Home / Peristiwa : Cawapres Mahfud MD

Perpanjang Kekuasaan dengan Rekayasa Hukum

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 26 Jan 2024 20:45 WIB

Perpanjang Kekuasaan dengan Rekayasa Hukum

Forum Pemred Simpulkan, Putusan MK yang Beri Jalan Putra Presiden Jokowi, Gibran Jadi Cawapres, Perlihatkan Perekayasaan Hukum Manfaatkan Intervensi Penguasa 

 

Baca Juga: Mahfud MD: Hapus Saja Kemenko, Tak Berguna

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD menyoroti, persoalan utama banyaknya kalangan memandang negatif soal dinasti politik.

Ini karena kekhawatiran memperpanjang kekuasaan dengan cara yang manipulatif.

"Yang jadi masalah itu kalau untuk sebuah kebutuhan dinasti politik melakukan rekayasa dan penunggangan terhadap hukum yang berlaku," kata Mahfud dalam kegiatan "Tabrak Prof!" di Kota Bandar Lampung, Lampung, Kamisb (25/1/2024), seperti dikutip dari siaran streaming di kanal YouTube, Jumat (26/1).

 

Lumrah di Sejumlah Negara

"Sehingga yang tidak boleh dilakukan, lalu dilakukan. Menggunakan pendekatan-pendekatan yang kasar. Nah itu yang tidak boleh dilakukan," sambung Mahfud.

Mahfud mengatakan, fenomena dinasti politik atau sebuah keluarga yang anggotanya berkecimpung menjadi tokoh politik tingkat daerah sampai nasional sudah lumrah di sejumlah negara.

 

Pendapat Forum Pemred

Forum Pemred (pemimpin redaksi) media-media mainstream (arus utama) menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jalan bagi putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal calon wakil presiden (bawacapres), memperlihatkan upaya perekayasaan hukum dengan memanfaatkan intervensi dari pihak penguasa dan mempertontonkan upaya kolusi, nepotisme, dan membangun politik dinasti.

Bahkan Forum Pemred menduga ada manuver melawan konstitusi dan pembajakan demokrasi untuk kepentingan kekuasaan yang absolut demi kepentingan kelompok atau golongannya sendiri. Dugaan ini makin jelas setelah Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan memberhentikan Ketua MK Anwar Usman yang telah terbukti melakukan pelanggaran etik yang berat.

 

Permintaan Forum Pemred ke Jokowi

Karena itu, Forum Pemred meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjaga pelaksanaan Pemilu 2024 agar sesuai dengan konstitusi dan aturan hukum yang berlaku berdasarkan UUD 1945 dan amanat reformasi tahun 1998.

Selain itu, Presiden Jokowi diminta menjaga integritas dan netralitas terhadap semua calon kontestan pemilu, menghindari potensi konflik kepentingan (conflict of interest), berlaku adil dan mengayomi semua peserta pemilu, khususnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden dan menghentikan manuver dalam upaya memenangkan salah satu calon, demi suksesnya pelaksanaan Pemilu 2024 yang jujur, adil, bebas dan rahasia

 

Indonesia Sedang tak Baik

Hasil pencermatan dan kesimpulan Forum Pemred dalam rapat pada Kamis 9 November 2023 yang dihadiri para anggota Forum Pemred yang beranggotakan para pendiri dan para pemimpin redaksi media arus utama.

Dalam pertemuan selama 2,5 jam itu, Forum Pemred menyimpulkan bahwa saat ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja, dengan melihat indikasi dan fakta-fakta seperti berikut.

Baca Juga: Ganjar-Mahfud Md, tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Presiden dan Wapres Terpilih

Pertama, usulan 3 periode untuk Presiden Jokowi dan perpanjangan jabatan yang disuarakan beberapa menteri, sejumlah ketua umum partai politik, dan sejumlah pendukung Jokowi telah mengancam demokrasi. Padahal, UUD 1945 mengamanatkan jabatan presiden dibatasi 2 periode. Ada indikasi dan upaya untuk melanggengkan kekuasaan dengan sejumlah narasi yang diciptakan dan memunculkan bibit-bibit otoriter. Sangat disayangkan Presiden Jokowi tidak tegas merespons usulan ini, meski usulan tersebut kemudian kandas, karena berbagai pihak memberi respons negatif.

 

Dugaan Politik Penyanderaan

Kedua, telah terjadi dugaan politik penyanderaan dengan mengedepankan kasus hukum/pidana kepada seseorang maupun pimpinan partai politik yang dianggap berseberangan dengan penguasa terkait Pemilu 2024.

Dugaan penyanderaan ini yang kemudian membuat para pimpinan partai politik tidak berdaya, tidak memliki jalan lain, kecuali menyetujui skenario yang disusun pihak penguasa.

Ketiga, banyak pihak, termasuk dunia internasional, menilai ada penurunan nilai demokrasi di Indonesia.Berdasarkan data Economist Intelligence Unit (EIU), indeks demokrasi Indonesia menurun tajam 2017 hingga 2020 yang mencatatkan angka 6,3 poin. Meski tahun 2021 dan 2022 naik menjadi 6,71, tapi angka masih lebih rendah dibanding 2014 dan 2015. Banyak pihak yang merasa takut untuk bersuara dan menyampaikan kritik.

 

Upaya Perekayasaan Hukum Gibran

Keempat, masih maraknya kasus korupsi, yang bahkan melibatkan para menteri. Bahkan, Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pun, yang seharusnya menjadi teladan, juga terseret dalam tindak pemerasan. Upaya pemberantasan korupsi makin jauh dari yang diinginkan, apalagi sebelumnya sudah jelas ada upaya-upaya untuk melemahkan KPK.

Kelima, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jalan bagi putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal calon wakil presiden (bawacapres), memperlihatkan upaya perekayasaan hukum dengan memanfaatkan intervensi dari pihak penguasa dan mempertontonkan upaya kolusi, nepotisme, dan membangun politik dinasti. Diduga ada manuver melawan konstitusi dan pembajakan demokrasi untuk kepentingan kekuasaan yang absolut, demi kepentingan kelompok atau golongannya sendiri. Dugaan ini makin jelas setelah Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan memberhentikan Ketua MK Anwar Usman yang telah terbukti melakukan pelanggaran etik yang berat.

Baca Juga: AMIN dan Ganjar, Akui Saksinya Dintimidasi

 

Gejala Penggunaan Alat Negara

Keenam, akhir-akhir ini ada gejala penggunaan alat negara oleh Pemerintah, baik dari penegak hukum, militer, hingga sumber daya ekonomi yang ada, untuk menekan pihak yang tidak sejalan, dan bahkan untuk mendukung pasangan bacapres dan bacawapres tertentu. Tentu, hal ini berpotensi pada ketidakadilan dalam pelaksanaan Pemilu 2024, yang seharusnya dilandasi asas jujur, adil, bebas, dan rahasia dan berpotensi membuat kecurangan dalam Pemilu 2024. Ini memperlihatkan ada sekelompok kepentingan yang menghalalkan segala cara untuk bisa menduduki tampuk kekuasaan.

Indikasi ini sekarang sudah terlihat dengan nyata, dan patut dikhawatirkan, bakal merusak tatanan demokrasi yang telah dibangun sejak era reformasi.

 

Pemilu Harus Bebas KKN

Dan ketujuh, di tengah manuver politik menjelang Pemilu 2024, pemerintah perlu lebih fokus dalam memperhatikan kondisi ekonomi. Saat ini Indonesia sedang menghadapi berbagai persoalan ekonomi dan sosial yang cukup berat di tengah konflik geopolitik dan geoekonomi dunia, lesunya perekonomian dunia, melambatnya pertumbuhan ekonomi, kenaikan harga-harga komoditas pangan, dan masih tingginya angka pengangguran.

Meski demikian, Forum Pemred mengakui selama 9 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi telah melakukan banyak hal positif, terutama dalam perbaikan ekonomi dan infrastruktur. Bahkan, dalam berbagai survei, tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi masih tinggi, di atas 75 persen.

Namun, dalam penegakan hukum dan demokrasi, masih banyak catatan. Antara lain, dalam kepemimpinan Presiden Jokowi periode kedua, makin banyak orang/pihak yang tidak berani bersuara. Bagi yang bersuara negatif dan mengritik, dianggap sebagai lawan dan berseberangan.

Karena itu, menurut Forum Pemred, Pemilu 2024 merupakan bagian penting dari proses demokrasi bangsa Indonesia sesuai dengan cita-cita proklamasi, Undang-Undang Dasar 1945 dan amanat reformasi 1998. Karena itu, proses pemilu harus berjalan secara demokratis, transparan, dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pemilu tahun 2024 juga merupakan momentum besar untuk mewujudkan negara maju dan kesejahteraan serta kemakmuran bagi seluruh masyarakat Indonesia. n erc/jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU