SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Cara Habib Rizieq berdakwah memiliki warna tersendiri. Ia memilih jalan berbeda dengan habib dan ulama lainnya dalam menyiarkan ajaran Islam. Sikap keras dan tegasnya kadang ia pertontonkan dalam aksi jalanan dengan Front Pembela Islam.
Pria kelahiran Jakarta, 24 Agustus 1965 ini adalah anak Hussein Shihab dan Sidah Alatas. Menginjak umur 11 bulan, ayahnya Rizieq wafat. Sejak itu, Rizieq diasuh oleh ibunya sendiri. Meski ditinggalkan ayahnya, Rizieq tetap mendapatkan bimbingan sang ibu dan ustadz di masjid tempat ia mengaji.
Baca Juga: Megawati Ingin ketemu Prabowo, Butuh Aktualisasi Diri
Tak heran, meski tidak masuk pesantren, pemahaman Rizieq soal agama sangat menonjol di banding teman-temannnya saat itu. Rizieq sendiri memilih sekolah dasar hingga menengah di lembaga pendidikan umum.
Memasuki masa kuliah, Habib Rizieq baru serius belajar di perguruan tinggi Islam di Arab Saudi. Ia mengambil Jurusan Studi Agama Islam (Fikh dan Ushul Fikh), King Saud University, Riyadh, Arab Saudi. Bahkan ia sempat meneruskan ke Universitas Islam Internasional Antar Bangsa, Malaysia meskipun tak selesai.
Berbekal ilmu yang dimiliki, Habib Rizieq mulai mengabdi ke masyarakat dengan menjadi penceramah dan pengajar ngaji di majelis talim dan masjid. Seiring aktivitasnya, ia juga aktif di organisasi sebagai anggota di Jami’at Kheir, organisasi Islam untuk kalangan Arab Indonesia.
Di organisasi ini pula, Habib Riziek diangkat menjadi Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Jamiat Kheir, Jakarta. Selain itu, ia juga diberi amanah sebagai anggota Dewan Syariat BPRS At-Taqwa, Tangerang, Pembina sejumlah majelis talim Jabotabek, dan Presiden Direktur Markaz Syariah.
Sejak dirikan FPI, nama Habib Rizieq dikenal luas sebagai pendiri, ketua umum sekaligus imam besar. Sepak terjang Habib Rizieq bersama FPI sering kali menuai polemik. Berbagai pro dan kontra di antara masyarakat selalu bersaut-sautan. Pembawaan Habib Rizieq yang sangat berani pernah menyeretnya ke ranah hukum. Beberapa kali ia berurusan dengan kepolisian, tak membuat kapok Habib Rizieq dalam berdakwah.
Ia bahkan semakin berani tampil terdepan saat terjadi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia bersama habaib, alim-ulama, asatidz, dan ribuan umat Islam melakukan demo di depan Istana Presiden, pada 4 November 2016. Mereka menuntut keadilan penetapan hukum dan penahanan Ahok. Suaranya lantang menegakkan kebenaran.
***
Kini, Habib Rizieq Shihab, mulai mengkritik pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, selama 10 tahun Jokowi berkuasa, korupsi dan judi online (judol) merajalela.
"Dalam satu dekade 10 tahun terakhir, saudara, demokrasi dirusak, hukum ditabrak, korupsi merajalela, judi di mana-mana, hancur-hancuran ini negeri," kata Rizieq di acara Reuni Akbar 212 di Monas, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Riqieq juga menyebut Jokowi telah merusak demokrasi dan hukum di Indonesia.
Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pun mengaku sepakat dengan pernyataan calon presiden (capres) Ganjar Pranowo yang memberi nilai jeblok untuk penegakan hukum di masa Presiden Joko Widodo.
"Soal hukum ini ya seperti dikatakan, kalau di Makassar saya baca, Pak Ganjar mengatakan (memberi nilai) 5 gitu kan. Ya saya kira Anda juga mungkin sependapat itu, terutama karena suasana terakhir ini kan. Ini yang menentukan bangsa ke depan, sangat penting sekali," kata JK usai bertemu dengan Ganjar di kediamannya, Minggu (19/11).
JK menyampaikan dirinya ingin bangsa dan negara ini aman hingga tujuan untuk mencapai Indonesia Emas 2045 bisa terwujud. Padahal, JK pernah jadi wakil presidennya Jokowi.
***
Akal sehat saya menilai kritik Habib, bukan semata penegakan hukum praktis saja. Habib lebih menyoroti soal kedaulatan hukum. Makkum,
Kedaulatan adalah kekuasan tertinggi dalam suatu pemerintahan negara, daerah, dan sejenisnya.
Baca Juga: Patrick Kluivert, Keturunan Suriname-Curacao, Dipacaki Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Di kalangan ahli tata negara, kedaulatan berkaitan dengan sumber kekuasaan negara yang terbagi ke beberapa macam teori kedaulatan.
Dan sumber kekuasaan tersebut dipegang suatu badan atau pihak yang memiliki kendali penuh untuk mengatur tatanan dalam suatu negara. Disebutkan dalam makalah Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi karya Nany Suryawati yang disampaikan dalam Simposium Nasional Fakultas Hukum Universitas Kanjuruhan Malang, bahwa kedaulatan dibagi menjadi dua yaitu kedaulatan internal dan kedaulatan eksternal.
Kedaulatan internal artinya kedaulatan yang berada di lingkup dalam negeri atau atau disebut juga hukum negara. Kedaulatan internal ini yang disorot Habib.
Mengutip dari buku Ilmu Negara (Berjalan Dalam Dunia Abstrak) (2012) karya Isrok dan Dhia Al Uyun, kedaulatan ke dalam atau kedaulatan internal termasuk jenis kedaulatan berdasarkan arahnya.
Kedaulatan ke dalam adalah kedaulatan yang dimiliki suatu negara untuk menyelenggarakan kehidupan negaranya melalui lembaga dan perangkat negara yang dimilikinya,
Dalam buku Mengikis Human Trafficking: Upaya Kerja Sama Indonesia ASEAN dalam Penanganan Human Trafficking (2021) oleh R. Dudy Heryadi dan kawan-kawan, mengatakan kedaulatan ke dalam atau kedaulatan internal juga bisa dimaknai sebagai kekuasaan sebuah negara. Nah, Habib tampaknya mengusik kekuasaan penyelenggara negara.
***
Pendapat saya, kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden. Ia sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Ada Abuse of power yang adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Misal tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi.
Baca Juga: KPK Diolok-olok Megawati, Malah Defend
Makanya Ada adagium yang mengatakan bahwa, kekuasaan itu dekat dengan korupsi. Kekuasaan yang tidak terkontrol akan menjadi semakin besar, beralih menjadi sumber terjadinya berbagai penyimpangan. Artinya makin besar kekuasaan itu, makin besar pula kemungkinan untuk melakukan korupsi.
Dalam praktik, kadang wewenang yang diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, dipandang sebagai kekuasaan pribadi. Karena itu dapat dipakai untuk kepentingan pribadinya Akibatnya, pejabat yang menduduki posisi penting dalam sebuah lembaga negara merasa mempunyai hak untuk menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas. Artinya makin tinggi jabatannya, makin besar kewenangannya.
Tindakan hukum terhadap orang-orang tersebut dipandang sebagai tindakan yang tidak wajar. Kondisi demikian merupakan sebuah kesesatan publik yang dapat merugikan suatu lembaga secara menyeluruh. Apalagi di mana masyarakat lemah karena miskin, buta hukum, buta administrasi, korupsi berjalan seperti angin lewat.
Penyelenggaraan pemerintah sebuah negara tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, kekuasaan diberikan oleh rakyat kepada penguasa yang kelak akan mengatur kebijakan dalam mencapai tujuan bersama.
Makanya, kekuasaan pemerintah harus dibatasi. Ini untuk menghindari tindakan sewenang-wenang pejabat pemerintahan.
Leon Duguit, seorang ahli hukum asal Perancis menyebut bahwa hukum adalah aturan tingkah dan tindakan hukum terhadap orang-orang tersebut dipandang sebagai tindakan yang tidak wajar.
Sementara penegakan hukum merupakan sistem yang di dalamnya terdapat pemerintah atau lembaga negara yang bertindak secara terorganisir untuk menjamin keadilan dan ketertiban dengan menggunakan perangkat atau alat kekuasaan negara.
Makanya, Habib soroti praktik penegakan hukum. Sebab ia memiliki peran strategis dalam menentukan kualitas penegakan hukum di sebuah negara. Di Indonesia, kinerja para penegak hukum sering kali dianggap kurang memuaskan. Habib menyebut rusak. JK dan Ganjar menilai kualitas penegakan hukum era Jokowi, jeblok.
Ketidakpuasan Habib, JK dan Ganjar, bisa menjadi pertanda lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Hukum yang dianggap sebagai cara untuk mencari keadilan bagi masyarakat malah memberikan rasa ketidakadilan.
Adakalanya tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan penyelenggara negara disebabkan karena kebijakan publik yang hanya dipandang sebagai kesalahan prosedur dan administratif, akan tetapi apabila dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang berakibat pada kerugian perekonomian dan keuangan negara, maka sesungguhnya itu adalah tindak pidana. Bisa jadi cara berpikir Habib tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan termasuk memidanakan orang yang berbeda politik. Arahnya pembunuhan karakter atau perusakan reputasi atau character assassination. Pertanyaannya benarkah penegakan hukum Era Jokowi, Rusak? Habib Rizqie Shihab yang bisa menerangkan. ([email protected])
Editor : Moch Ilham