Pejabat Daerah Di-OTT Makin Banyak

surabayapagi.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang menyetujui usulan Komisi III DPR, agar lembaga antirasuah itu tidak lagi memeriksa calon kepala daerah yang maju pada Pilkada 2018. Namun menjelang Pilkada 2018, sejumlah penyelenggara negara (pejabat) kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Sebut saja Wali Kota Tegal (Jateng) Siti Masitha, Bupati Pamekasan (Jatim) Achmad Syafii Yasin dan terbaru Bupati Batu Bara (Sumatera Utara) OK Arya Zulkarnain. Selain menangkap kepala daerah, KPK juga mencokok beberapa Ketua dan anggota DPRD. Diantaranya, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Ketua DPRD Kota Banjarmasin Iwan Rusmali dan Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Boch. Basuki. Lokasi OTT para pejabat itu merupakan daerah yang bakal menyelenggarakan Pilkada serentak 2018. Indikasi apa ini? ------------------------- Laporan : Joko Sutrisno-Ibnu F Wibowo, Editor: Ali Mahfud ------------------------- Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono menyebut transaksi uang haram meningkat jelang gelaran Pilkada serentak 2018. Giri pun menyebut unsur yang paling kerap terjerat, yaitu eksekutif (Pemerintah Daerah) dan legislatif (DPRD) di daerah. Merem aja dapat kita, apalagi menjelang pilkada serentak, pemilihan legislatif, dan lain-lain. Logistik 2019, pemilu lagi 2018, fase-fase logistik. Bisa jadi KPK panen," ungkap Giri dalam diskusi 'Integritas Partai Politik' di Jakarta, , Jumat (15/9/2017). Giri menyebut secara khusus bila korupsi anggaran cukup signifikan nilainya. "Yang disebut korupsi penganggaran dan itu nilainya besar sekali," cetus dia. "Korupsi penganggaran itu lumayan besar, tapi presentasi sebelum anggaran diketok sudah ada proses korupsi," sambungnya. Selain itu, Giri juga menyampaikan data yang dimiliki KPK. Menurutnya, 32 persen orang yang terjerat OTT berasal dari kepala daerah dan legislatif, sedangkan 25 persen lainnya dari swasta. "Tapi harus kita perbaiki. Kalau tidak, dijamin 32 persen akan tambah terus dan OTT itu banyak lagi," tandasnya. Apa yang disampaikan Giri tidak berlebihan. Seperti OTT terhadap Wali Kota Tegal Siti Mashita Soeparno (SMS). Suap yang diberikan kepada Mashita diduga akan digunakan untuk kepentingan Pilkada Kota Tegal 2018. Dalam kasus tersebut KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Selain Siti Mashita, pengusaha sekaligus tangan kanannya Amir Mirza Hutagalung (AMH) dan Wakil Direktur RSUD Kardinah Cahyo Supardi (CHY). Siti Mashita dan Amir diduga menerima suap dari Cahyo terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal tahun anggaran 2017. Tim Satgas KPK menyita uang sebesar Rp 300 juta dalam kasus tersebut. Mainkan Proyek Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan khawatir dengan banyaknya pejabat publik yang terjerat OTT. Padahal berbagai upaya sudah dilakukan untuk mencegahnya. Sampai-sampai Basaria khawatir kepala daerah berkumpul di markas KPK. "Harapan terakhir, kami tak ingin seluruh bupati pindah kantor ke KPK," ucap Basaria. Komisioner lainnya Alexander Marwata menambahkan, meski proses lelang pengadaan saat ini dilakukan secara daring, ada sejumlah pihak yang masih bisa mengakali untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Alex, lebih dari 80 persen korupsi yang ditangani KPK menyangkut pengadaan barang dan jasa. Alex menyebut, dalam proses pengadaan biasanya ada kongkalikong antara penyelenggara negara dengan perusahaan. "Selain kongkalikong antara penyedia barang jasa kan ada juga persengkongkolan antara perusahaan," ujarnya. Selama KPK berdiri, dari 2004 sampai September 2017, setidaknya ada 81 kepala daerah, baik gubernur, bupati dan wali kota yang menjadi tersangka. Untuk 2017 ini, KPK telah menjerat Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Bupati Pamekasan Ahmad Syafii, Wali Kota Tegal Siti Mashita Soeparno dan Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain. Lebih lanjut, Basaria menyatakan sudah mengupayakan kerja sama di tingkat daerah dalam pencegahan korupsi. Salah satunya kerja sama dengan beberapa daerah seperti Bandung dan Surabaya dalam menerapkan aplikasi pencegahan korupsi. Aplikasi tersebut bisa dikontrol seluruh kepala unit dan masyarakat. Untuk itu, pihaknya pun sudah memberikan pelatihan aplikasi itu kepada para bupati dan wali kota. Tak Periksa Calon Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan pihaknya tidak memeriksa calon kepala daerah yang maju pada Pilkada 2018. Calon tersebut tidak akan diperiksa sebelum pilkada jika surat penetapannya sudah dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Februari 2018. Dengan demikian, pemeriksaan akan dilakukan setelah pilkada selesai. Bahkan jika terjadi sengketa, pemeriksaan baru akan dilakukan setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah ditetapkan jadi calon, sepanjang belum memasuki pro yusticia kami sepakat melakukan hal-hal yang tidak mengurangi marwah yang bersangkutan, kata Agus Rahardjo saat itu. Akan tetapi, Agus mengecualikan jika calon kepala daerah tersebut terjaring operasi tangkap tangan (OTT). Kecuali OTT, Pak. Tidak bisa, katanya. Permintaan terhadap KPK tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Aziz Syamsudin. Alasannya, kalau KPK memeriksa calon kepala daerah setelah penetapan pasangan calon pada Februari 2018, maka tahapan pilkada bisa terganggu. Presiden Dukung OTT KPK Sementara itu, Presiden Joko Widodo kembali memperingatkan kepala daerah berhati-hati menggunakan anggaran. Peringatan Jokowi ini diungkapkan setelah KPK melakukan OTT terhadap lima orang di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Salah satu yang ditangkap ialah Ketua DPRD Kota Banjarmasin Iwan Rusmali. "Pertama, hati-hati dalam mengelola keuangannya, baik APBD maupun APBN adalah uang rakyat. Kedua, yang berkaitan dengan gratifikasi hati-hati. Semuanya hati-hati," kata Jokowi di sela-sela kunjungan ke Pasar Baru, Banjarmasin, Jumat (15/9) kemarin. Jokowi mengapresiasi penangkapan yang dilakukan komisi antirasuah itu. Presiden meminta KPK terus melakukan kegiatan penegakan hukum, termasuk OTT. "Kalau ada bukti, ada fakta hukum di situ, saya kira bagus. Prestasi KPK kan memang di OTT. Yang tertangkap ya ditangkap. Ditangkap asal buktinya ada," tandasnya. Biaya Politik Lebih Mahal Di lain pihak, Ketua MPR Zulkifli Hasan menyarankan adanya perbaikan dalam hal gaji pejabat publik. Saran ini agar tidak ada lagi pejabat publik yang kena OTT KPK, karena korupsi atau menerima gratifikasi dan suap. Gaji yang diterima kepala daerah jauh lebih kecil dibanding dana yang dikeluarkan untuk bisa menjadi bupati, wali kota atau gubernur. "(Gaji) Bupati Rp 6 juta sedangkan mau jadi Bupati biayanya mahal sekali. Belum iklan, belum pasang spanduk, belum hadiah, belum sembako, belum sarung, belum transport," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (15/9). Jika tidak ada perbaikan dalam hal gaji kepala daerah, Zulkifli pesimis korupsi bisa hilang. "Bagaimana lingkungannya, begitu caranya, begitu Undang-Undangnya, juga begitu tarung bebas," ungkapnya. Dia khawatir jika masalah gaji tidak diperbaiki maka akan semakin banyak pejabat publik yang menggunakan kekuasaannya untuk mengembalikan modal mereka selama bertarung di Pilkada. n

Editor : Redaksi

Ekonomi dan Bisnis
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru