Ujian Polri Ungkap Otak Pembubaran Diskusi Tokoh

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 30 Sep 2024 19:28 WIB

Ujian Polri Ungkap Otak Pembubaran Diskusi Tokoh

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Saya, Minggu pagi (29/9) menerima kiriman video penyerangan dan perusakan pada acara diskusi yang dihadiri oleh sejumlah tokoh di Hotel Kemang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9/2024).    

Puluhan pria bertopi dan bermasker, masuk ruangan diskusi tanpa basa-basi. Ada yang berteriak "bubar, bubar". Ada sejumlah pria merangsek naik podium. Menendang meja. Menjebol baliho. Tampangnya sangar. Sekilas bukan aktivis. Kuat dugaan preman. Saya menyaksikan video ini miris. Sebab dalam aksi Sabtu itu, tak ada petugas kepolisian yang mencegah dan melerai. Wajar Wakil Ketua Umum (Waketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mendesak kepolisian menangkap para pelaku penyerangan dan perusakan.

Baca Juga: Surabaya Barat, Lama-lama Jadi Marina Bay Casino

"Tanpa ada tindakan dari pihak kepolisian terhadap para pelaku keonaran tersebut, maka trust atau kepercayaan dari masyarakat terhadap pihak kepolisian tentu akan rusak dan itu jelas tidak baik bagi perjalanan bangsa ini kedepannya," ingat Anwar Abbas,di Jakarta, Minggu (29/9/2024).

Juga mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, ikut cawe-cawe.

Ia mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut otak pelaku penyerangan acara diskusi di Kemang dan pengadangan massa tak dikenal saat aksi Global Climate Strike.

"Kita dukung penuh pak Kapolri @ListyoSigitP beserta jajarannya agar bisa segera mengusut tuntas semua peristiswa ini. Tidak hanya terhadap para pelaku di lapangan, tapi juga otak di baliknya," kata Anies di akun X, Minggu (29/9).

 

***

 

Sejumlah orang tak dikenal (OTK) membubarkan diskusi yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan (Jaksel), Sabtu (28/9/2024).

Diskusi tersebut bertajuk 'Silaturahmi Kebangsaan Diaspora'. Forum Tanah Air ininternyata didirikan di New York, Amerika Serikat beberapa tahun lalu. Pengamat politik tanah air, Rocky Gerung turut sebagai pendiri.

Ia mengatakan, FTA merupakan jaringan diaspora yang ingin terus memperbarui informasi soal permasalahan yang terjadi di Indonesia.

"Itu memang dimaksudkan sebagai tempat berkumpul pikiran-pikiran dari diaspora yang mereka yang ada di luar negeri, orang Indonesia di luar negeri supaya terbit semacam harapan bahwa Indonesia bisa diinvestasikan kembali melalui pikiran dan konsep," terang Rocky Gerung.

"Teman-teman di New York terutama, minta supaya ada semacam jaringan internasional untuk memantau Indonesia dalam pengertian melihat apa yang jadi problem di dalam negeri supaya bisa dibantu secara konseptual solusinya dari luar negeri," papar Rocky di akun Youtubenya, Rocky Gerung Official.

Rocky heran mengapa diskusi FTA dibubarkan. Menurut dia ada pihak yang ingin meneror pikiran para penggawa FTA.

"Jadi sebetulnya pertemuan di Kemang untuk mengkonsolidasi pikiran, mengkonsolidasi ide.  Kenapa mesti dibubarkan, tentu ada yang menyuruh membubarkan, padahal kebebasan berpendapat itu, dari awal kita berkali-kali terangkan, itu hak setiap warga negara."

 

***

 

Dalam kasus ini, saya benar benar tak habis pikir pengorder pengrusakan. Aksi ini tampak sudah dirancang. Buktinya, video yang saya terima, ada orasi di depan hotel Kemang . Ada masa membawa plakat warna kuning foto Said Didu dan poster warna hijau bertuliskan "komumitas Din Syamsudin. Kedua tokoh oposisi ini ikut dalam silahturahmi di hotel Kemang.

Sebagai wartawan investigasi, saya menebak kejadian massa yang ikut orasi dan melakukan penyerangan ruang diskusi di area hotel,  sama.

Saya ikut tergelitik menulis ini, karena paham negara menjamin hak setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Ini, tercantum dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3.  

Wajar kalau Wakil Ketua MUI pun ikut bereaksi. Dasarnya, pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Artinya, kebebasan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi.

Makanya MUI meminta pihak kepolisian harus secepatnya menangkap para pelaku tersebut. Alasannya, Indonesia adalah bangsa yang beragama, berbudaya dan taat hukum .

Baca Juga: Kapolri Instruksikan Kapolda Tidak Ragu Tindak Perjudian

Anwar tegaskan semua stakeholder tidak bisa menerima tindakan-tindakan yang bersifat premanisme tersebut.

Apalagi alasan premanisme soal acara silahturahmi tidak ada ijin dari kepolisian. Apakah aparat kepolisian bisa mentelerir acara tukar gagasan dan pemikiran dibubarkan dengan cara premanisme?

Surat izin  pertemuan mengundang 500 orang memiliki dasar hukum Undang – Undang No. 9 Th 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Bentuk penyampaian pendapat di muka umum, seperti  unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.

Dikutip dari laman resmi Portal Indonesia, ada 3 jenis izin keramaian dari kepolisian berdasarkan tingkat risiko yang timbul dari acara tersebut. Setiap jenis izin keramaian pun memilik persyaratan yang berbeda,tergantung tingkat risiko yang timbul. Nah, ini multi tafsir.

Dalan Juklap Kapolri No. Pol / 02 / XII / 95 tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat.  Surat ini dikeluarkan untuk untuk acara-acara seperti pentas music band atau dangdut, ketoprak, wayang atau pertunjukan lainnya. Diskusi di ruang hotel apa termasuk?

Konon tidak mendatangkan massa 300 – 500 orang (Kecil).

Tentang izin Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Surat izin ini memiliki dasar hukum Undang – Undang No. 9 Th 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Dijelaskan bentuk penyampaian pendapat di muka umum, seperti  unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.

Penyampaian pendapat di muka umum disampaikan di tempat terbuka dan tidak membawa barang yang dapat membahayakan keselamatan umum. • Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis selambat–selambatnya 24 jam sebelum pelaksanaan.

Nah, ada apa pembubara n ini mesti dilakukan warga sipil dengan cara premanisme? Apa tugas intel kepolisian setempat tidak mengendus acara itu, sebelum terselenggara?

 

***

Baca Juga: Tak Dikasih Rumah Dinas, Syukurilah Gajimu

 

Menariknya beredar video personel kepolisian dipeluk massa yang membubarkan paksa diskusi di Kemang.

Polda Metro Jaya memberikan penjelasan terkait video personel kepolisian dipeluk massa yang membubarkan paksa diskusi di Kemang.  Polda Metro mengatakan massa tersebut yang memeluk polisi.

"Kita lihat video yang beredar di lapangan, di media sosial, jadi pada saat mereka selesai melakukan aksi pembubaran, mereka (para pelaku) dari hasil pemeriksaan yang kita lakukan mereka mengatakan bahwa ini sebagai bentuk wujud etika kami, pamit dengan petugas anggota yang ada di situ," kata Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto Abadhy kepada wartawan, Minggu (29/9/2024).

Kini, polisi berjanji turut mencari tahu pihak yang menggerakkan kelompok tersebut.

"Polda Metro Jaya akan mendalami motif dan para penggerak kelompok massa ini. Kita akan lakukan screening, kita akan lakukan profiling pendalaman terhadap para pelaku yang sudah kita amankan. Siapa yang menggerakkan mereka? Apa motifnya, apa tujuannya?" tambah Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto Abadhy.

Djati menyebutkan pihaknya akan mencari tahu motif pasti di balik pembubaran diskusi. Dia menegaskan kepolisian akan menindaklanjuti semua pihak terlibat.

Namun Djati menyebutkan pihaknya juga akan melakukan investigasi internal untuk mengusut ada tidaknya dugaan pelanggaran personel. Bidang Propam Polda Metro Jaya akan mendalami SOP para personel yang melakukan pengamanan.

Kini, baru lima orang pelaku pembubaran paksa diskusi diamankan, dan dua di antaranya FEK dan GW sudah ditetapkan jadi tersangka dan ditahan. Tersangka perusakan dijerat Pasal 170 KUHP juncto Pasal 406 KUHP. Sementara tersangka penganiayaan dijerat dengan Pasal 170 KUHP juncto Pasal 351 KUHP.

Pengacara kelima orang yang diamankan polisi tersebut menyebut kliennya tidak terlibat kerja sama dengan polisi terkait aksi pembubaran ini. Kelima orang tersebut didampingi oleh Gregorius Upi dari DG & Patners Lawfirm, menegaskan, kliennya tidak melakukan koordinasi apapun terkait aksi pembubaran.

Polisi menyebutkan tersangka berdalih menilai diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh itu tak berizin.

Sampai Senin malam, pihak Polri belum menemukan otak perintah pembubaran diskusi. Juga motif? Apa relevansinya preman dengan acara tukar menukan pemikiran antar tokoh bangsa di sebuah ruang di hotel. Akal sehat saya berpikir, publik tidak bisa lagi diakali dengan statment normatif saja. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU