Vaksin Booster Covid-19 Kedua Harus Bayar Rp100 Ribu

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 10 Feb 2023 10:25 WIB

Vaksin Booster Covid-19 Kedua Harus Bayar Rp100 Ribu

i

Foto ilustrasi.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa booster vaksin Covid-19 kedua tidak lagi gratis alias dikenakan tarif senilai Rp100 ribu. Ia menuturkan, kebijakan ini akan diberlakukan ketika Indonesia memasuki masa transisi dari pandemi menjadi endemi.

Masyarakat yang bukan penerima bantuan iuran (PBI) maka harus merogoh kocek sebesar Rp100.000 untuk sekali suntik. Menurutnya, besaran biaya tersebut masih dalam batas wajar.

Baca Juga: Menkes Budi Gunadi, Salah Satu Incaran Menkeu di Kabinet Prabowo

“Nanti begitu transisinya selesai, karena vaksin ini sebenarnya (harganya) di bawah Rp100 ribu, belum pakai ongkos, harusnya ini pun bisa di-covered oleh masyarakat secara independent. Tiap enam bulan sekali Rp100 ribu menurut saya sih suatu angka yang masih make sense,” kata Budi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (8/2/2023).

Namun, untuk kalangan masyarakat yang tidak mampu dan yang terdaftar dalam BPJS dengan kategori PBI masih akan ditanggung oleh pemerintah.

Dalam kesempatan yang sama, Budi menuturkan, situasi pandemi di tanah air sudah cukup terkendali. Menurutnya, hal ini terlihat dari tidak adanya lonjakan kasus Covid-19 yang signifikan, rendahnya angka pasien COVID-19 yang masuk rumah sakit dan tingkat kematian.

Ia menyebut, salah satu penyebab tidak adanya kenaikan kasus yang cukup signifikan adalah karena tingkat kekebalan masyarakat yang cukup tinggi. Berdasarkan survei serologi pada Januari 2023, tercatat bahwa tingkat kekebalan masyarakat sudah mencapai 99%.

Kendati demikian, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan tetap waspada. Budi menyampaikan bahwa pada masa transisi pandemi menuju endemi, Kemenkes akan tetap meningkatkan kesadaran masyarakat agar tetap menerapkan protokol kesehatan dengan aktif melakukan sosialisasi. Adapun sosialisasi tersebut di antaranya terkait vaksinasi, varian-varian baru Covid-19, dan imunitas masyarakat.

“Intervensi pemerintah berkurang. Jadi kita gak terlalu mengatur masyarakat kita, tapi partisipasi masyarakat, kesadarannya yang perlu kita tingkatkan. Sama seperti influenza, atau DB (demam berdarah), kan pemerintah tidak intervensi ke kehidupan kita banyak. Masyarakat sudah menyadari kalau lagi musim DB, ya kita musti semprot misalnya. Itu adalah cara terbaik di sistem kesehatan masyarakat untuk mengendalikan penyakit menular dengan cara partipasi, kesadaran masyarakat, edukasi masyarakat,” terangnya.

Baca Juga: Kemenkes: Covid-19 di Indonesia Melonjak Total 6.223 Kasus, Didominasi Subvarian EG.5

Selain itu, masyarakat juga akan diberikan edukasi untuk melakukan tes Covid-19 secara mandiri. Apalagi masyarakat dinilai sudah terbiasa dan mampu untuk menggunakan tes antigen dengan mandiri.

"Kalau sakit (Covid-19), sudah tahu obatnya apa. Anti virusnya ada molnupiravir, nanti kita akan bawa paxlovid masuk sehingga bisa diakses di rumah sakit, seperti sakit flu atau sakit demam berdarah. Sehingga ini menjadi suatu hal yang normal," ujarnya.

Di sisi lain, pihaknya akan mengedepankan surveillance dengan teknologi whole genome sequencing yang alatnya sudah tersedia di 50 titik di berbagai penjuru Indonesia.

Sebelumnya, Budi juga menegaskan bahwa rencana tersebut bukanlah ajang bagi pemerintah untuk memperjualbelikan vaksin Covid-19.

Baca Juga: Pasca Wamenkumham, Ada Menteri era Jokowi, Dicokot KPK

"Bukan diperjualbelikan, kita kan dalam masa transisi dari pandemi menjadi endemi yang paling penting adalah intervensi pemerintah diturunkan, partisipasi masyarakat ditingkatkan termasuk juga di vaksinasi," tegasnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/1/2023).

Nantinya, masyarakat akan berkesempatan untuk membeli secara mandiri vaksin Covid-19 melalui apotek, puskesmas, hingga rumah sakit (RS). Namun, ditekankan bahwa proses penyuntikan hanya dapat dilakukan di puskesmas maupun RS terdekat.

"Mekanisme pengawasannya sama saja seperti sekarang, seperti kalau kita beli vitamin C. Kita jualnya kan enggak hanya di apotek, kan harusnya diberikannya di rumah sakit atau puskesmas," tuturnya. jk

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU