Tragedi di Rumah Kadiv Propram Polri, Makin Runyam

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 14 Jul 2022 21:07 WIB

Tragedi di Rumah Kadiv Propram Polri, Makin Runyam

Menko Polhukam Mahfud MD Ingatkan Kredibilitas Polri dan Pemerintah Jadi Taruhannya

 

Baca Juga: Pembunuh Mahasiswi di Malang Tertangkap Hampir 2 Tahun

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Tak disangka, tragedi dar-der-dor, di rumah dinas Kadiv Propam Mabes Polri, sampai Kamis (14/7/2022) malam makin runyam. Ternyata keterangan dari Mabes Polri lewat Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Budhi Herdi Susianto, masih belum meyakinkan sejumlah ahli forensik, Irjen Napoleon Bonaparte, keluarga Brigadir J, Komnas HAM, Kontras, IPW sampai sejumlah jenderal dan Menko Polhukam. Ada apa sebenarnya yang terjadi? Kini ada sederet kejanggalan yang membuat publik makin liar bertanya-tanya duduk persoalan kasus tersebut.

Terdakwa perkara dugaan kekerasan terhadap Youtuber M Kece, Irjen Napoleon Bonaparte, malah menyatakan perkara di rumah Kadiv Propam Polri ini mudah disimpulkan oleh penyidik biasa. “Itu perkara yang mudah untuk disimpulkan. Penyidik biasa saja bisa menyimpulkan, enggak perlu TGPF (tim gabungan pencari fakta)," kata Napoleon usai menjalani sidang di Pengadilan Negri Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).

Eks Kadiv Hubinter Bareskrim Polri itu juga menyebut, publik telah mencium hal yang tidak pas. Menurut dia, sesuatu yang ditutup-tutupi pasti akan terbuka. "Mari kita kembali jujur, katakan apa adanya. Kenapa? Karena tidak ada yang bisa ditutup-tutupi dengan baik. Pasti akan terbuka," ucap dia.

Jenderal bintang dua itu juga berpendapat, pihak-pihak yang berbicara di publik terkait kasus itu pasti mempertaruhkan integtitas dirinya. "Kalau terbukti apa yang dikatakannya itu membabi-buta membela sesuatu yang ditutup-tutupi atau sebagainya, suatu saat akan kembali kepada anda," tuturnya.

 

Menko Polhukam Ingatkan Polri

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai banyak kejanggalan dalam kasus baku tembak polisi di rumah dinas Kasiv Humas Polri Irjen Pol Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat. Mahfud berpandangan kasus ini harus segera dituntaskan.

“Kredibilitas Polri dan pemerintah menjadi taruhan dalam kasus ini, sebab dalam lebih dari setahun terakhir Polri selalu mendapat penilaian atau persepsi positif yang tinggi dari publik, sesuai hasil berbagai lembagai survei,” kata Mahfud kepada wartawan, Rabu (13/7).

Mahfud yang juga menjabat sebagai Ketua Kompolnas telah memerintahkan Sekretaris Kompolnas Benny J. Mamoto untuk melakukan pengawasan. “Perkembangannya bagus juga. Karena selain membentuk tim, Kapolri juga sudah mengumumkan untuk menggandeng Kompolnas dan Komnas HAM guna mengungkap secara terang kasus ini,” jelasnya.

 

Usut Isu Perselingkuhan

Ditempat terpisah, Direktur Pusat Riset Politik Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI) Saiful Anam, mengatakan, apabila CCTV rusak dan handphone (Brigadir J) tidak ditemukan, sangat patut diduga ada skenario besar di balik kasus ini. “Tentu publik geram dengan adanya kasus yang menimbulkan spekulasi ini," ingat Saiful Anam, Kamis (14/7/2022).

Ia mengingatkan kasus penembakan ini telah mencoreng dan memalukan institusi Polri. Apalagi kasus itu berhubungan dengan perwira tinggi Polri, Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

"Matinya CCTV dan belum ditemukannya handphone milik Brigadir J menjadi teka-teki dan membuat publik makin penasaran terkait kasus ini," tambah Anam, mengutip dari Wartaekonomi--jaringan Suara.com, Kamis (14/7/2022).

"Apalagi dari pihak keluarga Brigadir J telah menemukan luka sayatan dan memar yang menurut pihak keluarga sangat janggal," tambah dosen Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta itu.

Menurut Anam, publik saat ini berharap kasus itu bisa diusut tuntas dan seterang-terangnya. Termasuk usut isu perselingkuhan Brigadir J dengan istri Irjen Ferdy Sambo.

 

Reaksi Komnas HAM

Pada hari yang sama, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berjanji segera memanggil dan meminta keterangan dari semua pihak yang terlibat dalam insiden baku tembak di Rumah Dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya akan meminta keterangan dari siapa pun yang terlibat dalam peristiwa itu, maupun dalam upaya pengungkapan kasus. “Ke depan, minta keterangan dari keluarga Brigadir J, Ferdy Sambo, istri dan siapa pun yang terlibat dan tergabung dalam tim khusus,” kata Beka di Jakarta, Kamis (14/7/2022).

Baca Juga: Wanita di Koper itu Hasil Perselingkuhan dan Bisnis Seks

Selain itu, Beka melanjutkan pihaknya juga akan meminta keterangan dari para ahli termasuk ahli forensik, dan melakukan olah kejadian di tempat kejadian perkara (TKP).

Ia menuturkan Komnas HAM sedang melakukan serangkaian penyelidikan awal mandiri terkait dengan insiden tembak-menembak antaranggota kepolisian di rumah Irjen Sambo. Timnya sudah mengumpulkan sejumlah bahan dan informasi dari pemberitaan media-media konvensional dan media sosial.

“Kronologi peristiwa, informasi dari media, keterangan dari banyak pihak yang berkomunikasi, tapi itu semua harus diverifikasi lebih lanjut,” ujar Beka.

Lembaga tersebut juga akan terus bekerja sama dengan Polri mengawasi penuntasan kasus hingga melahirkan rekomendasi untuk pihak kepolisian.

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan 2020-2022 ini manambahkan hasil penyelidikan Komnas HAM akan berupa kesimpulan ada tidaknya pelanggaran HAM dalam insiden itu.

Seiring diyakininya ada kejanggalan atas kasus penembakan Brigadir J, ICJR menyebut adanya kemungkinan penyiksaan sebelum adu tembak dengan Bharada E.

 

Reaksi Kontras

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ikut angkat suara mengenai insiden berdarah tersebut. KontraS mencurigai jika kepolisian berupaya untuk menutup-nutupi kasus tewasnya Brigadir J alias Nofryansah Yosua Hutabarat yang diduga ditembak sesama polisi sekaligus ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, yaitu Bharada E.

"Kami menilai bahwa sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa Kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta kasus kematian Brigadir J," kata Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar lewat keterangan tertulisnya, Kamis (14/7/2022).

Indikasi menutupi kasus ini disebut KontraS berdasarkan kejanggalan pada peristiwa ini, diantaranya terdapat disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar dua hari. Kemudian kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak kepolisian.

Baca Juga: Di Jakarta, Perempuan BO tak Tampak ABG, Agresif Tawarkan Diri

Dilaporkan telah ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka. Bahkan keluarga sempat dilarang melihat kondisi jenazah. Lalu CCTV dalam kondisi mati di lokasi kejadian, serta keterangan Ketua RT yang menyebutkan tidak mengetahui adanya peristiwa dan proses Olah TKP.

KontraS juga menemukan perbedaan keterangan antara keluarga Brigadir J dan kepolisian. Pihak keluarga, mengatakan ada empat luka tembak pada tubuh Brigadir J, yakni dua luka di dada, satu luka tembak di tangan, dan satu luka tembak di bagian leher. Selain itu, mereka juga mengatakan terdapat luka sayatan senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki.

"Hal ini berlainan dengan keterangan Kepolisian yang menyebutkan bahwa terdapat tujuh luka dari lima tembakan," ujar Rivanlee.

KontraS mendesak Kapolri menjamin independensi dan transparansi kepada tim khusus yang bertugas untuk mengungkap fakta peristiwa serta menyampaikan secara berkala pada publik atas perkembangan yang terjadi. "Kapolri menjamin ruang masukan, saran, serta penyampaian dari pihak keluarga korban untuk bebas dari tindakan intimidatif dan tekanan dalam bentuk lain guna mencari fakta seterang-terangnya," kata Rivanlee.

 

Pelecehan Seksual tak Lazim

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai dugaan pelecehan seksual menjadi salah satu kejahatan yang paling pelik untuk dipecahkan. Penyebabnya, kata Reza, biasanya kejahatan seksual itu terjadi di tempat tertutup dan sepenuhnya dianggap dikuasai oleh pelaku.

Namun, Reza menilai ada beberapa hal tidak lazim terjadi dalam dugaan pelecehan seksual yang berujung penembakan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J oleh Bhayangkara Dua (Bharada) E.

Ia berpandangan insiden yang terjadi di rumah Kadiv Propam Ferdy Sambo itu dilakukan di lokasi yang berpotensi adanya saksi. Selain itu, rumah tersebut juga dinilai sebagai zona aman yang tidak bisa dikuasai oleh pelaku, terlebih ada kamera pengintai atau CCTV, ada akses calon korban melarikan diri. "Maka itu sungguh-sungguh pertimbangan memilih lokasi kejahatan yang sangat amat buruk. Ini pemikiran yang spontan muncul di kepala saya usai membaca pemberitaan," ujar Reza dikutip dari Kompas TV dalam Sapa Indonesia Pagi, Kamis (14/7/2022).

Ia memberikan catatan bahwa dugaan pelecehan seksual itu sungguh-sungguh berlangsung di tempat tidak lazim. Kendati demikian, kata Reza, bukan tidak mungkin kejahatan pelecehan seksual itu bisa terjadi. "Tetap harus diinvestigasi oleh polisi karena ada saja kemungkinan pelaku kejahatan seksual dalam kondisi mabuk, di bawah pengaruh narkoba, atau terprovokasi eksternal," kata dia. n erc/jk/kmp/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU