SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Memasuki masa kampanye, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya sudah menerima beberapa pengaduan dari pasangan calon (paslon) peserta Pilwali Kota Surabaya. Pengaduan yang masuk ke Bawaslu Surabaya, Rabu (30/9/2020), terkait ketidak netralan pejabat negara, yakni Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dalam berkampanye dan menggunakan alat peraga kampanye. Untuk itu, Bawaslu Surabaya secara tegas menghimbau kepada pejabat negara untuk mengajukan surat izin kampanye yang harus disampaikan tiga hari sebelum kegiatan berlangsung.
Baca Juga: Kapolrestabes Surabaya Sambang KPU, Bawaslu Serta Cek Kesiapan Logistik
Hal itu tertuang pada surat Imbauan Bawaslu Kota Surabaya nomor 220 /K.JI-38/PM.00.02/IX/2020 tertanggal 29 September 2020. Dalam surat Imbauan itu, Bawaslu menyebutkan sejumlah dasar hukum yang melatarbelakangi keharusan kepala daerah untuk mengajukan izin kampanye bila hendak terlibat dalam kegiatan kampanye pasangan calon tertentu.
Dalam pasal 63 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 11/2020 tentang Perubahan atas Peraturan KPU 4/2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilkada) Serentak 2020, terkait tentang keharusan izin kampanye. Ayat pertama pasal itu berbunyi: gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DPRD provinsi atau kabupaten/kota, pejabat negara lainnya, atau pejabat daerah, bisa mengikuti kegiatan kampanye asalkan sudah mengajukan izin Kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Surat izin Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) itu harus disampaikan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota dan ditembuskan kepada Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya, paling lambat tiga hari sebelum pelaksanaan kegiatan Kampanye.
Izin Kampanye
Muhammad Agil Akbar Ketua Bawaslu Kota Surabaya pun menyinggung tentang aturan ini ketika menanggapi laporan dugaan pelanggaran hadirnya Emil Elestianto Dardak Wakil Gubernur Jatim dalam kegiatan bersama Machfud Arifin dan Mujiaman Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Nomor Urut 2 yang sedang mengikuti tahapan masa kampanye Pilwali Surabaya 2020.
Agil memang tidak menjelaskan secara detail perkara kapan saja kepala daerah diharuskan mengajukan izin. Sebab, pada 2019 lalu, berdasarkan peraturan yang ada saat itu, Bawaslu RI memang sempat menyatakan bahwa kepala daerah tidak perlu mengajukan izin kampanye ketika mengikuti acara kampanye yang digelar pada hari libur.
Namun, Aang Kunaifi Koordinator Divisi Pengawasan dan Penindakan Bawaslu Provinsi Jawa Timur menegaskan, tidak ada penjelasan detail mengenai aturan tersebut. “Selama ini, tidak jarang kepala daerah sendiri pada hari libur tetap melaksanakan tugas kedinasannya sebagai kepala daerah. Sehingga Bawaslu menganggap memang tidak ada libur spesifik bagi kepala daerah,” tegas Aang Kunaifi, Rabu (30/9/2020).
Sebab itu, menurut Aang, meskipun kegiatan kampanye itu digelar pada hari libur, Bawaslu menekankan agar kepala daerah tetap mengajukan izin kampanye dan menembuskan ke Bawaslu sesuai tingkat masing-masing tiga hari sebelum kegiatan itu berlangsung. Bila hal itu tidak dilakukan, Bawaslu menganggap ini sebagai pelanggaran dan meneruskan hal itu kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Baca Juga: Banner FREN Asal Pasang Tanpa Izin, Pemilik Rumah Wadul Bawaslu Kota Kediri
Laporan MAJU ke Bawaslu
Terkait dengan dugaan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, yang dianggap tidak netral dalam Pilwali Kota Surabaya. Rabu (30/9/2020) kemarin, salah satu tim Kuasa hukum Paslon Nomor Urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman, Purwanto mengadukan ke Bawaslu Surabaya, terkait beberapa pelanggaran yang dilakukan paslon nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji (ErJi).
Salah satunya, melaporkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, yang dianggap tidak netral sebagai pejabat negara dalam Pilwali ini. Yakni, terpampangnya wajah Risma di setiap alat peraga kampanye (APK) paslon ErJi ini.
"Kami dari tim advokasi pasangan nomor urut dua dan tim kampanye mengadukan pelanggaran norma yang dilakukan oleh bu Risma selaku ASN pejabat publik, wali kota dan pak Adi Sutarwijono selaku ketua tim kampanye nomor urut satu. Terhadap pemasangan baliho, backdrop yang di jalan," ungkap Purwanto di Bawaslu Surabaya, Rabu (30/9/2020).
Ada beberapa pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Paslon nomer 1 dan Wali Kota Surabya Tri Rismaharini, namun belum ditindak oleh Bawaslu Surabaya. Diantaranya saat deklarasi terima rekom, di ruang publik milik pemerintah kota Taman Harmoni. Kemudian, Wali Kota Tri Rismaharini berorasi politik pada saat jam kerja, memakai baju partai, yang diduga tidak izin lebih dulu. "Salah satunya Penggunaan fasilitas KBS untuk kumpulkan massa, orasi dan kampanye politik. Kemudian turnamen sepakbola Armuji tanpa ijin. Dan orasi politik Armuji tanpa memenuhi protokol kesehatan dengan penggunaan odong-odong di jalan raya tanpa ijin untuk keliling promosikan Eri Cahyadi-Armuji,” beber pria yang juga Wakil Ketua DPC Peradi Kota Surabaya.
Baca Juga: Bawaslu Kota Mojokerto Gandeng Komunitas Masyarakat Ikut Aktif Awasi Pilkada 2024
Dianggap Tak Independen
Menurut Purwanto tak elok masih menjadi wali kota dan kemudian tidak independen. "Jelas tidak sejalan dengan kehidupan demokrasi Indonesia. Jadi itu yang kita laporkan, kita adukan nanti terserah dari Bawaslu," lanjutnya.
Dalam lapora itu, tim kuasa hukum paslon nomor urut 2 juga menyertakan beberapa bukti foto dan temuannya, salah satunya bukti foto baliho bergambar Risma dengan paslon Eri-Armuji. Selain itu juga ada video Youtube, dimana pernyataan Armuji yang menyebut harus menuruti Wali Kota Tri Rismaharini.
Terpisah Komisioner Bawaslu Surabaya Hadi Margo Sambodo ketika dikonfirmasi menyampaikan pelaporan pointnya menyoal netralitas wali kota Surabaya. "Bawaslu menerima seluruh laporan yang ada dengan kelengkapan barang bukti serta alat bukti yang mereka lampirkan. Itu juga perlu kami lakukan penelusuran. Apakah ini terkait unsur pelanggaran atau tidak," ujar Hadi Margo.
Selanjutnya menurut Hadi persoalan ini akan dirapatkan pada pleno. "Karena pleno juga menentukan bahwa ini melanggar atau tidak dan perlu pendalama lebih lanjut," tuturnya. alq/byt/cr2/rmc
Editor : Moch Ilham