai dikembangkan sejak Desember 2020 lalu meski banyak yang mendukung dan menanti kehadiran di masyarakat, ada saja warga negara yang tak setuju penelitian vaksin ini dilanjutkan bahkan distop. Ironisnya warga yang tak setuju atas penelitian kualitatif ini seorang dokter dari Universitas ternama.

Padahal semua akademisi tahu bahwa hasil penelitian kualitatif lebih mendalam dan bermakna serta butuh waktu dan dana. Mengingat penelitian kualitatif efektif digunakan untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenai nilai, opini, perilaku dan konteks sosial menurut keterangan populasinya. Bahkan penelitian kualitatif bidang kesehatan oleh para peneliti berakal sehat dinilai memiliki kekuatan. Salah satunya kemampuan untuk memberikan deskripsi tekstual yang kompleks tentang bagaimana seseorang mengalami sesuatu yang menjadi masalah dalam penelitian menurut individu yang mengalami masalah yang sensitif seperti penularan covid-19.

Dalam ajaran peradaban dinyatakan bahwa pikiran kotor dapat menuntun seseorang ke banyak hal yang merugikan. Termasuk dapat membuat seseorang tidak konsentrasi dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Selain itu mereka yang suka berpikiran kotor dapat mengganggu hubungan personal. Dan bahkan dapat menjerumuskan dalam perilaku kriminal.

Siapapun yang pernah kuliah sampai S-3 seperti Dr. Pandu Riono, diajarkan baha penelitian merupakan hal penting dalam mendukung pengembangan ilmu pengetahuan. Apalagi terkait vaksin untuk mengatasi penularan covid-19 yang mengganggu jiwa manusia.

Secara akademik, penelitian vaksin nusantara ini dapat mengembangkan khasanah keilmuan kesehatan dalam rangka memperoleh pengetahuan baru, fakta baru atau temuan baru vaksin . Apalagi ada perkembangan virus corona baru dari Inggris akhir 2020 lalu. Virus ini menyebarkan pandemi Covid-19 di seluruh dunia dan telahvmenjadi perhatian semua kepala negara.

Tercatat sejak pertama kali dikabarkan pada 31 Desember 2019 hingga minggu pertama Februari 2021 virus ini telah menginfeksi lebih dari 106.308.085 kasus, dengan 2.318.294 kasus kematian, dan 77.939.426 kasus sembuh.

Makanya, industri farmasi global enggan mendanai riset vaksin virus corona, karena tidak ada jaminan vaksin secara kontinu digunakan, ditambah dengan mahalnya teknologi untuk riset dan produksi vaksin.

 

***

Baca Juga: Terungkap, Eks Kajari Trenggalek Lulus Mustofa, Putar Balikan Fakta

 

Publikasi hasil uji klinis tahap pertama di RS Kariadi Semarang, minggu kedua Februari 2021 lalu, menggambarkan tim peneliti vaksin Nusantara, telah melakukan transparansi kepada publik.

Sosialisasi dilakukan Dr. Terawan Eko Putranto, dengan mengundang Komisi IX DPR-RI dan puluhan wartawan.

Ini menunjukan Dr. Terawan sebagai inisiator berlaku terbuka kepada siapa pun.

Bisa jadi ini sikap mantan Menkes yang paham bahwa pembuatan vaksin COVID-19 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan angka kasus infeksi virus Corona yang masih terus meningkat. Maklum, saat menjadi Menkes, Dr. Terawan, menyelami kebutuhan masyarakat Indonesia yang ingin terlindung dari infeksi virus yang mewabah ini. Misi utamanya, vaksin Nusantara ini diciptakan untuk melindungi diri dan negeri dari pandemi. Record Terawan saat berprektik sembuhkan kanker dan stroke, menurut sejumlah pasien kanker dan stroke yang bertempat tinggal di Surabaya, memungut tarip lebih murah dari dokter-dokter swasta di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Konon bila vaksin Nusantara ini sudah direkomendasi BPOM, akan dipasarkan dibawah Rp 200 ribu, lebih murah dari vaksin Sinovac. Cara berpikir Dr. Terawan, kemanusiaan.

Terawan, sadar bahwa pembuatan vaksin COVID-19 mesti melalui berbagai penelitian dan tahap uji klinis. Dan ini membutuhkan waktu lama, bahkan hingga bertahun-tahun. Penelitian ini lama ini dilakukan untuk memastikan kualitas, efektivitas, dan keamanan vaksin COVID-19 Nusantara terhadap manusia.

Mengetahui ada anak bangsa peduli pada penemuan vaksin asli nusantara, sebagai calon pengguna vaksin Nusantara, saya mengajak siapapun, mari gunakan akal sehat dukung penelitian vaksin ini agar benar-benar teruji efektivitasnya. Ini penting agar vaksin nusantara mempunyai peranan penting dalam membantu pemerintah menekan penularan covid-19.

Mari kita membantu menjadi relawan vaksin tahap dua dan seterusnya. Bila perlu dosen Pandu yang nyinyir, berani mendaftar menjadi relawan peneliti vaksin nusantara bersama dosen kedokteran dan mahasiswa Undip Semarang.

Dari meja redaksi, saya mengajak semua dokter dan peneliti Indonesia berfikir ilmiah bukan kotor. Ini sebagai upaya untuk memecahkan masalah penularan covid-19 melalui vaksin nasional dan bukan vaksin impor. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU