Pemerhati Lingkungan Sebut Abrasi di Gresik Ekstrim, Capai 5 km dalam 15 Tahun

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 16 Jun 2022 15:51 WIB

Pemerhati Lingkungan Sebut Abrasi di Gresik Ekstrim, Capai 5 km dalam 15 Tahun

i

Kondisi rob di wilayah pertambakan Pulau Mengare, Kecamatan Bungah, Gresik. SP/Grs

SURABAYAPAGI.COM, Gresik - Banjir rob yang menerjang di berbagai wilayah di Kabupaten Gresik berdampak besar pada jebolnya ratusan hektar tambak dan permukiman. Bahkan, berdasarkan studi di tahun 2017, laju abrasi di Gresik terbilang ekstrim, yakni mencapai 5,15 km per segi dalam 15 tahun terakhir, atau setara 0,34 km per segi per tahun.

Hal ini diutarakan pemerhati lingkungan perairan Gresik Dr Farikhah SPi MPi menanggapi banyaknya tambak ikan yang jebol di wilayah Pulau Mengare dan Ujungpangkah.

Baca Juga: Jalan Sehat Meriahkan Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2024 di Gresik

Menurut Farikhah, rob sebetulnya merupakan peristiwa alam, yaitu naiknya muka air laut masuk ke daratan yang diakibatkan gaya pasang surut air laut.

“Beberapa pekan lalu terjadi rob dengan kekuatan hebat, sehingga menyapu wilayah di sepanjang garis Pantai Utara, seperti di Tuban, Ujungpangkah hingga Pulau Mengare,” kata Farikhah, Kamis (16/6).

Ketua Program Studi Budidaya Perikanan Universitas Muhammadiyah Gresik itu menambahkan, rob yang sekarang tampak lebih hebat dan merusak. Hal ini lantaran kurang adanya tanaman penahan banjir rob sehingga terjadi abrasi.

“Beberapa titik yang saya lihat karena kurangnya tanaman penahan seperti mangrove,” jelasnya.

Di Gresik, kata Farikhah, abrasi selalu beriring dengan akresi atau penambahan garis pantai akibat sedimentasi atau oleh orang daerah sini disebut sebagai tanah oloran. "Luasannya juga luar biasa. Sering juga masyarakat lokal menggunakan tanah oloran tersebut menjadi tambak,” ungkapnya.

Tak hanya itu, berdasarkan wawancara terhadap ribuan petambak di Kabupaten Gresik dan Lamongan ditemukan fenomena kenaikan air laut setiap tahunnya.

Baca Juga: Wujudkan Desa Berdaya, Pemdes Petiken Driyorejo Bangun Kawasan Wisata Gunung Kendeng

"Semua petambak merasa bahwa muka air laut mereka rasakan semakin tinggi dari tahun ke tahun. Kami mewawancarai 450-an petambak tradisional di Gresik dan 1066 orang petambak lamongan pada tahun 2021 dan 2022, hampir 100% mereka merasakan hal sama, yakni muka air laut semakin meninggi," tegas perempuan yang sudah mengajar sejak tahun 2002 ini.

Dalam sebuah video di channel Youtube Watchdoc Dokumentary yang berjudul ‘Tenggelam Dalam Diam’ tayang pada tanggal 27 Maret 2021 dikatakan bahwa, di Pulau Mengare ada sekitar 32 ribu hektar tambak yang diperkirakan menghasilkan bandeng 40 ribu ton per tahun.

Meningkatnya permukaan air laut di kawasan ini menyebabkan abrasi. Apalagi memasuki musim hujan. Untuk menghindari jebolnya tambak, biasanya para petambak membuat tanggul sederhana yang diberi penahan dari gedek bambu. “Ini mampu bertahan hingga 6 bulan,” ujar Nastain, pekerja tambak dalam video.

Senada, Gatot Winarto, pegiat lingkungan Pulau Mengare mengatakan berdasarkan pengamatannya, setiap tahun tanah mengalami kemunduran sekitar 10 sampai 11 meter.

Baca Juga: SIG Perkuat Keunggulan Operasional dengan Eco-Inovasi dan Inovasi Sosial

"Penyebabnya hantaman ombak bertemu dengan arus dari selat Madura," kata Gatot di video berdurasi satu jam tersebut.

Sementara, Yusa T Dosen, Unmuh Gresik menjelaskan, ada beberapa faktor penyebab abrasi dan jebolnya tambak yakni intensitas hujan, rob dan kesetimbangan muara yang tidak diperhatikan sementara sedimentasi meningkat terus.

"Laut pasang dan rob adalah keniscayaan saat pasang surut. Namun jika sedimentasi yang terjadi di muara dan kesetimbangan sungai terjaga, tentu banjir tidak akan terjadi," terangnya.

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU