Klaim 110 Juta Warga Tunda Pemilu 2024, Data Luhut Dipertanyakan

surabayapagi.com
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan, ikut memainkan isu perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024.

Bahkan Luhut mengklaim, ia memiliki data aspirasi masyarakat yang menginginkan perpanjangan masa presiden dan penundaan pemilu. 

Baca juga: Gibran Absen di Otoda 2024 Surabaya, Mendagri Tito Bocorkan Alasannya

Tak tanggung-tanggung, Luhut secara gamblang menyebutkan ia memegang big data berisi percakapan 110 juta orang di media sosial yang mendukung penundaan Pemilu 2024.

Data tersebut diklaim tidak mengada-ada. Bahkan ia menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas big data 110 juta warganet yang mendukung agar Pemilu 2024 ditunda.

"Ya pasti ada-lah, masa bohong," kata Luhut Luhut usai menghadiri acara Kick-off DEWG Presidensi G-20 2022 di Hotel Grand Hyatt belum lama ini.

Kendati begitu, ia enggan menunjukan big data tersebut kepada publik. Bahkan secara terang-terangan ia menolak untuk membukanya.

"Ya janganlah. Buat apa dibuka?" katanya. 

Dinilai Tidak Masuk Akal

Klaim 110 juta warga yang menginginkan penundaan pemilu, dikritik oleh sejumlah pihak. Salah satunya datang dari Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi.

Bila luhut mengklaim memiliki data, Fahmi justru membantahnya dengan data pengguna medsos di Indonesia. Khususnya yang fokus membahas isu penundaan pemilu.

Data yang disodorkan Fahmi seolah menunjukan ada kepalsuan atau kebohongan yang dilakukan oleh Luhut, melalui klaim 110 juta orang di medos yang menginginkan perpanjangan pemilu. Fahmi sebut klaim Luhut tidak masuk akal.

“Kalau dari Lab45 sendiri, hanya 10.852 akun Twitter yang terlibat pembicaraan presiden 3 periode, mayoritas nolak. Sesuai data Drone Emprit,” tulis Fahmi di akun Twitternya @ismailfahmi.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dari 10.852 akun tersebut adalah akun yang turut bicara serta di-mention, meski tak ikut bicara.

Baca juga: Gibran dan Bobby Nasution Dijadwal Hadir di Otoda 2024, Pemkot Surabaya Perketat Keamanan

“Contoh akun SBY, tidak ikut bicara, tapi ada dalam SNA [social network analysis] karena di-mention. Jadi saya kira yang aktif dalam percakapan, kurang dari jumlah di atas,” kata Fahmi.

Pegiat media sosial ini menuturkan, dari 18 juta pengguna Twitter di Indonesia, hanya sekitar 10 ribu atau 0,055 persen yang aktif bicara terkait perpanjangan masa jabatan presiden.

Padahal menurut Fahmi, user twitter adalah user yang paling cerewet bicara soal politik.

“Apalagi user kanal lain seperti IG [Instagram], FB [Facebook], persentase bisa lebih sedikit. 110 juta sepertinya impossible,” ucapnya.

Secara data, khusus pengguna FB Indonesia tahun lalu ada  sekitar 140 juta. Dengan asumsi sebesar 0.055%, yang membahas penambahan periode presiden hanya terdapat 77 ribu akun.

“Markup 10x = 777 ribu. Markup 100× = 7,7 juta. Markup 1000x = 77 juta. Jadi impossible ada 110 juta yang ikut aktif bicara, kecuali di-markup 1000x lebih datanya,” kata Fahmi.

Baca juga: Jokowi Tersenyum Dinyatakan Bukan Kader PDIP Lagi

Berpotensi Hoax

Selain Fahmi, Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid mengungkapkan klaim Luhut itu sangat bombastis dan tidak masuk akal.

Menurut Kholid, Luhut harus dapat mempertanggungjawabkan data itu secara transparan dan akuntabel.

“Kalau tidak bisa dipertanggungjawabkan itu klaim sepihak, maunya dia saja. Bahkan bisa jatuh ke berita bohong atau hoax,” katanya.

Di sisi lain, politikus PDIP, Andreas Hugo Pareira menuturkan, tahapan pemilihan umum sudah berlangsung serta anggaran untuk pemilu juga sudah diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Alhasil menurut dia jika masih membicarakan big data itu tidak relevan.

“Lama-lama isu big data ini seperti para penawar investasi bodong crazy rich yang sedang menawarkan produk investasi bodongnya ke publik. Ya bekerja membantu presiden sesuai tupoksinya dong, masa menteri enggak tahu tugasnya,” kata Andreas.  (Sem)

Editor : Redaksi

Ekonomi dan Bisnis
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru