Home / Opini : Kolom Fadhilah

Tarawih Era Rasulullah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 08 Mar 2024 20:55 WIB

Tarawih Era Rasulullah

Menurut sejarah, ibadah tarawih pertama kali dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi, Madinah pada tahun ke-8 Hijriah. Pada awalnya, Nabi Muhammad SAW melakukan shalat tarawih secara pribadi, kemudian diikuti oleh para sahabat yang tinggal di sekitar Masjid Nabawi.

Merujuk pada Kitab Lengkap Panduan Shalat karya Khalilurrahman Al-Mahfani, Rasulullah SAW semasa hidupnya melaksanakan salat Tarawih 11 rakaat dengan 4+4+3 witir atau 2+2+2+2+2+1 witir.

Baca Juga: Fadhilah Ramadhan (16): Membersihkan Jiwa

Jika melihat kembali pada riwayatnya, sholat tarawih pada zaman Nabi Muhammad SAW, dikerjakan sebanyak delapan rakaat. Kadang dilakukan dalam dua salam atau empat salam. Kemudian dilanjutkan dengan sholat witir sebanyak tiga rakaat. Kadang dengan sekali tasyahud dan sekali salam pada rakaat ketiga.

Dari Jabir bin Abadullah ra berkata: “Rasulullah saw pernah shalat bersama kami di bulan ramadhan 8 rakaat dan witir, lalu ketika malam-malam berikutnya kami sudah berkumpul di masjid dan ternyata Rasulullah saw tidak keluar hingga subuh...” (HR Ibnu Khuzaimah).

Literasi yang saya baca, Rasulullah SAW lebih banyak melakukan salat malam pada bulan suci Ramadan di rumah saja. Para sahabat mencatat, beliau hanya tiga malam saja di Masjid Madinah. Kala itu, belum ada istilah salat Tarawih melainkan salat malam Ramadan.

Dalam buku " Sejarah Tarawih " karya Ustaz Ahmad Zarkasih, disebutkan salat yang disebut dengan istilah salat tarawih ini adalah salah satu bentuk salat malam juga pada umumnya. "Menjadi khusus karena memang ada anjuran Nabi SAW yang khusus untuk menghidupi malam-malam Ramadan dengan banyak ibadah, salah satu adalah mendirikan salat malam Ramadan," katanya.

Menurut Zarkasih, sesuai hadis Rasulullah seperti diriwayatkan an-Nasa'i. "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian puasa Ramadan, dan mensunnahkan qiyam-nya…"

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Nabi SAW memberikan motivasi kepada kita untuk melaksanakan qiyam ramadan tanpa memerintahkan dengan kuat. (HR al-Bukhari).

Dua hadis yang disebutkan itu dan hadis-hadis lain dengan nada sejenis, merupakan anjuran yang sifatnya khusus dari segi waktu pengerjaan; yakni malam-malam ramadan untuk menghidupinya dengan ibadah, salah satunya salat.

Dan di sisi lain, hadis-hadis sejenis juga adalah anjuran yang sangat umum sekali.

Bahwa Nabi SAW menganjurkan untuk menghidupi malam Ramadan dengan ibadah, tapi tidak ditentukan jenis ibadah apa. Begitu juga salat yang dianjurkan untuk dilakukan di malam-malam Ramadan tersebut.

Baca Juga: Fadhilah Ramadhan (15): Puasa Mutih

Tidak pernah ada sebutan yang eksplisit tentang jumlah rakaat dan format salat yang bagaimana harusnya. Jadi anjurannya umum untuk semua jenis ibadah dan dengan jumlah rakaat yang tidak ditentukan.

Para sahabat ketika itu menjalankan apa yang diajurkan dengan format yang tidak teratur dan tidak terkomando dengan runutan yang sama. Sebagian mereka melakukannya di rumah, sebagian lain melakukannya di masjid Nabawi.

Mereka yang di Masjid Nabawi pun mengerjakannya tidak dengan alur yang sama; ada yang mengerjakan dengan sendiri-sendiri, dan ada juga yang mengerjakannya dengan berjamaah. Yang berjamaah pun berbeda-beda jumlahnya. Ada yang berjamaah dengan 5 orang, ada juga yang berenam, atau bahkan lebih sedikit dari itu, sesuai dengan bacaan siapa yang ia suka, imam itulah yang ia ikuti.

Itulah yang diceritakan oleh Sayyidah Aisyah , Istri Nabi SAW, yang kemudian direkam oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya. "Dari Sayyidah ‘Aisyah RA, beliau berkata: orang-orang melaksanakan salat di masjid Rasulullah SAW di malam-malam Ramadan itu berpisah-pisah. Mereka mengikuti orang yang punya hafalan Qur’an untuk dijadikan imam salatnya. Ada yang berjamaah dengan 5 orang, ada juga yang berenam, atau lebih sedikit atau bahkan lebih banyak dari itu. (HR Ahmad)

Itu berarti bahwa salat di masjid Nabawi itu memang tidak dihadiri oleh Nabi SAW yang memilih salat di dalam rumahnya.

Karena kalau saja Nabi SAW ada di dalam masjid, niscaya seluruh sahabat yang berada di dalamnya pun akan menjadikan beliau imam salat mereka.

Baca Juga: Fadhilah Ramadhan (14): Rahmatan Lil'Alamin

Sampai akhirnya di suatu malam, sebagaimana disebut oleh Sayyidina Anas bin Malik ra bahwa Nabi SAW masuk ke dalam masjid di tengah malam untuk menunaikan salat malam Ramadan. Dan orang-orang yang ada dalam masjid itu serentak mengikuti Nabi SAW untuk menjadi makmum beliau, termasuk sayyidina Anas karena memang beliau yang memulai duluan dan diikuti oleh banyak orang.

Agak lama berdirinya Nabi SAW di salat tersebut.

Namun ketika beliau sadar bahwa beliau diikuti oleh banyak orang di belakang beliau, beliau percepat salatnya dan setelah selesai salat, beliau masuk rumah lagi dan meneruskan salatnya di dalam. Dan salat yang dilakukan di rumah itulah, salat yang sangat lama berdirinya.

Rasulullah tidak meneruskan di masjid, karena khawatir memberatkan mereka-mereka yang sudah menjadi makmumnya. Ini cerita yang diriwayatkan oleh Imam Al-Marwadzi (w. 294 H) dalam kitabnya yang masyhur terkait dengan periwayatan qiyam Ramadhan 4, dan juga oleh Imam Ibn KHuzaimah dalam kitab Shahihnya.

"Dari Sayyidina Anas bin Malik ra, Rasul SAW (suatu waktu) pernah salat di bulan Ramadan, lalu aku berdiri di sampingnya (menjadi makmum), dan kemudian diikuti oleh yang lain, lalu nambah dan nambah terus menjadi makmum yang banyak. Ketika Nabi SAW menyadari kehadiranku dan orang-orang yang menjadi makmumnya, Nabi SAW mempercepat salatnya, kemudian ia kembali ke dalam rumah. Ketika di rumah, beliau melakukan salat yang berat." ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU