SURABAYAPAGI.COM, Joged Bumbung adalah tari pergaulan yang populer di Bali. Tari ini dikenal sebagai seni hiburan yang memiliki nilai sosial dan estetika tinggi, sehingga sangat digemari baik oleh masyarakat Bali maupun wisatawan yg berkunjung ke Bali. Terutama pria. Kontributor Surabaya Pagi di Bali, Made Yudha, melaporkan Rabu (20/11/2024).
Baca Juga: MALIQ & D'Essentials Siap Gelar Tur Album Can Machines Fall In Love?
======
Joged Bumbung, biasanya ditampilkan dengan busana sederhana seperti kain songket atau perada, kebaya, gelungan (hiasan kepala), dan selendang, serta menggunakan kipas sebagai properti. Sebagai sebuah seni tradisi.
Namun, dalam perkembangannya banyak penari Joged muda, melakukan inovasi terhadap gerak-gerak pakem yang memberi kesan tidak senonoh. Cewek ceweknya mengeksploitasi tubuh dengan aksi seksual atau erotis aksi.
Ni Sulastri, salah satu penari mengatakan, selama pementasan Joged Bumbung Jaruh, terdapat berbagai gerakan yang dianggap sebagai bentuk eksploitasi, antara lain:
Gerakan memamerkan kemaluan dan payudara oleh penari ataupun penonton yang ikut menari.
Juga ada gerakan angkuk-angkuk (goyang maju-mundur) yang saling berhadapan.
Bahkan ada gerakan saling tindih dan menari dengan memegang kemaluan penari atau penonton.
Penarinya, ada yang menggunakan kostum yang terlalu terbuka. Kostum kain atau kamen ada yang tersingkap lebih tinggi dari lutut atau memiliki belahan yang membongkar paha.
Baca Juga: HIPMI Ngotot Ingin Bangun Kasino di Bali
Surat Edaran Pj Gebenur
Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 18 Tahun 2024 untuk menghentikan pementasan tarian yang dianggap mengandung gerakan erotis dan melanggar norma budaya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali resmi larang pementasan joged bumbung jaruh.
Larangan joged bumbung jaruh itu didasari Ilikita Majelis Kebudayaan Bali (MKB), Nomor 01/X/MKB/2024 tertanggal 21 Oktober 2024.
Untuk itu, Pemprov Bali resmi mengeluarkan langkah tegas untuk melindungi budaya Bali dari pengaruh negatif joged bumbung jaruh.
Larangan ini termuat dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 18 Tahun 2024 tentang Tari Tradisi Joged Bumbung Jaruh, surat edaran dan Ilikita tersebut mengatur tata pertunjukan, busana, serta melarang pementasan dan tayangan Joged Bumbung Jaruh di media sosial.
Baca Juga: Fase Pemulangan Hari ke-21, Dua Kloter Provinsi Bali Tiba di Debarkasi Surabaya
Joged yang erotis bertentangan dengan kaidah tarian Bali yang berunsurkan logika, etika, dan estetika agama Hindu atau sering kita sebut sebagai siwam (kesucian, logika), satyam (kebenaran, etika), dan sundaram (keindahan, estetika), sehingga menodai harkat dan martabat kesenian Bali.
Pelarangan ini berfungsi untuk menjaga citra budaya Bali dari video-video yang dianggap mencemarkan kesopanan budaya.
Sebelum diterbitkannya SE ini, Majelis Kebudayaan Bali terlebih dahulu menerbitkan Ilikita Joged Bumbung. Ilikita yang bertanggal 21 Oktober 2024 ini menyoroti Joged Bumbung sebagai salah satu seni tari yang fungsinya adalah hiburan, namun menegaskan bahwa gerakan joged erotis adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip dari kebudayaan Bali.
Menurut majelis, tarian tradisional Bali harus dijiwai oleh tiga konsep Hindu: siwam (kesucian dan logika), satyam (kebenaran dan etika), serta sundaram (keindahan dan estetika).
Pemprov Bali dan Majelis Kebudayaan Bali menilai joged bumbung jaruh melanggar nilai-nilai budaya Bali.
Aksi-aksi yang dianggap jaruh dan provokatif ini merusak kesakralan joged bumbung asli dan mengakibatkan keresahan masyarakat. n my/rmc
Editor : Moch Ilham