Bakal Bantu Industri Kesehatan Tanah Air
Baca Juga: IDI Anggap Persoalan Dokter Spesialis, Kompleks
SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ketua Umum PB IDI dr Muhammad Adib Khumaidi mengatakan selama kebijakan tersebut berpihak kepada kepentingan ketahanan kesehatan masyarakat dan dapat menjawab permasalahan kesehatan, maka hal ini sah-sah saja dilakukan. Namun, Adib menekankan untuk membuat regulasi ketat sehingga dokter asing yang masuk haruslah benar-benar terbaik.
"Kepentingan ketahanan kesehatan, kepentingan Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi hal yang harus diutamakan. Tapi pada dasarnya di semua negara kita tidak bisa menghindari keniscayaan bahwa akan ada free flow tadi, dokter asing yang akan masuk antar negara," ujar Adib dalam media briefing, Selasa malam (28/5/2024).
Beberapa dokter di Siloam Jakarta, yang dihubungi Surabaya Pagi, Rabu (29/5/2024) adalah suatu pilihan rumah sakit swasta di Indonesia, khususnya di kota kota besar Jakarta, Surabaya dan Medan.
"Nyatanya banyak orang untuk pergi berobat ke luar negeri atau mencari dokter asing . Ini sangat rasional. Sebab, mereka butuh sehat atau menyelamatkan hidupnya dari kemungkinan malapraktek, atau kurangnya kompetensi menangani penyakit, " jelas seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Rabu siang (29/5/2024).
Dokter keturunan Tionghoa ini tidak dapat memungkiri kesehatan bukan saja ilmu dengan niat dan Sumpah Dokter yang sangat mulia bagi kemanusiaan. "Jujur, kesehatan sekarang telah menjadi komoditas," ia mengingatkan sambil tersenyum.
Rasio Dokter Spesialis
Menurut Data Bapenas pada 2018 saja, rasio dokter spesialis per 1.000 penduduk pada 2025 sebanyak 0,28. Artinya 28 dokter spesialis untuk menangani 100 ribu penduduk.
Dengan komposisi ketersediaan dokter spesialis saat ini, target rasio Dokter Spesialis Penyakit Dalam adalah tiga orang untuk 100 ribu penduduk. Kemudian Spesialis Obstetri dan Ginekologi juga tiga orang untuk 100 ribu penduduk.
Dokter lulusan UI itu mengingatkan, uji kompetensi selama waktu yang panjang dianggap momok oleh dokter dokter muda. Makanya, tingkat kelulusan yang rendah. Selain berbiaya tinggi.
Bantu Industri Kesehatan
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengatakan dokter asing bakal membantu industri kesehatan Tanah Air. Termasuk demi naik 'kelas' secara kualitas. Menurut PB IDI, kebijakan seperti ini juga lumrah terjadi di banyak negara lain.
Tapi semua negara juga mempunyai regulasi yang selektif, tidak dengan mudah juga gitu (masuk dokter asing), karena jangan sampai nanti masyarakat Indonesia hanya dijadikan market pelayanan saja," sambungnya
Harus Terseleksi Secara Ketat
Baca Juga: Tanggapan Satgas ASI IDAI Mengenai Maraknya Metode Freeze Drying ASI
PB IDI menekankan dokter asing yang nantinya masuk ke Indonesia haruslah mereka-mereka yang telah terseleksi secara ketat, serta memiliki kemampuan di atas rata-rata dokter Indonesia.
Menurut IDI, hal ini akan menjadi jawaban atas keadilan di dalam pelayanan kesehatan serta persoalan gaji yang nantinya diterima dokter asing dan dokter Indonesia.
"Saat kita bicara nanti akan ada dokter asing, apalagi dia mempunyai kompetensi yang sama dengan yang sudah ada di Indonesia, dan tidak termasuk ke dalam kategori education and training, humanitarian purposes, expert visit, atau research with patient contact yang harus diperhatikan adalah keadilan dalam pelayanan kesehatan," papar Adib.
"Jangan sampai yang satu diberikan gaji tinggi, yang warga negara Indonesia-nya gajinya rendah. Padahal dengan kompetensi yang sama, inilah konsep keadilan equity," sambungnya.
Menurut Adib, terkait kompetensi dokter asing, harus benar-benar dilakukan pengecekan administrasi yang ketat. Dirinya mengambil contoh, Singapura hanya mau menerima dokter asing yang berasal dari lulusan universitas tertentu dengan kualitas terbaik.
Pembiayaan Murah
dr Adib Khumaidi menyebut banyak alasan di balik warga Indonesia memilih untuk berobat ke luar negeri, salah satunya Malaysia. Selain karena obat dan transportasi lebih murah, ada kenyamanan pasien dalam melakukan komunikasi dengan dokter.
Hal ini yang menurutnya perlu menjadi catatan sejumlah tenaga medis di Indonesia, untuk bisa meningkatkan kualitas pelayanan.
"Kami sekarang selalu mengatakan kemampuan komunikasi pada dokter di Indonesia harus ditingkatkan, karena salah satu dasar pasien berobat ke luar negeri, berobat ke Malaysia, atau Singapura, itu salah satunya karena faktor komunikasinya yang mereka anggap lebih enak di sana daripada di Indonesia," terang Adib dalam konferensi pers Selasa (28/5/2024).
"Itu masukan buat kita agar ada perbaikan untuk meningkatkan komunikasi," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tren berobat ke luar negeri di Tanah Air setiap tahunnya bahkan melampaui satu juta orang. Imbasnya, negara kehilangan potensi pendapatan lebih dari Rp 100 triliun.
Pasalnya, banyak masyarakat merasa pengobatan di luar negeri tidak memakan biaya terlalu banyak dibandingkan di Indonesia.
"Kemudian juga dalam hal apa? Lebih murah, karena kemarin kita diskusi dengan teman-teman di Malaysia ada faktor yang juga menjadi daya ungkit kuat di Malaysia terkait dengan medical tourism tadi sehingga menarik masyarakat Indonesia, satu karena pembiayaan murah," sebutnya.
"Kenapa pembiayaan murah? Karena ada kebijakan negara, regulasi negara soal free tax khususnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat," pungkas dr Adib.
Kondisi Rumah Sakit Daerah
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga menyinggung salah satu alasan pengobatan di luar negeri lebih menarik. Hal ini juga berkaitan dengan alat kesehatan yang canggih, dan ruang perawatan yang belum memadai, terutama di rumah sakit daerah.
"Kita harus memperkuat industri kesehatan dalam negeri, ini bolak balik saya sampaikan, satu juta lebih warga negara kita, Indonesia, berobat ke luar negeri dan kita kehilangan 11,5 M USD itu kalau dirupiahkan 170 T," kata Jokowi di agenda Rakerkesnas, Ice BSD, Tangerang, Rabu lalu. n jk/erc/ec/cr5/rmc
Editor : Moch Ilham