Home / Ekonomi dan Bisnis : Melongok Sentra Wisata Kuliner Binaan Pemkot (1)

UMKM SWK Krembangan Protes, Dagangan Sepi, Pemkot "Cuek"

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 01 Jun 2021 21:55 WIB

UMKM SWK Krembangan Protes, Dagangan Sepi, Pemkot "Cuek"

i

Kondisi Sentra wisata kuliner (SWK) Krembangan Selasa (1/6/2021), meski tertata rapi, namun sepi pengunjung. SP/Semmy Mantolas

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi saat ini ingin meningkatkan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang terintegrasi. Untuk pengembangan pada sektor tersebut, pihaknya berencana memanfaatkan tanah aset milik Pemkot Surabaya. Salah satu misalnya dengan mendirikan ataupun meremajakan kembali Sentra Wisata Kuliner (SWK). Meski realitanya, masih ada SWK yang sepi peminat, tetapi ada SWK yang telah mendapat program promosi dari Pemkot. Untuk itu, Surabaya Pagi mulai hari ini akan menurunkan liputan dari beberapa SWK binaan Pemkot Surabaya itu. Bagaimana dan apa harapan para pedagang kaki lima yang berada di SWK tersebut. Berikut liputannya.

 

Baca Juga: Pemkot Surabaya Rencana Tambah 2 Rumah Anak Prestasi

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Data dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro (Dinkop) hingga saat ini telah ada sekitar 44 SWK di Surabaya. Dan menampung kurang lebih 1.300 UMKM binaan pemerintah kota Surabaya.

 Dari data 44 SWK, tersebar di beberapa wilayah Surabaya, baik di Surabaya Utara, Surabaya Barat, Surabaya Timur, Surabaya Pusat dan Surabaya Selatan. Selasa (1/6/2021) kemarin, Surabaya Pagi mendatangi SWK Krembangan yang berlokasi di Jalan Gresik Surabaya.

Tampak luar, SWK terlihat bersih dan nyaman. Namun, pada hari libur Selasa (1/6/2021) kemarin, yang bertepatan Hari Lahirnya Pancasila, tak berdampak pada minat pembeli di SWK Krembangan.

Usut punya usut, ternyata dari pengakuan Lidia, pedagang di SWK Krembangan, manajemen pengelolaan di pusat PKL Krembangan itu terbilang berantakan.

Menurut Lidia, masing-masing PKL diharuskan melakukan pengembangan bisnis tanpa ada pantauan, bimbingan atau turut campur dari Pemerintah Kota Surabaya. "Ya kita jual sendiri, gak ada itu bantuan promosi apalagi modal. Malah gak pernah," katanya

Lucunya, Pemkot Surabaya kini tengah menggencarkan modernisasi SWK dengan sistem kasir tunggal. Namun SWK Krembangan ternyata luput dari radar pemerintah.

 

Kasir Tunggal Belum Merata

Laporan dari Dinkop setidaknya ada sekitar 24 dari total 44 SWK di Surabaya yang telah menerapkan sistem kasir tunggal.  Sistem kasir tunggal sendiri bertujuan agar transaksi jual beli dilakukan secara satu pintu.

Bagi pembeli yang memesan salah satu menu di pedagang, akan mendapat nota rangkap untuk bertransaksi di kasir. Selanjutnya, pembeli mendapat nota baru di kasir. Nota baru ini sebagai bukti pembeli telah menyelesaikan transaksi. Sementara nota dari pedagang akan distempel oleh petugas kasir.

Penerapan kasir tunggal ini dinilai menguntungkan para pedagang. Karena pemkot akan membantu manajemen pembukuan, baik dalam hal data pendapatan, hingga promosi. Pemkot Surabaya memastikan, penghasilan pedagang yang terekam selama satu hari akan langsung diberikan kepada pedagang.

"Ya konsepnya bagus mas, hanya saja kita boro-boro didampingi, petugas yang datang ke sini hanya minta uang sewa. Per bulan di sini Rp 500 ribu per stan. Saya punya dua stan, jadi per bulan Rp 1 juta," katanya

Baca Juga: Fenomena ‘War Takjil’ Ramadhan Jadi Berkah dan Peluang UMKM Tingkatkan Penjualan

Dari pantauan Surabaya Pagi saat kongkow di SWK Krembangan Selasa (1/6/2021) sejak pukul 10:05 WIB hingga 12:45 WIB, hanya ada 6 pengunjung yang datang ke SWK Krembangan. Itu pun 2 orang lainnya adalah kenalan dari para pedagang. "Mana sekarang sepi mas, bisa lihat sendirikan. Sudah seminggu ini, saban hari pulang hanya bawa 20 ribu. Bahkan pernah 14 ribu saja. Gak ngaruh hari libur atau hari kerja biasa," tambahnya.

 

Bantuan Pemkot Gak Cukup

Pedagang SWK Krembangan lainnya seperti Silfia pun mengungkapkan hal serupa. Ia mengisahkan bagaimana perlakuan pemkot Surabaya melalui Dinas Koperasi yang hanya memberikan bantuan Rp500 ribu untuk dibagi kepada 24 stan di SWK Krembangan.

"Pernah kemarin h-7 sebelum lebaran, katanya ada bantuan uang dari pemkot Rp 500 ribu. Tapi bukan per stan, untuk SWK. Lah kita di sini ada 24 stan, dibagi 500 per stan ya dapat 20 ribu. Nasi satu bungkus saja itu," ucapnya sambil terbahak.

"Akhirnya setelah uang diambil, kita semua sepakat kasih ke anak yatim. Soalnya uang 20 ribu, untuk modal kurang, lebih baik beramal" tambahnya.

 

Harus Merata

Baca Juga: Pemkot Surabaya Segera Cairkan Gaji ke-13 Non ASN

Oleh karenanya, ia meminta kepada pemerintah bila ingin memperhatikan usaha wong cilik maka harus melihat secara keseluruhan. Bukan hanya mengambil beberapa SWK yang managamennya bagus dan disiarkan dimedia masa.

"Tidak semua bagus mas, ini kalau saya dapat tempat lain. Sudah pindah saya. Kalau buat program ya direalisasikan dong, sekarang mana bantuan dari pemkot. Sekali dikasih hanya 500, itu pun harus dibagi lagi. Katanya pro wong cilik, tapi mana buktinya," ucapnya dengan nada kesal.

 

Air Limbah SWK

Selain buruknya manajemen, pembangunan SWK Krembangan juga mengorbankan lingkungan. Baik Lidia atau Silfia juga mengakui kalau pengelolaan air limbah masak langsung di buang ke gorong-gorong kemudian limbah dialirkan ke sungai. Beberapa dibuang ke lahan belakang SWK.

"Belakang itu kan tanah kosong, ada kuburan juga. Dibuang ke sana. Seberang ini ada sungai juga," kata Lidia.

Pernyataan Lidia bukanlah isapan jempol belaka. Dari profil SWK Krembangan yang dimuat dalam situs Badan Pereencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, menyebutkan SWK Krembangan tidak tersedia Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). sem/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU