Sambo, Stress

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 15 Des 2022 20:02 WIB

Sambo, Stress

i

H. Raditya Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Ada perjalanan pahit Sambo. Ia sudah membuat skenario kasus tembak menembak antar ajudan di rumah dinasnya pada 8 Juli 2022 yang lalu. Kini Ferdy Sambo, saat di sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tolak test kebohongan. Luar biasa!

Jangan-jangan, saat mantan Kadiv Propam Mabes Polri ini jalani sidang sedang stress?. Bisa jadi.

Baca Juga: Pilgub 2024, Khofifah Tanpa "Lawan Tanding" Sebanding

Maklum, Sambo, sebelum ditahan, suami Putri Candrawati ini dikenal punya power di lingkungan Polri.

Namun, setelah ditahan di Mako Brimob karena dianggap melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriyansah Yosua Hutabarat, ajudannya sendiri. Sontak, 'batere' powernya habis atau dihabisi.

Bisa jadi peristiwa ditahan dan dicopot sebagai anggota Polri ini adalah pengalaman pahitnya.

Secara psikologis, Sambo, bisa alami gangguan kejiwaan yang sifatnya bisa ringan, sedang, hingga berat. Psikolog bisa mengkatagorikan Sambo, kini mengalami gangguan stres.

Melansir dari Healthline, stres adalah reaksi tubuh saat seseorang menghadapi ancaman. Kondisi ini bisa menyebabkan seseorang mengalami tekanan atau suatu perubahan pikiran yang membuat gugup, marah, tidak bersemangat, dan putus asa. Selain itu, situasi tersebut juga dapat memicu reaksi tubuh, baik secara fisik maupun mental.

Meski saya bukan seorang psikolog, tapi saya punya nalar sehat. Saya punya catatan jurnalistik bahwa hampir satu bulan sejak skenario yang dibuat Sambo, publik tak tahu akal busuk Sambo. Termasuk Kapolri.

Skenarionya terbongkar karena dibocorkan Bharada E, yang diskenariokan tembak menembak dengan Brigadir Yosua.

Saat itu, Ferdy Sambo, yang masih menjabat Kadiv Propam, baru saja di nonaktifkan. Setelah di non aktifkan, ia langsung menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri pada 4 Agustus 2022. Atau satu bulan setelah terbunuhnya Brigadir Yosua.

Dan Sambo, baru ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua pada 9 Agustus 2022.

Praktis, butuh proses panjang hingga Sambo terungkap sebagai terduga otak pembunuhan anak buahnya sendiri.

Kecerdikan Sambo, menyembunyikan skenarionya, persis sebuah kejahatan kerah putih.

Catatan jurnalistik saya menguak skenario busuk Sambo baru terbongkar setelah Richard Eliezer atau Bharada E membuat pengakuan.

Ini terjadi dua hari setelah Sambo, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J. Saat itu, Bharada E mengubah keterangan awal soal baku tembak di rumah dinas Sambo.

Bharada E menegaskan, tak ada baku tembak antara dirinya dengan Brigadir J di rumah dinas Sambo pada Jumat (8/7/2022).

Atas pengakuan Bharada E, Kapolri Jenderal Sigit Listyo Pramono, bertanya mengapa Eliezer mengubah keterangan awalnya.

Di hadapan Sigit, Bharada E mengaku, dirinya sempat dijanjikan Sambo bahwa pengusutan kasus kematian Brigadir J bakal dihentikan. Atas janji itu, Bharada E akhirnya menuruti skenario atasannya.

Namun, rupanya, Eliezer tetap menjadi tersangka dalam kasus ini. Dia akhirnya memutuskan untuk mengungkap peristiwa yang sebenarnya.

"Ini juga yang kemudian mengubah semua informasi awal dan keterangan yang diberikan pada saat itu," ujar Sigit.

"Richard minta disiapkan pengacara baru serta tidak mau dipertemukan dengan saudara FS," tuturnya.

Cara Bharada E mengungkapkan peristiwa sebenarnya melalui tulisan tangan.

Bharada E menjelaskan detail soal hari-hari menjelang penembakan, hingga detik-detik eksekusi Brigadir J di rumah dinas Sambo. Publik tahu kebohongan awal Sambo.

 

***

 

"Jenderal kok bohong."

Ini kesaksian Kombes Susanto Haris, Mantan Kepala Bagian Penegakan Hukum Provost Div Propam Polri menyentil Ferdy Sambo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Baca Juga: Di Jakarta, Perempuan BO tak Tampak ABG, Agresif Tawarkan Diri

Kombes Susanto merasa menjadi 'korban' skenario Ferdy Sambo. Akhirnya,Kombes Susanto diganjar hukuman patsus 29 hari dan demosi selama 3 tahun.

Berbeda dengan rekannya, AKBP Arif Rachman. Arif menjadi terdakwa perkara obstruction of justice (OOJ) dan diganjar hukuman PTDH (Pemecatan Tidak Dengan Hormat) oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

Kombes Susanto dan AKBP Arif Rachman mengklaim dua dari sederet personel Polri yang menjadi 'korban' skenario jahat Ferdy Sambo.

Dalam sidang pemeriksaan saksi untuk terdakwa Ferdy Sambo ini, sejumlah mantan anak buah Sambo dihadirkan.

Secara bergantian, mereka mengungkapkan kekecewaan dan kekesalan terhadap Ferdy Sambo.

"Kecewa, kesal, marah. Jenderal (Ferdy Sambo) kok bohong, susah nyari jenderal. Kami paranoid nonton TV, media sosial. Jenderal kok tega menghancurkan karir. 30 tahun saya mengabdi, hancur di titik nadi, rendah pengabdian saya. Belum yang lain-lain Yang Mulia. Anggota-anggota hebat Polda Metro, Jakarta Selatan. Bayangkan majelis hakim, kami Kabaggakum yang biasa memeriksa polisi nakal, kami diperiksa. Bayangkan majelis hakim bagaimana keluarga kami," jawab Susanto dengan suara lemah dan bergetar, merasa dibohongi Sambo.

 

***

 

Kebohongan Sambo, selain dideteksi oleh tes Poligraf, juga diungkapkan oleh para mantan anak buahnya di Divisi Propam Polri.

Makanya, dengan akal sehat, saya juga heran saat didampingi pengacara, Sambo, menolak hasil tes kebohongan poligraf.

Padahal ia dulu pernah menjadi Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

Sebagai perwira polri yang lama bertugas di reserse, akal sehat saya menduga Sambo, pasti tahu fungsi tes Poligraf.

Bahkan bisa jadi pernah menggunakan memeriksa kasus-kasus penipuan yang ditanganinya.

Baca Juga: Pak Jokowi, Ngono Yo Ngono, Ning Ojo Ngono

Secara  saintifik, tes poligraf  merupakan alat yang digunakan untuk menguji kebohongan. Alat yang biasa dikenal sebagai lie detector ini kerap digunakan dalam penyelidikan polisi. Termasuk dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) oleh terdakwa Ferdy Sambo dkk

Sejarahnya, alat pendeteksi kebohongan ini dahulu kerap digunakan di berbagai negara saat memproses terduga pelaku kejahatan. Karena itu, kadang orang yang diduga sebagai pelaku membela diri dengan cara menyatakan siap dites poligraf, yaitu tes dengan mesin pendeteksi kebohongan.

Adalah pelatih penguji poligraf Prof. Don Grubin yang mengatakan, tidak ada pertanyaan mengejutkan yang akan ditanyakan pada peserta tes poligraf. Sebab, pertanyaan mengejutkan akan memicu respons dari ketiga indikator.

Ia menambahkan, peserta tes mungkin hanya akan memakai alat deteksi kebohongan selama 10-15 menit. Namun, peserta mungkin bisa tinggal di ruangan tes hingga 2 jam. Selama itu, pewawancara akan mengajukan sejumlah pertanyaan untuk dibandingkan dengan jawaban atas pertanyaan inti.

"Kami juga menggunakan alat yang disebut detektor gerakan di kursi, yang akan menangkap sinyal ketika Anda mencoba untuk mengalahkan tes," kata Prof. Grubin, seperti dikutip dari laman BBC.

Prosesnya, setelah menjawab pertanyaan dan tes, akan ada sesi bagi peserta tes untuk menjelaskan setiap jawabannya.

Demikian juga ahli psikologi forensik dan peneliti penipuan Dr. Sophie van der Zee.

Sophie mengatakan, tes poligraf pada dasarnya mengukur efek tidak langsung dari kebohongan. Efek inilah menurutnya yang ditangkap mesin lie detector dari tiga indikator tes.

Dengan demikian, sambung van der Zee, tes poligraf tidak mengukur penipuan atau kebohongan secara langsung, melainkan tanda-tanda kemungkinan bahwa peserta tes bisa menipu pewawancara. Informasi ini lalu digunakan dengan aspek lainnya tentang peserta tes itu untuk membentuk gambaran lebih jelas tentang apakah mereka bohong atau tidak.

"Tidak ada (indikator) manusia yang setara dengan hidung Pinokio. Tetapi, berbohong dapat meningkatkan stres, dan dengan teknik pendeteksi kebohongan, Anda dapat mengukur perubahan perilaku dan fisiologis yang terjadi saat Anda merasa stres," kata van der Zee, seperti dikutip dari laman BBC.

Nah, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sambo dan Putri, tidak akui hasil test kebohongan yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri. Benarkah ini tanda Sambo dan Putri, kini alami stress seperti yang diteliti Ahli psikologi forensik dan peneliti penipuan.

Publik Indonesia kira-kira, bisa tertawa, setelah tahu Sambo menolak hasil test poligraf. Sambo, seperti orang stess. Ia lupa tudingan sebagai pembohong oleh mantan anak buahnya di Divisi Propam Polri.

Tapi Sambo, tak bisa mengelak ia pembuat skenario tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir Yosua. Bila fakta peristiwa skenario ini juga ditolak, bisa jadi Sambo memang stress berat. Saatnya hakim perlu memanggil akhi kejiwaan. ([email protected])

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU