Pajak Orang Kaya Diincar Prabowo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 03 Jan 2025 20:37 WIB

Pajak Orang Kaya Diincar Prabowo

Menurut Pengamat Pajak, Gegara Urung Kenaikan PPN 12% untuk Seluruh Barang dan Jasa 

 

Baca Juga: Barang Sitaan Penunggak Pajak Sebesar Rp12,99 Miliar di Lelang Secara Serentak

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Akibat tidak jadi kenaikan PPN 12% untuk seluruh barang dan/atau jasa, pemerintah diduga oleh pengamat pajak sedang cari akal menambal kekurangan Penerimaan negara.

Pengamat pajak sekaligus founder Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam,  menyoroti bagaimana pemerintah akhirnya hanya menerapkan kenaikan tarif PPN jadi 12% hanya untuk barang mewah, terutama dari segi penerimaan negara.

"Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu memperkirakan potensi penerimaan adanya kenaikan PPN menjadi 12% adalah sekitar Rp 75 triliun. Akan tetapi kenaikan PPN 12% hanya untuk barang mewah saja dan bukan untuk seluruh barang dan/atau jasa yang sebelumnya sudah dikenakan PPN dengan tarif 11%," kata Darussalam, di Jakarta,  kemarin.

"Tentunya, menjadi pertanyaan kita bersama bagaimana cara pemerintah untuk menambal kekurangan penerimaan akibat tidak jadi kenaikan PPN 12% untuk seluruh barang dan/atau jasa yang selama ini sudah dikenakan PPN 11%. Apalagi rencana penerimaan tersebut sudah masuk dalam hitungan APBN 2025," terangnya lagi.

 

Kebijakan Batasan PKP

Apalagi menurutnya pemerintah juga memiliki kebijakan batasan PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang cukup tinggi sebesar Rp 4,8 miliar, yang mana rata-rata dunia hanya sebesar Rp 1,6 miliar.

Bersama dengan berbagai macam fasilitas pembebasan PPN yang diberikan, maka dengan dua kebijakan itu dalam ranah PPN saja, potensi pajak yang hilang atau tax expenditure diperkirakan di tahun 2025 sebesar Rp 265 triliun.

Baca Juga: Kasus Pajak Pelanggaran PT PDN: DJP Jawa Timur II Serahkan Tersangka dan Barang Bukti ke Kejaksaan

"Misal PDB kita didominasi dari UMKM yang berkontribusi sekitar 60% dari PDB. Akan tetapi banyak fasilitas yang diberikan kepada UMKM seperti batasan untuk dikenakan pajak sebesar Rp 4,8 miliar, tarif PPh-nya sebesar 0,5% sehingga kontribusi terhadap penerimaan pajak tidak signifikan," paparnya.

"Misal lagi di sektor pertanian, menurut BPS di tahun 2022, sektor pertanian berkontribusi sebesar 12,4% terhadap PDB, akan tetapi hanya menyumbang sebesar 1,4% ke penerimaan pajak. Tetapi juga tidak mudah meningkatkan penerimaan pajak dari UMKM dan sektor pertanian karena isunya sangat sensitif karena sektor ini terkait dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah sehingga tidak mungkin untuk dikenakan pajak lebih besar lagi," sambung Darussalam.

Darussalam berpendapat cara terbaik yang bisa dilakukan pemerintah untuk menambal pemasukan negara adalah dengan meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak yang sudah ada. Begitu juga dengan paradigma pemerintah melakukan penarikan pajak yang biasanya berbasi enforced compliance menjadi cooperative compliance.

 

Penyalahgunaan Uang Pajak

Baca Juga: Luncurkan Simulator Coretax, DJB Edukasi Masyarakat Wajib Pajak

"Oleh karena dalam konteks kebijakan PPN atau tax policy, ruang untuk melakukan upaya menambal penerimaan sudah terbatas, yang bisa dilakukan adalah melakukan pengawasan kepatuhan PPN atau tax compliance," jelas Darussalam.

"Oleh karena itu perlu untuk menyelaraskan yang selama ini kontribusi PDB nya tinggi dengan kontribusi penerimaan pajaknya. Lantas, perlunya perubahan pendekatan cara pemajakan untuk meningkatkan penerimaan pajak yang selama ini basis-nya pendekatan kepatuhan yang dipaksakan atau enforced compliance menjadi kepatuhan yang kooperatif atau cooperative compliance yaitu kepatuhan yg dibangun atas saling percaya, saling terbuka, dan saling menghormati," terangnya lagi.

Selain itu menurutnya yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah dapat memanfaatkan sumber pajak yang ada dengan sebaik dan seefisien mungkin. Sebab selama ini permasalahan yang kerap terjadi adalah penyalahgunaan APBN.

"Padahal persoalan pajak selama ini yaitu sebagian besar terkait penyalahgunaan uang pajak. Dengan demikian seharusnya fokus kita sebagai pembayar pajak adalah menuntut uang pajak kita digunakan dengan bijak," pungkasnya. n ec/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU