Tahanan Keluar Tanpa Izin, KPK Tegur Rutan Surabaya

surabayapagi.com
SURABAYAPAGI.com - Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) mengaku telah mengirim surat kepada Kepala Rutan (Rumah Tahanan) Surabaya lantaran menerima informasi Bupati Mojokerto nonaktif Mutofa Kamal Pasa keluar tanpa izin pengadilan. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tindakan Rutan Surabaya yang membiarkan Mustofa keluar rutan tanpa izin melanggar prosedur. Untuk itu, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Rutan Surabaya pada awal April guna mengingatkan kembali aturan yang berlaku. "Tahanan seharusnya kalau mau keluar (rutan) tentu harus izin pihak yang menahan ya, yang menahan disini adalah pengadilan. Jadi seharusnya itu dilakukan izin ke sana," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/4) malam. Ia berharap kejadian ini menjadi perhatian bagi seluruh kepala rutan di berbagai daerah, terutama yang dititipkan tahanan tindak pidana korupsi agar mematuhi aturan yang berlaku. KPK sebelumnya telah mengirimkan surat kepada Kepala Rutan Kelas I Surabaya dengan nomor B/48/TUT.01.10/20-24/04/2019 pada 5 April 2019. Melalui surat itu, KPK mengingatkan bahwa Mustofa masih menjalani proses persidangan tingkat banding dan penahanan dilakukan berdasarkan penetapan Majelis Hakim Tipikor tingkat banding. Surat ini ditandatangani oleh Deputi Bidang Penindakan KPK, Firli. Surat itu juga berisikan soal aturan jika tahanan akan keluar dari rutan, maka harus ada izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahanan itu. Dalam surat itu juga disebut kalau Mustofa keluar dari tahanan pada 21 Maret 2019 untuk menghadiri pemakaman anaknya. Namun, keluarnya Mustofa dari rutan ternyata tak mendapat izin dari Majelis Hakim tingkat banding. Pihak rutan juga dikatakan tidak pernah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Praktik yang demikian tentu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atas dan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dan stigma negatif terhadap rutan," tulis KPK dalam surat itu. Sebelumnya, Mustofa Kamal terlihat menghadiri pemakaman putra sulungnya, Jiansyah Kamal Pasya (20) pada 21 Maret 2019. Mustofa dikawal petugas Rutan saat hadir di rumah duka yang berlokasi di Dusun Tampung, Desa Tampungrejo, Puri, Mojokerto. Mustofa sendiri divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Dia dinyatakan bersalah dalam suap perizinan menara telekomunikasi di mana dirinya merekomendasikan mengeluarkan izin tower dua perusahaan.

Editor : Redaksi

Ekonomi dan Bisnis
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru