Tuntutan Dramatis Bharada Elizier, Sang "Pahlawan"

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 19 Jan 2023 20:08 WIB

Tuntutan Dramatis Bharada Elizier, Sang "Pahlawan"

i

H. Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Publik diberitahu oleh media massa bahwa Bharada Richard Eliezier, dituntut jaksa 12 tahun. Tuntutan ini lebih berat dibanding Putri Candrawathi yang dalam peristiwa perencanaan pembunuhan Brigadir Yosua, berkepentingan. Istri mantan Kadiv Propam Polri hanya dituntut delapan tahun. Tuntutan terhadap Putri sama besarnya dengan tuntutan yang diberikan Rizal dan Kuat Ma'ruf.

Saat membacakan tuntutan, diantara pengunjung sidang riuh menggumam "huuuu...".

Baca Juga: Dituduh Curi 2 Dus Mie Instan, Pria Asal Cimahi Tewas Dikeroyok Massal

Bharada Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

Juga wartawan saya yang meliput jalannya pembacaan tuntutan, menyimak jaksa Paris Manalu, bersuara agak bergetar. Juga jaksa Sugeng Hariadi yang duduk di samping Paris, tampak ikut menyeka matanya. Tak tahu ada apa dua jaksa ini mengekspresikan mimik yang aneh.

Adakah teriakan pengunjung sidang bagian dari logika publik? Juga benarkah dua jaksa ini menyuarakan kekecewaan. Maklum, sebagai wartawan hukum, saya mengenal bahwa besar kecilnya tuntutan jaksa ditetapkan atasannya, Kasi Pidum, Aspidum sampai Jampidum.

Akal sehat saya mengatakan ada. Apa dasarnya? Hanya Allah SWT dan jaksa yang tahu.

Perkara perencanaan pembunuhan di rumah dinas Kadiv Propam Polri Tanjung Duren Jakarta Selatan, sejak awal sudah menjadi perhatian publik. Disana ada bermacam skenario dan perintangan penyidikan. Skenario dan perintangan penyidikan ini nyaris sempurna. Maklum yang membuat mantan pejabat tinggi Bareskrim Polri.

Selama dua minggu lebih, setting-settingan ini aman dan terkendali. Tapi logika publik berbicara sebaliknya. Ada 'bau amis' dalam skenario dan setting-settingan. Diantara logika publik ada mantan Kabareskrim Polri, mantan Kadiv Hukum Polri dan sejumlah ahli yang kompeten dengan kasus pembunuhan. Selain sejumlah akademisi dan praktisi serta aktivis politik dan sosial.

Saat itu Bharada Eliezier, secara mengejutkan membongkar kebusukan kebusukan Sambo. Padahal saat itu, publik disuguhi informasi Sambo, masih punya kekuasaan besar di tubuh Polri. Kekuasaan Sambo, disertai kewenangan besar menangani polisi nakal. Mengapa Eliezier berani menembus tembok China yang saat itu amat kokoh? Sebagai prajurit di Polri, Eliezier sepertinya punya kesadaran. Diantaranya menghitung resiko-resiko yang bakal dihadapinya. Terutama bila pengakuannya yang ditulis di secarik kertas dibantah Sambo. Maklum, saat itu Sambo masih punya komando yang ditakuti seluruh anggota Polri. Singkat kisah, pengakuan Eliezier sampai ke telinga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Setelah itu Sambo, diperiksa tim penyidik Bareskrim Polri. Kemudian ditahan di Mako Brimob. Sambo tak bisa berkutik dari jeratan tindak pidana pembunuhan berencana Yosua, ajudannya.

Catatan jurnalistik saya menggambarkan Eliezier punya nyali bak pejuang kemerdekaan. Lawan Eliezier penguasa yang memiliki power full di Polri. Akal sehat saya menyebut Eliezier "sang Pahlawan" pembongkar kejahatan pembunuhan oleh jenderal polisi.

 

***

 

Pahlawan itu dalam pemahaman publik bukan cuma prajurit bersenjata api melawan penjajah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan dimaknai sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani.

Jadi dalam membela kebenaran, pahlawan harus mengorbankan tenaga, pemikiran, waktu, bahkan nyawa. Ini ada pada sosok Eliezier.

Ia menguak skenario Sambo dan Putrinya tidak untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan masyarakat. Apa? Menegakan kebenaran.

Eliezier, menurut akal sehat saya memenuhi kriteria pahlawan menegakan kebenaran.

Pengakuannya sungguh herois. Eliezier nyata mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadinya.

Ia berkorban dan berjuang dengan mengutamakan kepentingan orang banyak. Ia tidak menunjukan egois kepentingannya sendiri. Padahal Sambo dan Putri telah menjanjikan sejumlah uang yang menggiurkan.

Kini Eliezier dituntut jaksa 12 tahun. Ia sampai menangis. Maklum tuntutannya lebih besar empat tahun ketimbang Putri Cendrawathi.

Tak salah sebagian pengamat berteriak tuntutan terhadap Eliezier ini tidak berkeadilan.

Minimal tak berkeadilan membandingkan dengan pemilik kepentingan yaitu Putri Cendrawathi.

Masuk akal bila Pengacara Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ronny Talapessy, menyampaikan protes atas tuntutan 12 tahun penjara terhadap kliennya. Ronny menyebut jaksa mengabaikan status justice collaborator (JC) kliennya.

Ronny ingatkan status Richard Eliezer sebagai justice collaborator yang dari awal konsisten dan kooperatif bekerja sama dengan semua stakeholder penanganan kasus ini.

Ronny sampai bilang jaksa tak pertimbangkan status Eliezier sebagai justice collaborator.

Bahkan Ronny mengatakan hampir seluruh dakwaan dan berkas tuntutan itu berasal dari kesaksian Eliezer.

Ini artinya Ronny Mengingatkan ke publik termasuk hakim realita hukum yang tidak diperhatikan jaksa penuntut umum. Logika publik sebenarnya disuarakan oleh Fans Bharada Eliezer.

Fans ini muncul untuk pertama kalinya dalam sidang dakwaan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 18/10/2022.

Baca Juga: Pemilu Ulang tanpa Gibran, Ulangan Kekecewaan Kita

Saat itu, ada empat wanita yang mengaku perwakilan dari 'RichliefamsId'.

Mereka juga membentangkan spanduk kecil dengan tulisan 'Untuk Bharada Richard Eliezer, jangan pernah takut. Tuhan selalu ada membela orang benar. Teruslah berkata jujur dan jangan goyah karena sesungguhnya masa depan itu masih ada'.

Menurut Dea, seorang fansnya, "RichliefamsId" itu Richard Eliezer Indonesia. Jadi dari fansnya Bharada E di seluruh Indonesia kebetulan ini yang hadir dari Jabodetabek sama dari Surabaya.

Dea mengaku RichliefamsId terbentuk saat peristiwa tembak menembak yang melibatkan Bharada E mulai terungkap.

Dia mengaku mendukung Eliezer karena berasal dari Manado dengan Eliezer. Dia sengaja datang ke PN Jaksel untuk melihat langsung Eliezer.

"Supaya bisa tahu langsung kejadian kronologi waktu itu gimana supaya kita bisa tahu nanti hukuman dia gimana ke depannya. Harapan kita sih dia bisa bebas, tapi terserah gimana nanti Tuhan berkehendak," ujarnya. Luar biasa. Ini bentuk simpatisan Elizer. Suaranya menurut akal sehat saya, bagian dari logika publik.

 

 

***

 

Ironisnya, jaksa menyebut Bharada Richard Eliezer sebagai eksekutor merampas nyawa Yosua, namun Ferdy Sambo tak disebut sebagai inisiator. Padahal diyakini oleh jaksa, terdakwa Sambo terbukti merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua di rumah dinasnya pada 8 Juli 2022. Jaksa mengatakan Sambo terbukti memiliki cukup waktu untuk merencanakan pembunuhan tersebut. Peristiwa hukumnya ia memerintahkan Eliezer menembak Yosua. Perintah adalah inisiator. Dalam pasal 55 KUHP, inisiator adalah penyuruh.

Artinya Ferdy Sambo, meski mengaku tidak menembak langsung Yosua, fakta hukumnya penyuruh.

Mengacu pada Pasal 55 KUHP, maka penyuruh suatu tindak pembunuhan juga dapat dijerat pidana atas hal yang dilakukannya.

Sambo, menurut hukum, dipidana sebagai pelaku tindak pidana karena melakukan, menyuruh melakukan , dan ikut serta melakukan perbuatan; Sambo juga memberi atau Menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuatan atau martabat Kadiv Propam Polri.

Baca Juga: Panglima TNI Bicara Bahan Pokok dan Politisasinya

Untuk merapikan suruhannya, ia menyuruh juga Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria untuk melakukan perintangan penyidikan agar kasus yang diskenario tidak bisa diungkap Bareskrim Polri. Sambo juga menyuruh perwira perwira muda seperti

Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto, dan Kepala Biro Provos Divpropam Polri Brigjen Benny Ali dan anggota Polri lainnya.

Logika publiknya skenario ini juga "memaksa" puluhan anggota Polri untuk ikut bermain api. Tujuannya agar Bareskrim Polri tak menemukan serpihan-serpihan bukti dan informasi. Singkatnya, agar Bareskrim Polri tidak mendapatkan gambaran utuh.

Sambo, lupa, nitizen sebagai representasi publik beropini dan berkomentar di TV dan Media sosial. Komentar publik ini saya catat layaknya para ibu-ibu yang berkomentar tentang tetangga.

Opini dan komentar publik itu bak sebuah nalar atau logika hukum. Saya menyebutnya nalar publik atau logika publik.

Akhirnya, Logiks publik ini mengerucut dan digunakan saat terjadi kebuntuan hukum yang awalnya dibuat Sambo.

Catatan jurnalistik saya menyebut logika publik itu pada akhirnya menjadikan sebuah kemaslahatan bagi keluarga Yosua. Opini opini dan komentar pakar dan akademisi, saya sebut logika kewarasan publik telah berjalan. Dan ini menjadi serangkaian kinerja penegakan sebagai logika hukum sampai di persidangan.

Pertanyaannya, ada apa logika kewarasan hukum ini tidak didengar jaksa?

Benarkah kasus ini bertebaran Cuan? Indikasinya Putri dan Sambo, berani merekrut advokat aktivis seperti Febri Diansyah.

Menurut pengakuan kuasa hukum Eliezer, banyak sekali kuasa hukum yang dibayar dan tidak. Ada yang malah bisa membayar dengan harga tinggi?

Dari penjelasan kuasa Eliezer, saya mencatat peran uang ikut menentukan.

Ada advokat yang cenderung membela kliennya bahkan sampai mempermalukan dirinya sendiri. Sedangkan mereka yang tidak dibayar justru memberikan kebenaran kebenaran yang sifatnya sangatlah objektif.

Akal sehat saya bilang tuntutan dramatis jaksa untuk Bharada Elizier sang "Pahlawan" ini bisa sebuah isyarat menyimpan api dalam sekam.

Juga atas nama logika publik dan logika hukum saya berharap Hakim bisa memberikan vonis kepada putri Candrawati dan Ferdi sambo dengan lebih berat lagi. Dan memperingan hukuman untuk "sang Pahlawan" kebenaran Eliezier. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU