SURABAYAPAGI, Surabaya - Drama Tri Rismaharini yang selalu mengaku tidak pernah berambisi menjadi Wali Kota Surabaya perlahan mulai terkuak. Seolah berbeda dengan pernyataan Risma di media, ternyata Risma dari awal sangat berambisi menjadi wali kota.
Dalam beberapa kesempatan Risma selalu mengaku tidak pernah meminta jabatan menjadi wali kota. Bahkan, berdoa saja untuk menjadi wali kota tidak berani. "Saya jadi wali kota juga nggak minta, bahkan saya berdoa supaya tidak jadi, mohon maaf saya pantang meminta," kata Risma.
Baca Juga: Tonton Debat Cagub Jatim, Hasto : Program Infrastruktur Risma Paling Membumi
Fakta ini terungkap dalam channel Youtube Cak Sholeh, pengacara muda berprestasi Surabaya M. Sholeh. Ia menghadirkan Jagad Hari Seno, anak sulung pendiri dan sekjen PDI Perjuangan almarhum Soetjipto Soedjono (Pak Tjip). Sholeh mengulas tema itu dalam podcastnya yang berjudul ”Wawali Whisnu, Tidak Punya Peran, Fakta atau Hoax?”
Sholeh mula-mula membuka percakapan dengan pertanyaan tidak lama setelah menang pada Pilwali 2010, Bambang DH sebagai wakil dan Risma sebagai walikota mengalami friksi. Padahal Risma notabene mantan bawahan Bambang saat menjadi wali kota.
Atas pertanyaan itu, Seno, sapaannya memilih menjawab saat bertemu Risma yang menjabat sebagai Kepala Bappeko Surabaya di kantornya, Risma menyatakan ingin maju Pilwali Surabaya 2010 melalui PDI Perjuangan. ”Selain itu, Bu Risma berjanji kepada saya, dihadapan mas Dodik, disitu ada Don Rosano juga, bu Risma akan menjaga kepentingan partai, dalam hal ini simbol Bambang DH akan dijaga," ujar Seno.
Sayangnya, ketika Risma dilantik sudah menyinggung partai. Tidak berterima kasih kepada PDI Perjuangan karena merasa peranan partai tidak ada. "Merasa dipilih oleh masyarakat, dan itu sangat menyinggung partai," jelasnya.
Saat ditanya Sholeh mengapa Risma tidak pernah menyampaikan keberhasilan Surabaya karena ada peran wali kota sebelumnya? Seno memandang, Risma memang terkesan arogan. Karena sangat jarang dalam semua dialognya menggunakan subyek kami atau kita, yang sering lebih memakai aku atau saya.
Baca Juga: JIka Jadi Gubernur, Risma Gagas Jalan Tembus Trenggalek-Tulungagung
”Contoh ndak jauh-jauh saat demo seolah-olah merusak, kemudian apa yang dilakukan, ’jangan merusak kotaku, aku ini siang malam’, itu tidak etis sebagai pemimpin, pemimpin itu harus membawa kebersamaan tim,” kata Seno.
3c9b75a2-d778-4d9f-919b-c3b513354552
Seno mengatakan, saat Bambang DH mundur dari jabatan wakil wali kota lalu posisinya diganti oleh Whisnu Sakti Buana (WS) karena bagian dari planning partai. Saat itu, WS sedang menjabat Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya dan Wakil Ketua DPRD Surabaya.
Namun, kata Seno, Risma tidak ingin WS menjadi wakilnya meski tidak menolak dengan tegas. Komunikasi Risma dengan partai juga sangat arogan. Bahkan Risma menghambat proses supaya WS tidak menjadi wakilnya.
Baca Juga: Sapa Ratusan 'Proklamator Desa Mojokerto', Cagub Risma Janji Jadikan Desa Sebagai Basis Pelayanan
”Kami bingung, Risma muncul di Mata Najwa dan nangis-nangis karena didesak, saya, keluarga, partai, dan WS bingung, yang mendesak siapa dan persoalan apa,” kata Seno.
Lucunya, kata Seno, pada saat pelantikan WS sebagai wakil wali kota Surabaya, yang melantik bukan Risma, melainkan Gubernur Jawa Timur (Pakde Karwo). ”Pakde Karwo itu berupaya supaya pelantikan WS terlaksana. Padahal dulu, Pakde Karwo secara politik dengan bapak saya (Pak Tjip) benturan, tetapi dengan WS seperti anak sendiri, beda dengan Risma,” ungkapnya.
Seno mengatakan, WS sangat jarang diberi peran oleh Risma. Bahkan ketika Risma berhalangan hadir dalam suatu acara dan diwakili oleh Sekkota Surabaya, WS juga membiarkan. WS menerima saja apa yang dilakukan Risma demi menjaga citra PDI Perjuangan."Tetapi belakangan, seolah-olah PDIP apa kata Risma," kata Seno. Alq
Editor : Mariana Setiawati