Tetap Eksis dan Untung Berjualan Jamu di Masa Pandemi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 13 Apr 2021 09:29 WIB

Tetap Eksis dan Untung Berjualan Jamu di Masa Pandemi

i

Binti Masruroh, pengusaha jamu. SP/ BLT

SURABAYAPAGI.com, Blitar - Saat ini jualan jamu tradisional telah kembali bergeliat meskipun pandemi Covid-19 masih melanda. Hal tersebut dirasakan oleh pengusaha jamu tradisional Binti Masruroh. Ia terus berinovasi menjadi strategi agar tetap bisa eksis. Bahkan sekarang, omzet penjualan jamunya telah kembali pulih sebagaimana sebelum pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia.

Binti mengawali produksi jamu dengan cara tradisional. "Dulu nenek buatnya masih pake lumpang. Bahannya ditumbuk. Alhamdulillah sekarang sudah pakai alat modern. Memakai blender," jelasnya.

Baca Juga: 2 Rumah di Blitar Dibobol Maling saat Ditinggal Mudik, Pelaku Terekam CCTV

Selain itu, Binti sapaan akrabnya, memproduksi jamu tradisional itu di rumahnya. Bersama ibunya, dia mengembangkan usaha jamu itu secara turun-menurun. "Semenjak nenek meninggal dunia, ibu yang melanjutkan usaha jamu ini," terangnya.

Usaha jamu tradisional itu dimulai dari neneknya. Saat itu, neneknya memproduksi berbagai varian jamu tradisional secara mandiri. Mulai dari beras kencur, kunyit asam, beluntas, hingga sirih. Semua dibuat secara tradisional.

Kala itu, pembuatan jamu masih dengan cara tradisional. Yakni seluruh bahan jamu ditumbuk di lumpang. Setelah jadi, jamu kemudian dimasukkan ke botol dan dijual.

saat ini dalam sehari ia membuat jamu yang dikemas dalam 50 botol plastik berukuran 500 ml dan 35 botol plastik berukuran 1500 ml. Keduanya ia jual dengan harga Rp 6 ribu untuk botol kecil dan Rp 14 ribu untuk botol besar.

"Kalau jamu Cabe Puyang Satu botol ukuran 1500 ml saya jual Rp 20 ribu. Harganya beda dengan yang lain Karena bahan bakunya mahal. Alhamdulillah, sekarang sudah kembali seperti semula yaitu Rp 800 ribu perhari. Waktu awal pandemi hanya mendapatkan Rp 400," urai Binti.

Baca Juga: Berkat Dukungan TN-Polri, Pelayanan di Daop 7 Aman dan Terkendali

Binti mengemukakan, usaha jamu yang ia lakoni merupakan usaha turun temurun dari almarhum neneknya. Almarhum neneknya dulu berjualan jamu di pasar Wlingi Blitar kabupaten Blitar. Kemudian diteruskan sang ibu yang juga berjualan jamu di pasar. 

"Saya sempat bantu jualan di pasar cuma ga lama. Kemudian kakak saya berinisiatif untuk jualan keliling ya untuk menaikkan penjualan. Nah saya meneruskan jualan keliling karena kakak saya menikah dan tinggal di luar kota," jelasnya.

Berbagai jamu dibuat oleh perempuan yang memiliki dua anak tersebut. Mulai Beras kencur, Kunyit asam, Temulawak, Sirih kunci, Beluntas, Pahitan, Cabe Puyang, Macan kerah, Gepyokan hingga jamu campuran temulawak, jahe, kunyit, sereh, kapulaga, cengkeh atau Temujakunser.

Baca Juga: Bapak dan Anak Tewas Diduga Hirup Gas Beracun Mesin Diesel

Dia memiliki alasan tersendiri mempertahankan bisnis jamu keluarganya itu. Di samping sebagai minuman tradisional masyarakat Indonesia, dari segi ekonomi juga cukup menguntungkan. "Jual jamu ini minim risiko. Sekali produksi bisa habis tergantung situasi. Jadi jarang ada barang sisa," terangnya.

Dia berharap, jamu tradisional ini tetap menjadi minuman khas masyarakat Indonesia. Tidak hanya sekedar minuman herbal untuk kesehatan, tetapi juga lestari hingga nanti. Dsy2

 

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU