Pungut Retribusi Tak Pakai Karcis Resmi, BUMDes Penambangan Diduga Lakukan Pungli

author Juma'in Koresponden Sidoarjo

- Pewarta

Rabu, 05 Feb 2025 16:25 WIB

Pungut Retribusi Tak Pakai Karcis Resmi, BUMDes Penambangan Diduga Lakukan Pungli

i

Pasar Surungan, Desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo. SP/JUM

SURABAYAPAGI.COM, Sidoarjo - Pungutan retribusi pelayanan pasar bagi pedagang pasar di wilayah Kabupaten Sidoarjo mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sidoarjo, Nomor 7 Tahun 2012 dan Peraturan Bupati (Perbub) Sidoarjo, Nomor 22 Tahun 2017. Kedua aturan tersebut mewajibkan para pedagang untuk perharinya membayar retribusi lapak tempat mereka berjualan sebesar Rp. 2 ribu per meternya.

Namun ironisnya, dua peraturan yang di sah kan oleh ketua Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo dan Bupati Sidoarjo tersebut tidak berlaku bagi pedagang di Pasar Surungan, Desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo. Sebab, mereka (pedagang, red) dipungut biaya Rp 10 ribu per hari, padahal lapak dagangannya tidak lebih dari dua meter.

Baca Juga: Bangun Kesadaran Arsip Dinas Perpustakaan Gelar Sosialisasi GNSTA

Salah satu pedagang pasar Surungan, yang mewanti-wanti namanya agar tidak dipublikasikan mengatakan bahwa, pungutan sebesar Rp. 10 ribu tersebut dinilai jauh diatas biaya yang ditentukan oleh Peraturan Desa (Perdes) Penambangan, Nomor 11 Tahun 2021 yang menyebutkan biaya pungutan retribusi pasar sebesar Rp. 5 ribu per hari. 

"Dulu per harinya kami dipungut retribusi cuma Rp 5 ribu,  sekarang langsung di tarik satu bulan sekaligus Rp 300 ribu. Kalau dihitung sehari jatuhnya ya Rp 10 ribu mas," ujar salah satu pedagang pasar Surungan, saat ditemui Surabaya Pagi, Rabu (5/2/2025).

Selain menaikan retribusi menjadi dua kali lipat, para pedagang juga tidak diberikan karcis resmi seperti tahun - tahun sebelumnya. Sejumlah pedagang mulai curiga adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh pihak pengelola pasar, yakni, Bumdes Karya Abadi. 

"Dasar menaikkan retribusi kami tidak dikasih tahu, karcis resmi juga tidak di kasih. Kalau memang ada Perdesnya yang baru tolong di kumandangkan biar kami bisa lihat dan tidak berpikiran negatif," ucapnya.

Hal inilah yang memicu kemarahan pedagang. Mereka mengancam akan mempersoalkan apabila kenaikan tarif retribusi tetap diberlakukan. Salah satu pedagang sebut saja Budi, bukan nama sebenarnya, mengaku hingga saat ini masih ada pedagang yang belum melunasi  pembayaran kenaikan tarif tersebut. Dia mengaku kenaikan tarif retribusi itu tidak jelas dan hanya akal-akalan pihak BUMDes  untuk mengeruk duit pedagang.

"Saya tidak masalah apabila dinaikan, namun harus jelas, harus ditunjukan Perdesnya dan diberikan karcis resmi seperti dulu," jelasnya.

Pedagang lain, Diana Mayangsari meminta kepada Pemerintah  Desa (Pemdes) Penambangan untuk membatalkan kenaikan tarif retribusi pasar tersebut. Sebab, selain pedagang belum mendapatkan sosialisasi secara resmi terkait dasar hukum kenaikan retribusi pasar, kondisi ekonomi para pedagang juga sedang tidak baik.

 “Saya belum tahu, kenaikan retribusi ini dasar hukumnya apa. Dan kami juga belum tanyakan sama pihak BUMDes,” katanya.

Baca Juga: Lantik Pj Kades Klantingsari, Camat Tarik Minta Koordinasi dengan Lembaga Desa

Terkait hal ini, Sekretaris Pemuda -  Lumbung Informasi Rakyat (Pemuda - LIRA) Jawa Timur, Haji Hertanto, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan upaya penyelidikan dugaan praktik pungli retribusi  pasar tersebut.

Dia menilai, jika indikasi semacam ini tidak segera ditindaklanjuti maka bisa dinilai sebagai bentuk pembiaran. Sikap pasif aparat penegak hukum mencium indikasi pungli akan menjadi preseden buruk program pemerintahan yang notabene bersih dari praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

“Harapan saya, seharusnya dari Kepolisian ataupun Kejaksaan segera bertindak, jangan sampai ada pembiaran adanya indikasi praktik yang semacam itu. Karena sudah ada keluhan masyarakat yang seperti itu kok dibiarkan, bagaimana nanti itu nasib teman-teman pedagang,” ungkapnya.

Seharusnya, kata Haji Hertanto, APH tidak perlu menunggu adanya pengaduan dari  masyarakat (Dumas). Sebab dalam hal ini berkaitan dengan pelayanan masyarakat dan  kesejahteraan para pedagang.

“Kalau APH menunggu adanya pengaduan masyarakat lebih dulu gimana ya, saya kira itu kurang kooperatif. Karena itu berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Ya seharusnya dari pihak APH turun tanganlah, melakukan investigasi," pintanya.

Baca Juga: BPPD Giat Sosialisasi PBB-P2, Opsen PKB dan BBNKB 

Apalagi setelah isu dugaan pungli ini menjadi perbincangan publik. Kondisi ini dinilai menjadi catatan hitam jika semua pihak terindikasi ikut berperan dalam praktik dugaan pungli retribusi Pasar Surungan. Dia mencurigai bahwa praktik semacam ini menjadi lahan permainan semata.

"Saya sangat menyayangkan sikap pengelola pasar atau BUMDes yang menaikan retribusi tanpa memberi sosialisasi terlebih dahulu terkait landasan hukumnya, apalagi tidak memberi karcis resmi kepada pedagang," paparnya.

Untuk itu pihaknya juga berencana menyuarakan dugaan pungli retribusi pasar Surungan ini ke Gedung DPRD Sidoarjo agar segera ditindaklanjuti oleh para wakil rakyat di kota delta ini.

“Kita akan minta kepada DPRD Sidoarjo untuk segera  dilakukan hearing terkait dengan retribusi itu, biar kalau ada permainan cepat terungkap, biar jelas nanti berapa seharusnya pembayaran retribusi itu sebenarnya. Dan saya yakin wakil rakyat itu berpihak kepada pedagang, sehingga tidak ada tarikan yang memberatkan bagi  pedagang,” pungkasnya. jum

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU