Terus Bertambah, 33 Lansia Meninggal usai Divaksin Pfizer

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 18 Jan 2021 21:22 WIB

Terus Bertambah, 33 Lansia Meninggal usai Divaksin Pfizer

i

Svein Andersen, lansia dari Norwegia pertama yang disuntik vaksin Pfizer, di Oslo, Minggu (27/12/2020) lalu.  SP/getty images

 

13 Orang Israel juga Alami Lumpuh Wajah

Baca Juga: Berkah Singapura, Hapus Visa Bagi Turis China

 

SURABAYAPAGI.COM, Oslo - Tercatat, ada 33 penghuni panti jompo di Norwegia yang meninggal usai disuntik vaksin Pfizer-BioNTech. Sebelumnya, jumlah lansia  yang wafat usai disuntik vaksin bikinan pasangan suami istri asal Jerman, Ugur Sahin dan Oezlem Tuereci ini, masih 29 orang. Namun meski korban jiwa berjatuhan, Badan Kesehatan Norwegia menjamin keamanan vaksin corona ini.

Melansir The New York Times, Senin (18/1/2021), Kepala Bidang Pengobatan Badan Kedokteran Norwegia, Dr. Steinar Madsen, menyatakan kematian puluhan penghuni panti jompo itu diperkirakan tidak berkaitan langsung dengan vaksinasi.

Menurut laporan, 33 penghuni panti jompo yang meninggal usai disuntik vaksin Covid-19 sempat mengalami sakit keras. Namun, sebagian dari mereka memang kondisi kesehatannya sudah menurun dan diperkirakan memang tidak lama lagi meninggal.

Menurut Madsen, efek samping vaksin yang umum terjadi saat pasien yang lanjut usia itu disuntik bisa mengakibatkan komplikasi berat. Akan tetapi, menurut dia bahaya infeksi Covid-19 jauh lebih besar ketimbang vaksinasi.

Sampai saat ini pakar kesehatan setempat dan pemerintah masih mempelajari kematian 33 penghuni panti jompo itu. Mereka berencana membahasnya dengan Badan Kedokteran Eropa pada pertemuan pekan ini.

Pemerintah Norwegia menyetujui penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech untuk penggunaan darurat.

Pfizer-BioNTech lantas menyampaikan ucapan turut berduka cita terhadap keluarga yang ditinggalkan oleh 33 penghuni panti jompo yang meninggal usai vaksinasi.

Mereka menyatakan pemerintah Norwegia memprioritaskan vaksinasi terhadap para penghuni panti jompo, sebagian dari mereka bahkan sudah sangat sepuh dan memiliki penyakit bawaan lain. Bahkan ada yang sakit berat dan diperkirakan umurnya tidak akan lama.

Terkait kejadian itu, Institut Kesehatan Masyarakat Norwegia menyatakan tidak akan mengubah jadwal dan skema vaksinasi, yakni tetap mengutamakan penghuni panti jompo yang berusia di atas 85 tahun serta para tenaga kesehatan.

Akan tetapi, pada 11 Januari lalu mereka membuat pernyataan untuk lebih berhati-hati untuk memberikan vaksin terhadap para lansia yang kondisinya sudah sangat lemah.

Astrid Meland yang merupakan penulis di surat kabar nasional Norwegia, VG, meminta pemerintah Norwegia lebih terbuka dan memberikan gambaran utuh terkait kejadian itu. “Pemerintah Norwegia gagal mengkomunikasikan kejadian mengejutkan ini, dan aturan pemberian vaksin belum berubah," tulis Astrid.

"Sangat disayangkan berita ini beredar sangat cepat, dan meninggalkan kesan bahwa vaksin itu mematikan. Sayangnya kelompok yang tidak percaya vaksin tidak berminat menggunakan berita ini," lanjut Astrid. Saat ini tercatat ada 59 ribu kasus infeksi Covid-19 di Norwegia, dengan 520 orang meninggal.

 

Baca Juga: Tentara Bayaran WNI di Ukraina, Bisa Propaganda Rusia

Lumpuh Wajah

Nyaris sama dengan Norwegia, Israel juga merasakan efek dari Pfizer.  Sedikitnya,  13 warga Israel mengalami kelumpuhan wajah atau Bell's Palsy ringan dan sementara usai disuntik Pfizer.

Israel telah memulai vaksinasi Covid-19 dengan vaksin Pfizer pada 20 Desember lalu. Hingga kini lebih dari 2 juta warga Israel telah disuntik vaksin tersebut.

Kementerian Kesehatan Israel mengatakan hal itu terjadi akibat efek samping vaksin. Diperkirakan jumlah kejadian itu bisa jauh lebih tinggi. "Setidaknya selama 28 jam saya mengalami itu (kelumpuhan wajah)," kata salah satu orang yang mengalami efek samping tersebut kepada Ynet.

"Saya tidak bisa mengatakan itu benar-benar hilang setelahnya, tetapi selain itu saya tidak memiliki rasa sakit lain, kecuali rasa sakit kecil di tempat suntikan itu, tidak ada yang lebih dari itu," kata dia seperti dilaporkan Jerusalem Post, kemarin.

 

Suntikan Kedua

Pejabat kesehatan sempat mempertimbangkan untuk tidak memberikan dosis kedua untuk 13 orang tersebut. Namun Kementerian Kesehatan merekomendasikan agar dosis kedua tetap diberikan.

Baca Juga: UNESA Gandeng Universitas Islam Madinah Perkuat Mutu Pendidikan dan Jaringan Internasional

Kementerian Kesehatan meyakini dosis kedua tetap harus diberikan asalkan orang tersebut telah pulih dari kelumpuhan.

Sementara itu Direktur Unit Penyakit Menular di Sheba Medical Center Prof Galia Rahav mengaku ragu memberikan dosis kedua vaksin ke orang-orang yang mengalami efek samping itu. "Memang benar bisa diberikan sesuai dengan Kementerian Kesehatan, tapi saya merasa kurang nyaman."

Dia mengungkapkan bahwa tidak ada yang bisa memastikan apakah kelumpuhan ini terkait dengan vaksin atau tidak. "Itu sebabnya saya tidak akan memberikan dosis kedua kepada seseorang yang menderita kelumpuhan setelah dosis pertama."

Beberapa waktu lalu Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menunjukkan vaksin Covid-19 dari Pfizer-BioNTech dapat menyebabkan Bell's Palsy.

Temuan FDA mendapati dari 22 ribu partisipan penerima vaksin, empat di antaranya mengalami Bell's Palsy. Bell's Palsy adalah suatu kelainan yang ditandai dengan kelumpuhan sementara otot-otot wajah.

Salah satu penderita mengalami kelumpuhan otot-otot wajah sekitar tiga hari setelah penyuntikan. Keadaan kembali normal setelah tiga hari. Tiga orang lain mengalami kelumpuhan otot wajah setelah 9-48 hari pasca penyuntikan. Keluhan berangsur membaik setelah hari ke-10.

Dokter I Made Cock Wirawan menjelaskan penyebab pasti Bell's Palsy hingga saat ini juga belum diketahui. Namun, kelainan bisa sembuh dengan sendirinya. jk/ri/xin/ril

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU