Kasus Surat Ijo, Masih Terkatung-katung

surabayapagi.com
Ketua Pansus Retribusi Aset Kekayaan Daerah DPRD Kota Surabaya Mahfudz

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta- Kasus surat ijo sampai akhir Mei ini masih terkatung-katung. Secara hukum,penghuni lahan berstatus surat ijo di Kota Surabaya, tetap harus membayar retribusi izin pemakaian tanah kepada pemerintah kota sesuai aturan.

Demikian dinyatakan Ketua Pansus Retribusi Aset Kekayaan Daerah DPRD Kota Surabaya Mahfudz. “Kapasitas pansus di DPRD Kota Surabaya hanya sebatas membahas raperda retribusi kekayaan aset daerah dan tidak mempunyai kewenangan untuk melepas tanah surat ijo,” kata Mahfud, Rabu (26/5/2021).

Baca juga: Pembangunan Box Culvert Sebabkan Macet, Pemkot Surabaya Harap Warga Memahami Manfaat Jangka Panjang

Para penghuni lahan surat ijo tersebut, juga ikut rapat dengar pendapat di DPRD Surabaya pada Selasa (25/5). Mereka tetap gigih berjuang dengan berbagai cara agar pansus bisa melepas tanah surat ijo. Namun menurut Mahfudz, pemangku kebijakan sudah menjelaskan dengan detail bahwa lahan itu masih berstatus aset Pemerintah Kota Surabaya.

”Jika ingin membuktikan lahannya bukan aset pemerintah kota, penghuni silakan menggugat di pengadilan,” ucap Mahfudz.

 

Baca juga: Eri Cahyadi - Armuji Daftarkan Diri ke PDI-P untuk Maju Jadi Bacawali-Bacawawali Surabaya

Pemkot ikut Pusat

Ketua P2TSIS Endung Sutrisno mengingatkan, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji, sudah menyerahkan masalah surat ijo kepada pemerintah pusat. Penyerahan Armuji disampaikan pada rapat dengar pendapat dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di Jakarta beberapa waktu lalu

”Kalau pemerintah pusat sudah mengambil langkah untuk menyelesaikan alangkah eloknya pemerintah daerah, termasuk DPRD Kota Surabaya, mengikuti pandangan dari pemerintah pusat tersebut,” kata Endung, Selasa lalu.

Baca juga: Mecapan Beauty, Platform Booking MUA & Stylist Perluas Jangkauan Hingga Kota Surabaya

Selama 10 tahun, pihaknya merasakan retribusi IPT menyengsarakan rakyat. Sebab, terjadi pajak ganda. Bahkan, retribusi itu mempunyai hitungan yang persis dengan pajak bumi dan bangunan (PBB).

”Retribusi itu dinilai tarifnya sangat tinggi melebihi dari PBB. Hal ini dinilai memprihatinkan dan menyengsarakan rakyat,” kata Endung. n alq/cr3/rr/rmc

Editor : Moch Ilham

Ekonomi dan Bisnis
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru