Turun Gunungnya SBY, Selain Selamatkan AHY, Juga Awasi Jokowi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 20 Sep 2022 20:30 WIB

Turun Gunungnya SBY, Selain Selamatkan AHY, Juga Awasi Jokowi

Pendapat Pengamat Politik Lokal Surokim Abdussalam dan Fahrul Muzaqqi, Jelang Pilpres 2024

 

Baca Juga: Sidang Perdana Sengketa Pemilu, Rabu Pon

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda apabila Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil. SBY mengatakan, karena adanya informasi tersebut, Ia mesti turun gunung untuk menghadapi Pemilu. Hal ini memantik dua pengamat politik asal Surabaya, menganalisis sikap petinggi Partai Demokrat itu.

Senin (19/9/2022), Harian Surabaya Pagi, Surokim Abdussalam dari Universitas Trunojoyo dan Fahrul Muzaqqi dari Universitas Airlangga Surabaya yang dihubungi terpisah secara daring, menjelaskan, bahwa pernyataan SBY cukup berisiko pada posisi Partai Demokrat saat ini.

 

Motif SBY

“Ini kan masih tahap pemanasan untuk perang di udara, Partai Demokrat kan butuh positioning karena untuk membangun koalisi untuk pencapresan itu butuh positioning yang kuat di udara,” ucap Surokim Abdussalam, Senin (19/9/2022).

Surrokim sendiri melanjutkan ucapannya bahwa menurutnya SBY merasa perlu untuk masuk ke dalam interplay atau tarik ulur perang udara itu meski kurang efektif. “Karena itu (positioning yang kuat) Pak SBY merasa perlu untuk masuk ke dalam interplay atau tarik ulur perang udara itu walaupun pandangan saya sepertinya tidak cukup efektif tapi motif Pak SBY menyampaikan pernyataan beliau itu saya kira paling nyata atau terlihat dibaca itu sebagai upaya menyelamatkan mas AHY untuk mendapatkan peluang di 2024,” lanjutnya.

 

Demokrat Tidak Leluasa

Pria yang juga seorang peneliti di Surabaya Survei Center (SSC) Surabaya ini juga menyebutkan bahwa Partai Demokrat sendiri relatif tidak seleluasa partai-partai lainnya. Salah satu pemicunya yakni adanya gep atau relasi yang kurang harmonis diantara Partai PDIP dan Partai Demokrat.

“Partai-partai lain masih mungkin diajak oleh PDIP, sementara PDIP memiliki gep atau relasi yang mungkin ‘tidak cukup harmonis’ dengan Demokrat karena persoalan relasi Bu Mega dan Pak SBY yang belum cair,” tuturnya.

“Hal tersebut tidak akan mudah bagi demokrat untuk ditinggal dalam pembentukan koalisi itu cukup besar, potensi untuk tidak diajak juga cukup besar. Tentu saja demokrat tidak ingin ditinggal dan tidak diajak. Kemudian harus juga agresif untuk membangun poros untuk berinisiatif membangun poros koalisi sendiri kendati tidak dengan PDIP tetapi paling tidak bisa membuka komunikasi dengan partai-partai lain. Agak repotnya, partai-partai lain yang akan diajak sebagian besar partai pemerintah,” jelasnya.

 

Baca Juga: NasDem Persoalkan Pidato AHY, Demokrat Bentengi Anak SBY

Cukup Beresiko untuk AHY

“Mengapa saya mengatakan cukup beresiko ? Karena di dalamnya selain ada rezim Pak Jokowi disana juga ada PDIP yang juga memainkan peran sebagai coordinator partai pengusung rezim Jokowi. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pak Jokowi relative masih cukup bagus, sehingga kalau Pak SBY mengharapkan politik melo itu efektif sepertinya dalam pandangan saya susah untuk efektif sekarang karena tingkat kepercayaan dan tingkat kepuasan masyarakat terhadap rezim Jokowi masih cukup tinggi,” paparnya dalam wawancara daring, Senin (19/9/2022).

Menurut Surokim Pak SBY disini juga terlalu agresif dengan asumsinya mengenai Pemilu 2024 yang akan mendatang. Hal tersebut beliau ucapkan memberikan resiko bagi AHY sendiri dan kemungkinan adanya perbandingan karena SBY sendiri pernah menjabat selama 10 tahun di pemerintahan.

“Untuk sekarang cukup beresiko karena tidak hanya membangun peluang terbentuknya koalisi baru demokrat tapi juga beresiko untuk mas AHY yang mencari peluang untuk ikut kontestasi di 2024,” tuturnya.

“Kalau demokrat agresif seperi ini cukup mudah untuk dipatahkan oleh partai pendukung pemerintah saat ini karena demokrat sendiri perannya pernah berada di pemerintahan selama 10 tahun sehingga nanti kalau dibandingkan akan mudah bagi partai pendukung rezim saat ini untuk mencari celah kelemahan dari Partai Demokrat, kian agresif Demokrat untuk menyerang pemerintah, akan kian kesulitan demokrat mengambil positioning yang tepat, maka satu-satunya cara yaitu membangun citra sebagai oposisi konstruktif jadi tidak menyerang pemerintah dengan asumsi,” kata Surrokim.

 

Dua Faktor SBY Turun Gunung

Baca Juga: Bersyukur Bergabung dan Dukung Prabowo, AHY: Coba Masih di Tempat yang Lama, Hancur Lebur Betul

Sama halnya juga diutarakan Fahrul Muzaqqi. Menurut pengamat politik Universitas Airlangga ini, turun gunungnya SBY ada dua faktor.

"Saya sih melihat ada dua faktor, yakni ada hal yang penting yang memaksa beliau turun gunung, bukan hanya menaikkan performa partai, melainkan mengantisipasi biar tidak terjadi kecurangan-kecurangan yang sifatnya sistematis,“ ujar Fahrul, kepada Surabaya Pagi, Senin (19/9/2022).

"Bukan kecurangan yang sifatnya melanggar pemilu, melainkan lebih kepada langkah yang tidak etis, langkah yang menurunkan kualitas demokrasi kita.“

 

Jaga Kualitas Demokrasi

Dari situ, tambah Fahrul, titik genting SBY harus turun gunung jadi untuk memastikan agar tidak terjadi Jokowi itu ikut kandidasi menjadi Wapres. "Dalam artian mengcounter kemungkinan itu. Salah satu arus yang lumayan besar ketika berita Pak Jokowi itu bisa menjadi Wapres itu muncul dari para petinggi partai, tidak hanya PDIP tetapi termasuk juga Gerindra, dan partai-partai lainnya,“ katanya.

"Menurut saya, saya memandang Pak SBY harus ambil tindakan untuk menahan arus dari narasi itu dan mengantisipasi agar kualitas demokrasi kita tidak merosot karena langkah-langkah politis yang sifatnya pragmatis,“ tukasnya. asa/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU