SURABAYAPAGI.com, Sumatera - Ada beberapa orang yang memulai usahanya dengan anggaran seadanya, mereka memulai usaha dari nol dan akhirnya bisa memetik buah manis kesuksesan. Salah satunya adalah Kemrizal Sutan Mudo, pengusaha kacang sukro yang modalnya hanya uang seharga satu kilogram kacang, satu kilogram tepung tapioka serta bumbu.
Makin sukses, Kemrizal Sutan Mudo kemudian memberi nama merk dagang GDR hingga memiliki 20-an orang tenaga kerja yang bisa mengolah satu ton kacang dan tepung per hari sesuai permintaan konsumen. Bahkan omzetnya dalam setahun bisa mencapai Rp8 miliar.
Baca Juga: Program Makan Bergizi Gratis Dapat Bangkitkan UMKM
Kemrizal bercerita saat awal merintis usahanya, produk yang dihasilkan masih sangat sedikit. Ia harus mengantarkan sendiri produknya ke kedai-kedai di Bukittinggi, Padangpanjang dan Sicincin Padang Pariaman. Hasilnya terus diputarkan untuk produksi selanjutnya.
Pada masa itu Ia berusaha mempelajari selera pasar, terutama terkait rasa dan kemasan kacang sukro yang paling dinikmati. Cukup banyak kacang buatannya yang tidak laku karena rasanya tidak disukai konsumen. Namun, ia tidak patah semangat. Kemrizal kemudian kembali berinovasi, mengganti resep dan rasa yang lain.
“Saya ingin membagi pengalaman itu kepada semua orang, terutama generasi muda bahwa modal utama untuk memulai sebuah usaha itu tidak selalu harus modal yang besar. Semangat dan keinginan untuk terus belajar juga bisa menjadi tiang utama keberhasilan sebuah usaha,” katanya.
Baca Juga: Komitmen Dorong UMKM Naik Kelas, Pemkot Malang Optimalkan CSR
Salah satu pola dagang untuk usaha mikro dan kecil di Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau, adalah sistem piutang. Pemilik produk “harus” merelakan barangnya dibawa oleh pedagang dengan sistem piutang. Pembayarannnya bisa seminggu, sebulan bahkan lebih. Malangnya, tidak jarang pemilik produk harus gigit jari karena barangnya tidak terbayar, sementara beban produksi terus harus ditanggung.
Bila sebelumnya pedangan membawa barang dengan sistem piutang, maka Ia mengharuskan pedagang memberikan deposit sebagai syarat untuk bisa mengambil barang. Artinya, semua barang yang diambil pedagang itu harus dibayar lunas.
Pola yang bertolak belakang dengan kebiasaan itu awalnya mendapatkan tantangan dari pedagang, bahkan banyak yang mencimeeh atau mencela. Tetapi, ia tetap bertahan karena yakin produknya diinginkan oleh pasar.
Baca Juga: Sepi Permintaan Pasar, Pelaku UMKM Pindang Ikan Laut Lamongan Meringis
Akhirnya, seluruh pedagang yang ingin mengambil kacang sukro produksi GDR mengikuti aturan main tersebut hingga saat ini. Kadang dalam satu waktu, ada belasan pedagang yang memasukkan deposit untuk mengambil produk, sehingga bagian produksi menjadi kewalahan, padahal telah menggunakan sembilan mesin.
Kemrizal yakin, jika semua usaha menerapkan pola deposit seperti yang dilakukannya, akan semakin banyak usaha mikro yang naik pangkat jadi usaha kecil dan menengah di Sumbar. Dsy6
Editor : Redaksi