Tingginya Sarjana Nganggur, Tingginya Ego Fresh Graduate

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 04 Jun 2023 21:11 WIB

Tingginya Sarjana Nganggur, Tingginya Ego Fresh Graduate

i

H Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Judul berita utama harian kita edisi Rabu (31/5/2023) lalu, "Hampir, Satu juta Sarjana Nganggur". Judul ini disertai sub judul "Penyebabnya Karena Tingginya ego dan kurangnya Soft Skill."

Berita ini didukung data dari Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Februari 2023. Tercatat ada 12 Persen (sekitar  958,800) sarjana menjadi pengangguran. Ini  dari total jumlah pengangguran sebanyak 7,99 juta.

Baca Juga: Mengapa Gibran dan Bapaknya Diusik Terus

Menurut jenjang pendidikan per Juni 2022: S3: 61.271 jiwa. S2: 855.757 jiwa. S1: 12.081.571 jiwa.

"Bu Menaker Ida Fauziyah, juga sudah warning 12 Persen Pengangguran di Indonesia didominasi Lulusan Sarjana dan Diploma," kata seorang pejabat di Kementerian Tenaga Kerja, kepada Surabaya Pagi, Selasa (30/5/2023).

Berita ini bisa "God news, dan Bad News". God news untuk pimpinan perguruan tinggi yang bersedia instrospeksi diri. Bad news untuk orang tua yang terlalu berharap anaknya yang baru lulus (fresh graduate) bisa segera bergaji minimal UMK di kotanya.

Saya sebagai publiser media lokal punya pengalaman merekrut karyawan dan wartawan dari lajang, usia antara 20-27 tahun .

Pelamar ada yang menggunakan label universitas ternama, IP yang tinggi, prestasi dan organisasi yang melimpah.

Saat dilakukan, mayoritas pelamar fresh graduate yang nol pengalaman minta gaji minimal Rp 4 juta, mendekati Upah Minimum Kota (UMK) pada 2023 sebesar Rp 4.525.479,19.

Calon wartawan fresh graduate saya tawari upah kontrak tiga bulan  Rp 3 juta yang terdiri upah pokok Rp 2,5 juta dan uang transpor Rp 500 ribu. Setelah itu ada tambahan value antara Rp 1-Rp 1,5 juta atas effortnya kepada perusahaan. Sarjana berpengalaman satu tahun di media harian, take home pay selama ikatan kerja 12 bulan Rp 4 Juta. Ini diluar bonus dan insentif dalam variable cost. Tawaran ini "tak dijalankan", alasannya tak cukup.

Saya bertanya pada diri saya "siapa sih yang gak suka punya gaji tinggi dari pekerjaan yang disukai? Semua orang pasti mengidolakannya. Tidak terkecuali para sarjana yang baru lulus kuliah. Mereka kurang menyadari  seberapa pentingnya pengalaman kerja.

Ini pengalaman saya sebagai pengusaha media lokal yang  menggaji orang. Pertanyaanya, apakah ada pengusaha koran lokal punya seorang karyawan fresh graduate mau menggaji  Rp4 juta-Rp5 juta?

Saya memberi kualifikasi ini berdasarkan value dari calon wartawan muda. Saya termasuk recruiter yang lebih memilih seseorang dengan pengalaman kerja yang mumpuni di bidangnya daripada fresh graduate dengan segudang prestasi di kampus.

Artinya saat saya ingin mengisi posisi seorang wartawan madya pasti lebih memilih orang yang telah minimal satu tahun menekuni praktik meliput lapangan.

Harapan saya mereka memiliki kemampuan adaptasi, kerja sama tim, atau problem solving sebagai wartawan senior (redaktur).

Pertimbangan saya, wartawan madya  lebih dapat diandalkan daripada harus memahami dan mengajari seseorang lagi dari nol.

Praktik yang saya berlakukan ini terkait value. Nilai pengalaman berkorelasi gaji yang tinggi.

Perhitungan ini, sering  yang membuat fresh graduate tidak mawas diri dan buru-buru menyimpulkan bahwa cari kerja itu susah dan berbagai alasan lain.

Baca Juga: Kompromi dengan Pemudik

 

***

 

Inilah ego dari umumnya sarjana rata-rata yang menginginkan pekerjaan yang memiliki gaji tinggi di perusahaan swasta kelas menengah seperti perusahaan media lokal keluarga yang saya pimpin. Padahal kebanyakan perusahaan termasuk perusahaan swasta kelas menengah memiliki tingkat seleksi yang cukup ketat.

Akhirnya, banyak juga sarjana yang tertolak dan berakhir tidak memiliki pekerjaan. Sarjana baru sering tak paham, take home pay dapat bertambah secara bertahap meningkat berdasarkan prestasi. Ini dihasilkan berdasarkan kemampuannya.

Benarkah ego fresh graduate yang mencari kerja tinggi?. Sejauh ini belum ada penelitian yang masuk jurnal ilmu psikologi.

Berdasarkan pengalaman saya, fresh graduate ada yang berkepribadian sombong, ambisius dan cenderung "malas".

Menurut psikolog Jerman Erich Fromm, orang orang semacam itu suka memproyeksikan kepercayaan diri yang dibuat-buat. Dan dapat bertindak seolah-olah mereka memiliki harga diri yang tinggi. Padahal tak menunjukan effort yang konstan.

Mereka kadang suka menghargai diri sendiri secara berlebihan. Namun, peneliti D.M. Svarkic berpendapat bahwa sikap ini mungkin menunjukkan hal yang sebaliknya: harga diri yang rapuh yang coba mereka kompensasi melalui upaya untuk dihormati, diakui, dan dikagumi oleh orang lain.

Baca Juga: Waspadai! Sindrom Pasca Liburan, Post Holiday

Apalagi diuji berdasarkan kemampuan soft skillnya. Misal komunikasi, keahlian presentasi, kreativitas, dll. Kemampuan ini saya anggap tidak bisa  peroleh lewat pendidikan formal. Kemampuan soft skill hanya bisa diperoleh dari pengalamannya  Sebagai contoh, ketika seorang calon karyawan berperan sebagai pemimpin rapat organisasi maka mereka harus sepintar mungkin merangkai kata agar para peserta rapat dapat mengikuti. Jelas, soft skill komunikasi sangat berperan penting. Sama halnya ketika seseorang diwawancarai oleh intertiewer. Nah saat  memaparkan keahlian diperlukan soft skill yaitu kemampuan komunikasi supaya penilai dapat menerima gagasan kita dan lulus seleksi karyawan.

Makanya ada stigma yang menyudutkan sarjana  “Sudah kuliah dan di wisuda dengan gunakan toga kok, pengangguran?"

Menurut saya, sarjana yang baru lulus (fresh graduate) umumnya kalah bersaing dengan yang berpengalaman.

Mengingat pengalaman adalah bekal berharga dalam dunia kerja. Dunia pekerjaan sangat berbeda dari perkuliahan.

Hal ini  yang wajib dipahami oleh semua mahasiswa sebelum diwisuda .

Saran saya, semua mahasiswa sebaiknya mengetahuinya sejak masih di bangku perkuliahan.

Karena menempuh pendidikan itulah sebuah keharusan, meskipun pada akhirnya seseorang tidak tahu dengan menempuh pendidikan yang tinggi ia dapat dengan mudah mendapat pekerjaan yang mapan atau malah menjadi pengangguran. Poin utamanya adalah pendidikan tetap sangat penting.

Para pencari kerja dari kalangan sarjana baru kesulitan mendapat pekerjaan umumnya dikarenakan tidak memiliki pengalaman, baik bekerja maupun berorganisasi. Minimnya pengalaman sarjana baru  yang membuat perusahaan tidak mau menggunakan tenaga fresh graduate nol pengalaman. Halo para dosen dan orangtua.  ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU